Kamis, 02 Agustus 2018

Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Sebagai kota pelajar tentunya Yogyakarta punya banyak tempat untuk belajar. Hingga saat ini kita masih seringkali mengartikan bahwa yang disebut belajar adalah belajar formal, yang mana terdapat status, tenggat waktu, dan berbagai aturan yang harus ditaati. Namun sesungguhnya belajar itu dimana saja. Martani Pangan Sehat hadir di Yogyakarta sejak tahun 2015 untuk menutupi kekurangan itu. Konsep belajar yang harus diperbaiki menjadi salah satu alasannya. 
Martani sedang berupaya untuk menjadi pasarnya petani. Artinya terdapat interaksi dan proses jual beli antara siapapun dengan petani. Produk yang dijual tidak terbatas jenis dan jumlah. Apapun dapat mereka jual dan beli. Martani memiliki keinginan agar produk yang dihasilkan petani dapat tersebar dan dinikmati oleh orang-orang sekitar. Hal itu berawal dari keresahan sepasang suami isteri bernama Yusup dan Rita yang seringkali melihat bahwa prosuk petani dihargai sangat murah. Selain itu mirisnya adalah produk bagus dari petani hanya dapat dimanfaatkan oleh kalangan menengah ke atas. Sehingga lagi-lagi masyarakat biasa hanya dapat menikmati sisa, yang biasanya berkualitas buruk. Kita dapat melihat, produk pertanian yang berkualitas super hanya ada di pasar modern yang mana masyarakat menengah ke bawah tidak dapat mengakses karena keterbatasan ekonomi. Padahal mereka berhak mendapatkan produk kualitas raja.
Mengapa harus terkotak-kotakkan bahwa yang ini hanya untuk dia, yang itu hanya untuk dia. Keberadaan Martani juga ingin merubah kenyataan itu, dengan cara mengusahakan agar produk super dapat dibeli dengan harga emperan. Bagaimana caranya? Yaitu dengan membantu petani dalam melakukan proses produksi, mulai dari penanaman hingga pengepakkan barang jadi, bahkan hingga barang sampai di tangan konsumen. 
Salah satu penyebab mahalnya produk super adalah karena proses produksi harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Misalnya mereka harus sering menyiangi rumput pengganggu. Berbeda jika proses penanaman menggunakan obat-obatan seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain sehingga pengganggu tanaman lebih sedikit sehingga petani tidak lebih banyak pekerjaan. Belum lagi penanaman tanpa obat tidak selalu membuahkan hasil dengan kuantitas yang lebih baik. Itulah yang menyebabkan harga produk super lebih tinggi.
Martani memposisikan diri dan terbuka sebagai laboratorium bagi semua orang yang mau belajar dan berinovasi. Misalnya bagi petani, mereka dapat datang dan mencoba bersama bagaimana membuat pupuk tanpa bahan kimia. Gagal dalam mencoba adalah hal biasa, dan Martani sangat memahami hal itu. Keberhasilan percobaan pembuatan pupuk cair adalah salah satu solusi real yang dilakukan. Sehingga petani dapat menekan biaya produksi karena tidak perlu lagi membeli obat untuk tanamannya dan juga tidak harus menyiangi rumput setiap hari. Selain itu jika tanaman terkena hama, mereka dapat mencoba sendiri membuat ramuan pengusir hama. Setelah beberapa kali percobaan, barulah ramuan itu berfungsi dengan baik. 
Proses pembelajaran tersebut tidak terjadi hanya dalam satu atau dua pekan. Ada cerita panjang dibalik semua itu. Misalnya bagimana cara menyampaikan kepada masyarakat, khususnya petani yang mulai enggan untuk melakukan percobaan. Petani kita sudah dibuai dengan produk yang dijual masal yang kesannya dipaksa untuk menggunakannya dengan dalih “ini lebih bagus, ini lebih mudah, ini lebih mudah terjual, dan lain sebagainya”. Hal ini rupanya dimulai sejak adanya revolusi hijau. Namun gerakan ini dinilai gagal. Bukan hanya sola swasembada pangan yang diimpikan hanya dapat bertahan beberapa tahun di awal saja. Namun juga menjadikan masyarakat, terutama petani menjadi sekarang ini yang sudah disebutkan bahwa mereka enggan mencoba hal baru sendiri. Hasilnya adalah keuntungan yang dapat dikeruk oleh perusahaan-perusahaan besar penyedia bahan pokok pertanian. 
Pendekatan itulah yang kemudian menjadi dasar Martani bergerak. Proses komunikasi dengan masyarakat mengenai bagaimana bertani yang baik memakan waktu kurang lebih 1 tahun. Masyarakat lebih percaya pada praktik daripada cuap-cuap tanpa aksi. Martani ingin menunjukkan bahwa kita bisa menggunakan sumber daya yang kita miliki untuk menjadi petani yang baik. Baik dalam hal ini adalah untuk diri sendiri, orang-orang sekitar, dan pastinya juga untuk lingkungan. Ketergantungan petani pada produk bahan pertanian yang terpampang dimana-mana memang sulit diubah. Namun dengan berbagai hasil percobaan akhirnya solusi dapat ditemukan atas pemikiran bersama antara Martani dan petani. Salah satu contohnya adalah pembuatan pupuk cair yang dapat menggantikan pupuk kimia dan obat-obatan lain. Setelah itu barulah beberapa petani mulai tertarik untuk menjadi petani yang baik. Mereka itulah yang kemudian menghentikan penggunaan pupuk buatan dan menggantinya dengan pupuk cair yang bisa mereka buat sendiri. Selain itu mereka juga menyiapkan benih sendiri tanpa membeli benih produk pabrikan yang seperti dulu mereka lakukan. 
Langkah tersebut memang jika dilihat sekilas akan terlihat sederhana. Namun cerita dibalik suksesnya Martani dapat dipercaya oleh masyarakat sangatlah panjang dan rumit. Kemudian jalannya tidak hanya sampai di situ. Setelah menjadi petani yang baik kemudian mereka juga ingin mendapatkan hasil yang baik, dalam hal ini berkaitan dengan ekonomi. Tidak dipungkiri bahwa kebutuhan utama manusia adalah uang untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Setelah petani memiliki produk dari sawahnya, lalu akan diapakan? Lagi-lagi peran Martani kembali terlihat yaitu dengan menjadi perantara antara petani dengan pembeli. Namun harapan Martani, ini tidak perlu berlangsung lama, karena Martani menginginkan agar petani dapat menjadi petani yang baik dan mandiri. Artinya di kemudian hari petani dapat mnghasilkan uang sendiri dari hasil sawah/ kebunnya tanpa memerlukan Martani sebagai perantaranya lagi. Itulah pembelajaran yang dilakukan dan didapatkan oleh Martani dan masayarakat di sekitarnya.
Selain itu, Martani juga menjadi laboratorium bagi para pemuda. Tidak mengenal status, mulai dari pengangguran, pekerja, lulusan SD, SMP, SMA, anak kuliahan, hingga orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal sekalipun. Mereka dieprsilahkan datang ke Martani untuk mencari tahu mengenai produk pertanian. Mulai dari berbincang hingga praktik membuat sesuatu bersama dapat dilakukan di Martani. Mengapa disebut pemuda? Bukan saja mengenai usia, orang yang sudah berumur jika semangatnya masih kuat juga bisa dikatakan pemuda. Karena pemudalah yang menjadi harapan untuk kehidupan selanjutnya. Apa yang terjadi jika tidak ada pemuda yang meneruskan menjadi petani yang baik nantinya?
Berbagai alasan mereka datang ke Martani, namun kebanyakan bermula dari rasa penasaran dengan apa yang dilakukan Martani selama ini. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya bahwa Martani menjadi perantara maka banyak produk petani yang seolah-olah dititipkan di sana hingga menemukan pembelinya. Para pemuda yang datang belajar untuk mengolah produk petani yang setengah jadi agar dapat memperluas pasar produk petani baik. 
Misalnya ketika ada petani yang menghasilkan tepung dari umbi-umbian. Maka sebagai pemuda harusnya memiliki tingkat kreativitas yang tinggi untuk mengolahnya kembali menjadi produk siap guna. Beberapa dari mereka yang datang memiliki ide untuk membuatnya menjadi cookies. Martani sangat terbuka untuk menjadi tempat percobaan. Tidak hanya proses membuat cookies/ lainnya. Namun selipan pembelajaran mengenai cerita tentang petani yang menjadi penguatnya. Sehingga mereka akan melakukannya secara sadar dan ikut memikirkan bersama bagaimana caranya petani, konsumen, dan kita semua sejahtera dengan cara bertani yang baik. 
Para pemuda yang datang juga berpotensi untuk menyebarkan informasi. Karena jaringan mereka masih terus meluas dan tentunya gaya hidup yang mudah terpengaruh. Percobaan yang mereka lakukan di Martani dapat menjadi dasar untuk berbicara kepada orang lain. Harapannya kesolidan mereka dapat mempengaruhi banyak orang agar dapat mengonsumsi produk dari hasil petani yang baik juga.
Pembelajaran untuk Martani sendiri tentunya sangat banyak. Mulai dari mengorganisir antara kepentingan petani dan kepentingan konsumen, mengatur pengetahuan, hingga melakukan proses tawar menawar. Terlebih bagaimana caranya menerapkan ilmu langsung di lapangan. Proses itu yang akhirnya menjadikan Martani mengenal banyak karakter manusia maupun lingkungan. Hal tersebut dikarenakan berbagai macam orang yang dihadapi oleh Martani sendiri. Mau atau tidak mau, Martani juga harus mengenal lingkungan yang menjadi tempat praktikkya. Jika tidak maka akan berujung sama dengan yang disebut Revolusi hijau tadi. Kejadian menyenangkan, lucu, dan unik selalu terjadi. Sehingga semakin banyak orang dan jenis lingkungan yang ditemui maka banyak juga pembelajaran yang didapatkan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar