Jumat, 12 Oktober 2018

Tangan Dingin Seorang Petani

Kebun Ve di samping rumah

Bertani bukanlah hal yang mudah dilakukan. Namun pekerjaan ini seringkali diremehkan karena dikira tidak berpendidikan, tidak banyak menghasilkan uang, apalagi penampakan petani yang dianggap tifak keren. Kehidupan manusia tak jauh dari sumbangsih pertanian, terutama Indonesia yang dikenal dengan negeri agraris. Nyatanya luasan lahan pertanian saat ini semakin berkurang, disebabkan oleh banyaknya pengalihfungsian menjadi gedung, jalan, pertambangan, dan lain-lain. Selain itu keinginan masyarakat untuk menjadi seorang petani juga semakin rendah. Ada juga keinginan yang kemudian dibatasai oleh orang terdekat. Misalnya seorang anak yang menginginkan menjadi petani untuk meneruskan/ menggantikan orangtuanya namun tidak diijinkan orangtua, karena mereka akan merasa tidak sukses telah memberikan fasilitas dan pembelajaran pada anaknya jika berujung pada anaknya menjadi petani.
Terong sedang berbunga
Hal itu tidak terjadi pada Suhada, seorang petani, peternak, pedagang, sekaligus pensiunan pegawai negeri sipil itu menginginkan jalannya sebagai petani diteruskan oleh anak cucunya. Sayangnya tidak satupun anaknya berhasil menjadi petani. Sebanyak 5 orang anaknya memiliki profesi yang berbeda-beda, namun tak jauh berbeda dari orangtuanya. Anak pertama menjadi pedagang seperti ayah dan ibunya, memiliki toko yang saat ini menjadi pusat pembelajaan bagi banyak retailer di desa-desa sekitar. Anak keduanya mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang guru pegawai negeri sipil. Dia adalah satu-satunya anak yang menginginkan menjadi petani di samping pekerjaannya mengajar. Namun dia menyadari bahwa setelah berkali-kali mencoba nyatanya dia tidak bisa. Dia meyakini bahwa petani selain pekerjaan yang bisa dipelajari, ini juga sebuah hidayah. Karena sekeras apapun dia mencoba hal kecil seperti menanam, tanamannya selalu mati walaupun sudah dirawat sedemikian mirip dengan yang dilakukan ayahnya. “Menanam itu tergantung tangannya, kalau saya yang nanam pasti mati entah kekeringan atau malah membusuk, padahal caranya sama, tempatnya sama, yang ditanam juga sama dengan kakek (Suhada)”, katanya sembari menyirami tanaman cabai yang mulai kering. Anak ketiga, menjadi peternak sekaligus jual beli kambing dan sapi. Anak ke empat menjadi seorang perustakawan di suatu lembaga pendidikan. Serta anak ke lima yang lebih suka menjual jasanya menjadi seorang supir. Namun Suhada yang kini usianya lebih dari 70 tahun tidak berhenti mencoba mengarahkan keturunannya menjadi seorang petani. Cucu ke-dua yang bernama Restu kali ini yang paling potensial mengikuti jejak kakeknya. Dia memilih untuk tidak melanjutkan untuk

Senin, 24 September 2018

Cabai Pedas Pak Bagyo

Petani hari ini menjadi objek pembicaraan banyak orang. Hal ini berkaitan dengan peringatan Hari Tani Nasional 2018. Banyak isu mengenai pahlawan perut ini, baik yang pro maupun kontra. Pak Bagyo, petani dari Prambanan tak ambil pusing. “Biarin mbak itu apa yang sedang dibicarakan wong’wong gede (para pejabat), yang penting tidak mengganggu kita, nggak bikin kisruh”, ungkapnya sembari memanen cabai yang sudah matang, ini adalah panenan ke 8. Dia yang sudah menjadi petani cabai selama kurang lebih 20 tahun tidak pernah mau ambil pusing dengan kebijakan yang terjadi. dia mandiri dengan segala aktivitas pertaniannya. Sawahnya ada 4 petak di tempat yang berbeda-beda. Dia menggarap 2 petak, sisanya dia garapkan kepada orang lain. Sepetak lahannya dia tanami padi, tidak pernah megganti komoditasnya karena lokasinya yang banyak air. Hasil panen padi tidak pernah ditujukan untuk dijual. Karena hanya dia konsumsi sendiri. Sesekali dia menjual dalam bentuk lontong atau ketupat ketika ada pesanan, itupun tidak sering. Menjual lontong baginya lebih menguntungkan karena 1 kg beras dinilai memiliki harga Rp.30.000, karena dia punya bahan lainnya sendiri, misalnya daun pisang sebagai pembungkus lontong. Sepetak yang lain dia tanami cabai, seperti yang sedang dipanen hari ini. Lahan ini dia olah bergantian 1 kali padi dan 1 kali cabai. Karena menurutnya hasil panen cabai lebih bagus setelah tanahnya digunakan untuk menanam padi. Jenis cabai yang biasanya dia tanam adalah padi jawa. Namun tanaman kali ini adalah cabai yang disebut jenis Burga. Hal ini terjadi karena pada musim sebelumnya dia gagal membibitkan cabai jawa miliknya, sehingga dia membeli benih dari toko pertanian setempat. Ketika mulai tumbuh daun dia baru meyadari ternyata cabai kali ini jenisnya berbeda. Cabai jenis ini lebih rentan, batangnya lemas sehingga dia harus mengeluarkan tenaga lebih untuk memberikan patok sebagai penahan batang cabai. “Menyesal ya iya, tapi mau bagaimana lagi wong sudah terlanjur, daripada saya harus menanam ulang sedangkan bibitnya nggak ada”, ungkapnya kental logat Jogja.
Perbedaan kedua jenis cabai itu juga dapat dilihat dari buah cabai yang mendayu ke bawah mengikuti arah gravitasi untuk cabai Burga, sedangkan cabai jawa buahnya tumbuh menyumbul ke atas. Buah cabai Burgo lebih besar-besar namun lebih ringan, berbeda dengan cabai jawa yang kecil namun padat sehingga lebih berat. Selanjutnya perbedaan juga dirasakan oleh petani dinilai dari harganya, cabai Burga Rp.2.000 lebih murah dibandingkan dengan cabai jawa. Saat ini harga cabai jawa adalah Rp.13.000.

Kamis, 13 September 2018

Anjat, Budaya Menganyam Suku Dayak

Indonesia adalah negara yang kaya akan suku dan budaya. Masyarakatnya dikenal dengan kreativitas mengolah kekayaan bumi. Salah satunya adalah Suku Dayak. Suku Dayak adalah sebutan bagi suku yang berada di pedalaman Borneo yang mendiami Pulau Kalimantan. Suku Dayak sendiri terbagi dalam beberapa suku bangsa. Dayak Basap adalah salah satunya. Budaya yang terkenal dari suku ini adalah budaya menganyam. Hutan mereka yang kaya menyimpan beberapa jenis rotan. Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribusCalameae yang memiliki ratusan anggota. Kemudian masyarakat Suku Dayak memanfaatkan untuk membuat kerajinan tangan tikar, penutup kepala, maupun anjat.
Menganyam membutuhkan ketelitian dan ketekunan
Anjat adalah kerajinan tangan yang menyerupai tabung. Secara umum banyak bentuk lainnya yang juga menarik. Pada dasarnya masyarakat dayak membuat anjat karena keperluan sebagai alat membawa barang seperti alat untuk berburu, bekal makanan, hasil ladang, dan lain-lain. Namun pada perkembangannya anjat kian dilirik sebagai komoditas yang dilirik oleh masyarakat di luar dayak karena bentuk dan motifnya yang menarik. Setiap Suku Dayak memiliki motif unik yang menjadi ciri khas masing-masing. Setiap motif memiiki makna tersendiri.
Masyarakat menggunakan anjat sehari-hari

Teluk Sumbang adalah sebuah kampung yang berada di Kecamatan Biduk-Biduk, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Suku Dayak Basap merupakan penghuni asli dari kampung tersebut. Dulunya suku ini tinggal di hulu dan dianggap sebagai komunitas dayak tertinggal oleh pemerintah. Kemudian ada program pemerintah yang memindahkan suku ini lebih dekat ke perkotaan pada tahun 2009. Mereka harus mengikuti peraturan karena diancam dengan senjata. Ternyata hal itu dilakukan karena terdapat perusahaan sawit yang akan mengeksploitasi wilayah mereka. Setiap hari terlihat aktivitas ibu-ibu dan nenek-nenek menganyam. Rata-rata perempuan di sana bisa menganyam. sejak di hulu mereka sudah menganyam, sekarang untuk menganyam

Daun sebagai pewarna alami


Jumat, 07 September 2018

Menuju Hari Tani Nasional 2018


Menuju Hari Tani Nasional yang diperingati pada tanggal 24 September, Indonesia mengalami pelemahan nilai rupiah. Pada 4 September 2018 malam, nilai tukar rupiah sejumlah Rp.15.029 per dolar AS. Hal ini kemudian menjadi topik panas dalam obrolan langsung maupun media sosial. Topik tersebut semakin memanas karena adanya pro kontra yang kemudian mengaitkn dengan dunia perpolitikan. Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan sendiri mengungkapkan bahwa ada banyak cara untuk menurunkan kurs tersebut, salah satunya adalah mengurangi impor terutama komodtas konsumtif seperti kedelai, jagung, gula, gandum, hingga terigu, selain itu juga kita harus meningkatkan aktivitas di sektor pariwisata.
Sebagai warga sipil yang baik seharusnya kita menemukan solusi untuk bersama-sama mengurangi keterpurukan rupiah ini. Komentar positif dan negatif memang selalu ada, namun sebaikya tidak terlalu berlebihan. Karena itu hanya akan memperburuk suasana. Biasanya yang berkomentar justru kalangan menengah ke atas, padahal yang terkena dampak buruk secara langsung adalah kalangan menengah ke bawah, yaitu menghadapi semua harga naik padahal pendapatan tetap. Cara termudah adalah mengurangi penggunaan bahan impor seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan kita.

Martani mempraktikkan hal yang sederhana namun aplikatif sehingga dapat ditiru dengan mudah. Caranya adalah mencoba memanfaatkan produk lokal yang dihasilkan oleh petani setempat dimanapun Martani berada. Penggunaan produk tersebut tidak hanya untuk sendiri, namun Martani mencoba mengenalkannya kepada masyarakat yang lebih luas bahwa setiap tempat memiliki pangan lokal khas yang dapat dikonsumsi untuk menggantikan produk impor ataupun produk yang berbahan dasar impor. Hal yang juga dilakukan adalah dengan menanam sendiri, memanfaatkan lahan seadanya sehingga menghasilkan bahan yang diperlukan, misalnya sayuran dan aneka keperluan bumbu dapur.

Rabu, 05 September 2018

Komunitas Peduli Ciliwung di Catalyst


Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) merupakan komunitas yang sifatnya tidak mengikat. Komunitas ini berdiri karena keresahan pendirinya melihat kondisi Sungai Ciliwung yang semakin memburuk. Siapapun boleh datang dan berkegiatan bersama dengan KPC. Merekalah yang kemudian disebut Laskar Karung. Karena biasanya kegiatannya adalah bersih-bersih Sungai Ciliwung, alat kerja yang harus ada yaitu karung untuk mengangkat sampah dari badan sungai ke daratan. Relawan yang hadir setiap waktu akan berbeda dari segi jumlah maupun jenis. Namun kebanyakan adalah kelompok orang dari sebuah kampus atau lembaga lain yang tergerak hatinya untuk berkontribusi dalam memperbaiki kondisi Sungai Ciliwung. Tak jarang juga ada beberapa pribadi yang tiba-tiba hadir untuk ikut berkegiatan dengan KPC. Sebagian besar mereka mengaku tertarik ikut kegiatan dari informasi yang ditampilkan media sosial.
Sejauh ini KPC selalu menyebarkan semangat untuk mewujudkan mimpi ciliwung agar Sungai Ciliwung Bersih dari Sampah dan Limbah. Cara yang dilakukan adalah dengan saling menginformasikan kabar Sungai Ciliwung dari mulut ke mulut, juga menggunkan media sosial untuk menjangkau maysarakat lebih luas. Kanal yang KPC miliki adalah twitter, instagram, facebook, dan blog. Seluruhnya aktif digunakan dengan admin beberapa reawan yang bersedia mengelolanya. Hal yang seringkali menjadi konten adalah apapun menganai Sungai Ciliwung dan kegiatan para Laskar Karung. Karakter konten juga berbeda tergantung keinginan admin yang mengalolanya. Tidak ada panduan pengelolaan media sosial. Ada satu hal yang menjadi pemersatu setiap konten yaitu dengan menggunakan #laskarkarung dan #ciliwungdreams.

Si Manis Gula Batu

Gula batu terbuat dari seluruhnya gula pasir yang dimasak lagi dengan tambahan air kemudian didiamkan hingga dingin dan dipecah. Teksurnya serupa dengan kristal. Kandungan gula batu tidak jauh berbeda dengan gula pasir, karena dalam pembuatannya hanya ditambakan dengan air yang juga hanya sedikit dalam membantu pencairan saja.
Penambahan air bunga telang ke dalam gula pasir
Desa Bogem, Kecamatan Kalasan merupakan salah satu penghasil gula batu yang melimpah. Sekitar tahun 2000 hingga 2008 ada lebih dari 10 pembuat gula batu di desa tersebut. Namun sekarang hanya tersisa 3 pembuat saja. Hal itu terjadi karena persaingan pasar yang ketat. Beberapa pembuat memutuskan untuk menurunkan harga secara besar-besaran, kemudian mengalami bangkut. Ketiga pembuat yang sekarang masih ada memiliki standar harga yang sama, namun diantara mereka memiliki konsumen masing-masing. Sehingga tidak ada kekhawatiran diantara mereka.

Sabtu, 01 September 2018

Batik Pewarna Alami


Indonesia kaya akan budaya dan seninya. Salah satunya adalah batik. Kita seharusnya senantiasa menjaga dan melestarikannya. Anggapan bahwa batik adalah tua saat ini sudah berubah, karena batik dapat dikreasikan menjadi berbagai barang yang identik dengan anak muda dan kekinian. Yogya-Solo merupakan sentra penghasil batik yang besar disamping Pekalongan. Batik adalah sebuah seni gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu.Pada awalnya batik dibuat hanya dengan cara digambar secara manual saja. Kemudian inovasi batik cap mulai muncul. Pembuatan batik tulis memerlukan alat yang disebut canting.
Saya bersama Pendi. Saya memakain kaos lukis buatan Pendi

Batik Yogya dan Solo memiliki banyak perbedaan karena sejarahnya sama-sama berasal dari Keraton Mataram. Namun dalam perkembangannya keduanya memiliki perbedaan. Misalnya pada desain yang mana batik Yogya lebih terlihat gagah dan identic dengan kebesaran, sedangkan batik Solo lebih kecil. Kemudian warna dasar batik Yogya juga identic dengan warna putih, sedangkan batik Solo lebih gelap seperti cokelat atau hitam. Pendi sebagai seorang pembatik asal Dusun Jarum, Bayat, Klaten mengungkapkan bahwa perbedaan membuat batik Yogya dan Solo adalah dari keluwesannya, batik Yogya lebih luwes ddan lentik, sedangkan Solo memiliki motif yang kaku. Misalnya dalam gambar daun, batik Solo memiliki ujung yang bulat, sedangnkan batik Solo berbentuk lancip.
Beberapa batik yang dihasilkan oleh Pendi

Pendi adalah pemuda berusia 21 tahun yang hobinya membatik. Hal tersebut didukung oleh lingkungan yang mana desanya merupakan sentra batik sehingga hamper setiap rumah memiliki usaha membuat batik. Bakatnya adalah keturunan dari ibunya yang juga seorang pembatik. Sejak SMP kegemaran membatiknya sudah terlihat. Awalnya dia tertarik dalam membattik bentukan dari kayu, seperti topeng, patung, hiasan dinding, dan lain-lain. Setelah itu dia baru mencoba tertarik dengan membatik di kain. Hobinya ini diteruskan karena kain batik menurutnya sangat potensial untuk dikembangkan. Hal tersebut didukung dengan keunikan batik yang dibuatnya. Dia menggunakan bahan alami sebagai pewarna batiknya. Menurutnya menggunakan bahan alami selain dapat memanfaatkan sumber alam yang ada, juga tidak merusak kulitnya. Karena dia merasakan bahwa tangannya selalu gatal-gatal ketika mewarnai batik dengan pewarna buatan. Namun dia mengungkapkan nantinya jika permintaan pasar atau ada pesanan untuk membuat batik dengan pewarna buatan akan tetap dia buatkan.

Kamis, 30 Agustus 2018

Di Kampung Menggiling Padi, Di Kota Memakan Nasi


Musim panen telah selesai. Artinya uang memanggil para pemilik mesin giling. Karena petani mulai membutuhkan beras untuk dimasak. Kali ini Pak Sarono keliling di Dusun Karangmojo dengan mesin gilingan berasnya. Dia bertemu pelanggan pertamanya di sana. Bapak yang jenaka itu sangat menikmati pekerjaannya. Menggiling padi hanyalah sampingan untuk mengisi waktu luangnya. Kegiatan utamanya adalah bertani. Dia memiliki sawah seluas 1500m2. Setiap kali musim panen dan pekerjaan di rumahnya sudah selesai maka dia berkeliling untuk menggiling padi. Dia memiliki mesin gilingan padi sejak tahun 2013. Namun baru 3 tahun terakhir pekerjaan menggiling dirasakan tenang. Sebelumnya dia dan para penggiling lain selalu dikejar-kejar oleh polisi karena tidak memiliki izin usaha. Hal berbeda dengan tampat penggilingan padi yang menetap karena memiliki izin usaha. Namun untuk menjadi penggiling yang memiliki tempat sendiri bukanlah hal yang mudah, karena paling tidak mereka harus memiliki lahan sendiri. Artinya mereka harus mengurangi luas lahan yang digunakan untuk bertani. Terlebih jika mereka tidak memiliki tanah sendiri yang mengakibatkan harus menyewa, maka mereka pendapatan bersih mereka harus berkurang untuk membayar sewa tempat. Kurang lebih 5 sejak 5 tahun lalu, Desa Jongkangan terkenal dengan para penggiling padi keliling. “Di desa saya banyak tukang giling, ada belasan”, ungkapnya sembari memasukkan padi ke dalam mesin penggiling. Dia mendapatkan Rp350 dalam setiap kilogram beras yang sudah digiling, pemilik gabah hanya mendapatkan beras saja. Sekam dan dedak yang menjadi produk sampingan dari gabah diambil oleh pemilik mesih giling untuk pakan sapi miliknya. Namun dia juga bisa menjual sekam tersebut dengan harga Rp2.000 per karung. Begitupun jika pemilik padi yang membelinya. Pagi ini dibuka dengan gilingan yang menghasilkan beras sejumlah 98 kg. 
Proses memasukkan padi ke dalam gilingan
Klik https://www.youtube.com/watch?v=YSMSLtPAk_0 Kalau kamu mau tau caranya menggiling padi yang dilakukan Bapak Sarono.
Dia cerdas dalam menerapkan konsep hemat, yang dia akui sebagai permainan. “Begini permainannya mbak, kalau sudah bisa main semuanya gampang”, katanya setelah menjelaskan mengenai mesin gilingnya. Mesinnya dia rakit sendiri dengan bantuan teman-temannya. Hanya 1 buah mesin yang berfungsi menjadi mesin penggiling sekaligus mesin penggerak mobilnya. Hal tersebut dapat menghemat pengeluaran bahan bakar. Selain itu dia juga bercerita mengenai pendapatannya dalam setiap pekerjaan yang dia lakukan. Menurutnya menjadi petani juga harus bisa ‘bermain’. Lelaki yang berusia 45 tahun ini menggunakan sawahnya untuk menanam padi sekali saja dalam setahun. Sisa waktunya untuk menanam cabai dan sayur. Permainan itu dilakukan agar tidak rugi. Karena menurutnya dengan menanam padi terus menerus yang rugi bukan hanya dia dan keluarganya, namun tanah juga akan rugi karena kehilangan nutrisinya. Menanam padi hanyalah untuk mencukupi kebutuhan pokoknya saja, dia tidak menjual padi hasil sawahnya. Menanam cabai dan sayuran dimanfaatkan untuk dijual dan mendapatkan uang lebih banyak. karena komoditas tersebut dapat dipanen berkali-kali dalam sekali tanam, paling tidak perputaran uangnya lebih cepat.

Mendapatkan sekam padi untuk makan Sapi di rumah
Kemampuan bermainnya juga dia lakukan dalam hal berternak. Saat ini dia memiliki 8 ekor sapi. Dia menjual sapi hanya ketika musim harga tinggi saja seperti pada hari raya idul adha dan natal. Biasanya maksimal 5 ekor yang dia jual agar komposisi sapi yang ada di kandangnya beragam. Itu juga yang dia sebut sebagai permainan. Dia menyisihkan sebagian uangnya untuk membeli sapi muda yang siap dikembangkan lagi, sehingga dia harus menahan keinginan untuk membeli hal lain yang belum terlalu penting.
Pembagian lahan yang terjadi di keluarga Bapak Sarono mengikuti aturan agama yang mereka anut, yang mana lelaki lebih banyak mendapatkan bagian. Sawah yang sekarang digarap oleh Bapak Sarono adalah sebagian dari warisan dari orangtuanya. Luasan yang dimiliki sampai saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan bahkan kadang keinginannya. “Kalau tidak punya sawah saya mau makan apa?”, ungkapnya. Pekerjaan yang dia lakukan memang banyak, namun sawah tetap menjadi pemenuhan kebutuhan pokoknya. Hidup sebagai seorang petani di desa mengajarkannya untuk bersikap sederhana, namun bekerja keras itu pasti harus dilakukan. Sekeras suara mesin giling yang dia miliki, bahkan lebih. Seperti pilihannya yang hanya memiliki satu jenis mesin giling saja khusus untuk menggiling  padi menjadi beras. Ada jenis mesin lain yaitu yang memisahkan padi dengan daunnya yang digunakan dalam penggilingan padi yang baru saja dipanen. Sebetulnya jika dia mau, dia juga mampu membali atau merakit mesin jenis tersebut, namun dia menyadari bahwa membagi rejeki bukanlah hal yang buruk yang dapat dia lakukan. Tanpa memiliki 2 mesin giling sekaligus juga dia masih tetap bisa makan beras dari sawahnya. Kesederhanaan itulah yang tidak dapat ditemukan di perkotaan. Karena semua orang menjadi gila materi, jika tidak maka mereka mengira tidak akan bisa bertahan hidup. 
Salah satu mesin penggiling yang juga teman sekampung Pak Sarono

Minggu, 26 Agustus 2018

Pasar Mustokoweni Yogyakarta


Sejak Februari 2018 setiap 2 pekan sekali pada hari Sabtu di Hotel Mustokoweni selalu ramai dikunjungi orang. Penjual saling berlomba menjajakan produknya. Para pengunjung tak kalah cerdik mencari celah untuk lebih dekat dengan produk yang ditawarkan. Entah itu hanya sekedar bertanya atau bahkan membeli dalam jumlah banyak. Kurang lebih ada 20 penjual yang konsisten meramaikan pasar ini. Seluruh produk yang ditawarkan adalah produk sehat, ramah lingkungan, dan unik. Misalnya adalah makanan ringan, minuman ringan, makanan berat, bahan masakan, bumbu dapur, bahan kecantikan, herbal, kerajinan tangan, dan lain sebagainya.
Ramainya pengunjung di Pasar Mustokoweni

Pasar ini diinisiasi oleh Sarah, wanita campuran Jawa Prancis sejak bulan Mei 2016. Awalnya dia mengelola sebuah café di Sagan. Di samping itu dia memiliki keinginan agar apa yang dia miliki atau kelola harus bermafaat bagi orang lain juga. Tawaran menu yang ada di cafenya saat itu rata-rata menggunakan bahan-bahan sehat, ramah lingkungan, dan unik dari berbagai penjual, terutama di sekitar Yogyakarta. Hal itulah yang membuat dia mengenal banyak penjual. Keinginannya kemudian mengerucut agar menjadikan Sagan sebagai pasar terbuka setiap 2 pekan sekali. Di pertengahan jalan, banyak penjual dan pembeli menginginkan agar pasar tersebut lebih intens dilakukan yang akhirnya dia wujudkan dengan mengubah jadwal menjadi 1 pekan sekali. Namun lama kelamaan berubah kembali menjadi 2 pekan sekali. “Gini biar ada kangennya dulu”, alasannya sembari merapihkan produknya.
Bunga Telang Martani ada di Pasar Mustokoweni Yogyakarta

Selain sebagai ajang temu kangen bersama teman-teman sesama produser, dia juga menganggap bahwa pasar ini dapat mempercepat dan memperluas pengenalan produk dari setiap produser. Karena produk rumahan seharusnya dapat berkembang dengan baik di era sekarang. Semua orang dapat berkreasi namun jika tidak diperkealkan kepada khalayak maka tidak aka nada peminatnya. Pasar Mustokoweni adalah salah satu contoh pasar yang baik. Setiap penjual memiliki harga yang bagus langsung dari konsumen, dan konsumen juga mendapatkan produk yang berkualitas tinggi.

Jumat, 24 Agustus 2018

Lucunya Negeri (Sampah) Ini

Image result for rapat air minum dalam kemasan pejabat
Pejabat ngga mau kalah minum air minum dalam kemasan

Beberapa hari yang lalu saya mengikuti sebuah pelatihan di Jakarta. Sebuah kantor lembaga konsultan komunikasi media online. Kami dilatih untuk membuat konten yang unik sehingga banyak audience atau pembaca yang tertarik ketika kita melakukan publikasi. Saat itu salah satu kasus yang dia gunakan sebagai contoh adalah bagaimana konten yang baik untuk mengajak orang agar tidak membuang sampah di sembarang tempat. Saat itu saya tertawa dalam hati, namun sangkin lucunya membuat saya tidak bisa menahan suara cegukan keluar dari mulut saya. Presentator itu berkata “Saya juga benci sekali dengan sampah plastik, terutama kan saya suka olahraga menyelam, ketika sedang menyelam da nada plastik saya rasanya ingin marah-marah”. Awalnya tidak ada yang aneh jika hanya mendengar kalimat itu, namun yang membuat saya tisak habis pikir adalah, dii mejanya terdapat makanan ringan yang dibungkus plastik dan air mineral kemasan botol plastik yang sekal pakai. Aku bisikkan kepada teman di sebelah saya, dia masih memaklumi karena menurutnya itu adalah kepentikan presentasi. Namun saya yakin bahwa kebenciannya terhadap plastik tidak murni, itu adalah kalimat buatan yang dia harap dapat membuatnya keren di mata orang lain.

Orang Sebut Jamur Kombucha

Pertengahan bulan Agustus Martani kedatangan pemuda yang memiliki semangat belajar yang tinggi. Dia bernama Bahrul, atau biasa disebut Oge. Seorang sarjana kehutanan yang ingin menciptakan pekerjaannya sendiri ini berasal dari Ngawi, Jawa Timur. Kedatangannya ke Martani bukan baru sekali atau dua kali. Beberapa kali dia datang hingga akhrinya menetapkan diri untuk mene tap dan belajar lebih banyak di Martani, terutama mengenai pertanian dan pengolahan hasil pertanian. Setelah lulus dia masih tinggal di kota almamaternya, yaitu Bogor. Dia mencoba mengulik mengenai kopi, kombucha, hewan peliharaan, hingga menjadi investigator. Setelah perjalanan panjangnya itu akhirnya saat ini dia tertarik dengan bahan mentah yang ada di Indonesia, terutama keragaman buahnya. Beberapa waktu lalu dia sempat tinggal di Bali selama kurang lebih 4 bulan. Dia menemukan berbagai buah lokal di sana yang dihargai sangat murah. Sehingga pengalaman yang pernah didapat di Bogor untuk mengolah menjadi Bali. Selama mengolah kombucha, dia menjadi dikenal oleh banyak orang terutama komsumen kombucha. Mulai dari mahasiswa, teman di kosannya, beberapa kedai juga menyukai kombucha buatannya. Dia mengetahui bahwa di Bali juga ada beberapa pembuat kombucha, namun dia yakin bahwa setiap kombucha yang dihasilkan memiliki karakter tersendiri yang diinginkan oleh pelanggan.
Berbagai varian kombucha buah dan herbal
Kombucha adalah kumpulan bakteri baik yang berkoloni hingga membentuk struktur seperti gelatin, kemudian disebut SCOBY (Symbiotic Culture Of Bacteria and Yeast). Sekilas penampakannya seperti nata de coco dan biasanya orang menyebutnya jamur kombucha karena bentuknya yang seperti jamur. SCOBY ini dapat hidup dan berkembang biak dalam air gula, karena gula merupakan makanannya.

Jumat, 17 Agustus 2018

Ngopi di Taman Bunga

Pada tahun 2009 seorang pemuda mulai bekerja di sebuah hotel di Yogyakarta. Dia berama Yopi. Walaupun sudah berada di posisi yang lumayan tinggi, namun pada tahun 2012 dia memutuskan keluar dari pekerjaannya karena dia merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas selain pekerjaannya yang terpaku dengan kakunya jadwal. Kemudian dia memilih menjadi freelance, artinya dia bisa melakukan apa saja asal bisa paling tidak menghidupi dirinya sendiri. Tentunya melalui cara yang benar. Dia sumpat menjadi barista di beberapa kedai kopi di Yogyakarta. Kemudian akhirnya dia juga menyuplai kopi di beberapa tempat. Kegermarannya itu dilakukan hingga kini. Saat ini dia menjadi salah satu orang penting di dLumpang Cafe and Resto. Namun menjual kopi tetap dijalankannya.
Yopi membuat menu kombinasi kopi dengan bunga telang
Menjadi bagian dari sebuah cafe and resto adalah hal yang paling menyenangkan baginya saat ini. Karena dia bisa menyalurkan hobinya dalam mengolah bahan makanan dan minuman. Dia menjadi pembuat beberapa menu yang ada di cafe tersebut, terutama menu minuman. Salah satu minuman yang diminati banyak pengunjung adalah ‘blue pigeon coffee latte’. Menu unik tersebut merupakan menu kopi dengan kombinasi bunga telang pertama di Yogyakarta hasil dari keingintahuan yang tinggi dari Yopi. Dia mengatakan sendiri ketika meminum menu yang satu ini merasa seperti “ngopi di taman bunga”. Hal itu dikarenakan bunga telang ketika dikombinasikan dengan kopi maka akan lebih keluar aromanya, walaupun ketika bunga telang diseduh sendiri tidak memunculkan rasa atau aroma yang kuat. “Saya memilih ini karena lucu dan menarik gambarnya, lalu ketika pesanan datang ternyata gambarnya tidak bohong”, ucap Ais yang saat itu ditemui sedang berkunjung ke dLumpang café and resto. Temannya yang bernama Unti yang juga memesan menu minuman itu mengatakan bahwa rasanya cocok di lidah dan unik.

Jumat, 10 Agustus 2018

Organik Milik dan Untuk Siapa?

      Saat ini masyarakat sudah menyadari bahwa segala hal yang masuk ke dalam tubuhnya dapat mempengaruhi kehidupan selanjutnya. Kali ini kita berbicara mengenai pangan. Perhatian tersebut ditunjukkan dengan banyaknya permintaan produk organik di pasaran. Masyarakat sudah berani membayar mahal demi produk yang baik untuk tubuhnya. Hal yang paling mudah dilakukan adalah berbelanja bahan makanan di supermarket. Karena di sana kita bisa mendapatkan apa saja yang kita inginkan, termasuk produk organik. Mulai dari sayur, buah, bumbu, hingga kosmetik atau produk kecantikan.
Pak Wagiran sedang menanam padi
      Produk organik bagi masyarakat adalah produk yang sudah tercantum label 'sertifikat organik'. Lalu bagaimana dengan produk pertanian yang diproses secara organik namun tidak memiliki sertifikat yang disebutkan tadi? Jawabannya adalah tidak laku. Kemungkinan laku lebih rendah dari produk yang memiliki label tersebut.

Produk Pertanian menuju Kekinian

      Martani sebagai tempat belajar bagi siapa saja. Sore ini beberapa perempuan berkumpul, mulai dari anak sekolah dasar hingga ibu rumah tanga. Kali ini berkumpul untuk belajar bersama mengenai pemasaran menggunakan media online yang sekarang sedang digandrungi semua kalangan. Tingkat belanja masyarakat kali ini sangat besar terutama melalui media online, entah menggunakan media sosial maupun platform belanja lainnya. Haln tersebut terjadi karena kemudahan proses belanja itu sendiri. Berbelanja online sangat membantu bagi pembeli dan penjual, karena dimanapun kita dapat melakukan transaksi hanya dengan satu syarat, yaitu memiliki akses internet. 
      BI menyebutkan bahwa tingkat belanja online masyarakat Indonesia pada tahin 2017 mencapai Rp75 Triliun Rupiah ( https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170809151902-78-233513/belanja-online-masyarakat-indonesia-tembus-rp75-triliun ). Hal tersebut yang saat ini sedang ditangkap oleh Martani sebagai peluang agar masyarakat dapat memasarkan sendiri produk yang mereka hasilkan. Kebetulan hari ini Martani kedatangan tamu bernama Nike, seorang sarjana dari kampus ternama di Indonesia yang saat ini sedang menggeluti hobi dan pekerjaannya mengelola media online untuk berjualan. Dia sempat bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat di Bogor. Sembari bekerja, dia mulai mengelola media online nutuk berjualan ketika memiliki maktu luang. Baginya hal tersebut menjadi kesenangan tersendiri. "Apalagi waktu pertama-pertama menadapatkan orderan dari konsumen, rasanya seneng banget.", ungkapnya setelah memberikan materi.

Minggu, 05 Agustus 2018

Perempuan dan Pertanian

Perempuan kurus menjemur padi yang tak lebih dari 5 karung. Dia tidak menghitung berapa kilogram yang dia dapat. Karena memang dia tidak pernah menghitung. Biasanya kalau butuh beras tinggal dia giling saja. Tak pernah sama sekali dia menjual gabah, apalagi beras. Semua digunakan untuk keperluan makan sehari-hari di rumahnya atau dibagikan kepada anaknya. Dia baru selesai panen 2 hari yang lalu. Beberapa hari ini panasnya tidak terlalu terik sehingga padinya belum kering sempurna. Dia memprediksi 2 kali penjemuran lagi akan siap giling jika panasnya stabil seperti ini. Dia adalah Ibu Hadi. Usianya sudah 54 tahun. Namun dia setiap hari selalu pergi ke sawah. Ada saja pekerjaan yang harus dilakukan. Entah itu membersihkan rumput, mengaliri air, atau mengusir burung. Sesekali juga dia memaneh hasil sayur yang usia tanamnya hanya dalam hitungan pekan. 
Hasil panen padinya sekarang berkurang, tidak sebanyak panen musim lalu. Setelah melihat hasil panen yang seperti itu, dia memperkirakan akan membeli beras nanti di waktu ujung sebelum panen selanjutnya datang. Padinya terkena hama sejak awal penanaman, sehingga pertumbuhannya tidak maksimal. “Waktu itu kena hama yang putih-putih itu loh mba.”, ucapnya dengan nada sedih. Selain itu, ini adalah panenan padi ke 5. Sehingga bisa diduga nutrisi tanahnya sudah berkurang. Artinya setelah ini dia akan menanam palawija. Karena dia memilih malakukan penggantian komoditas berpola 5-1. Sebanyak 5 kali tanam padi, maka ada 1 kali tanam palawija. Setahun penanaman dilakukan 3 kali. Artinya pola itu dapat berputar setiap 2 tahun sekali. Biasanya dia memilih kacang, sama seperti kebanyakan petani. Dia mengaku menanam dengan cara organik. Karena tidak memakai pupuk buatan. Dia hanya menggunakan pupuk kandang saja.

Sabtu, 04 Agustus 2018

Wedang Blangkon 'Ngangetke Awak'

Hampir setiap malam tempat makan atau sekedar tempat nongkrong di setiap sudut Yogyakarta selalu ramai dikunjungi orang. Orang lokal maupun pendatang ikut meramaikannya. Banyak hal yang mereka cari, selain untuk janjian ketemuan dengan kawan juga untuk mengisi perut yang kosong, atau hanya untuk cari penghangat tubuh. “Ngangetke awak mbak.”, ucap salah satu pengunjung di Wedang Blangkon. 

Setelah sederetan tempat makan, kedai, cafe, dan lain sebagainya, terselip sebuah tempat yang unik. Bentuk tempatnya nyaris sama dengan angkringan pada umumnya, yaitu menggunakan gerobak, itu dia Wedang Blangkon. Namun jika mengamati lebih dekat, di gerobak tersebut menyajikan berbagai macam rempah-rempah seperti jahe, kunyit, kencur, sereh, jeruk nipis, dan lain-lain. Ketika masuk lebih dalam lagi kita akan dikagetkan dengan 80 jenis minuman yang disebut wedang tertulis di dalam lembar menu. Seluruh menu terbuat dari rempah-rempah. Namun ada juga rempah yang dikombinasikan dengan bahan lain seperti susu dan perasa buah. 

Pemilik memilih wedang sebagai menu utama karena kelihaiannya melihat peluang. Saat ini belum banyak warung yang menyediakan wedang sebagai menu utama, biasanya hanya menjadi menu tambahan, itupun hanya menggunakan 1 jenis rempah, misalnya wedang jahe atau wedang kencur. Sedangkan di Wedang Blangkon menyediakan banyak sekali varian rasa wedang yang merupakan hasil dari kombinasi bahan. Sehingga pengunjung memiliki kesempatan untuk meminum wedang sesuai selera. Bahkan mereka juga bisa custom komposisi apa yang mereka mau.

Kamis, 02 Agustus 2018

Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Sebagai kota pelajar tentunya Yogyakarta punya banyak tempat untuk belajar. Hingga saat ini kita masih seringkali mengartikan bahwa yang disebut belajar adalah belajar formal, yang mana terdapat status, tenggat waktu, dan berbagai aturan yang harus ditaati. Namun sesungguhnya belajar itu dimana saja. Martani Pangan Sehat hadir di Yogyakarta sejak tahun 2015 untuk menutupi kekurangan itu. Konsep belajar yang harus diperbaiki menjadi salah satu alasannya. 
Martani sedang berupaya untuk menjadi pasarnya petani. Artinya terdapat interaksi dan proses jual beli antara siapapun dengan petani. Produk yang dijual tidak terbatas jenis dan jumlah. Apapun dapat mereka jual dan beli. Martani memiliki keinginan agar produk yang dihasilkan petani dapat tersebar dan dinikmati oleh orang-orang sekitar. Hal itu berawal dari keresahan sepasang suami isteri bernama Yusup dan Rita yang seringkali melihat bahwa prosuk petani dihargai sangat murah. Selain itu mirisnya adalah produk bagus dari petani hanya dapat dimanfaatkan oleh kalangan menengah ke atas. Sehingga lagi-lagi masyarakat biasa hanya dapat menikmati sisa, yang biasanya berkualitas buruk. Kita dapat melihat, produk pertanian yang berkualitas super hanya ada di pasar modern yang mana masyarakat menengah ke bawah tidak dapat mengakses karena keterbatasan ekonomi. Padahal mereka berhak mendapatkan produk kualitas raja.

Selasa, 31 Juli 2018

Sawah Membangun Harapan

“Sawah membangun harapan” adalah ungkapan Pak Tarno ketika mengajak saya dan teman saya yang bernama Bahrul pergi ke sawahnya. Harapan apa sih yang ada di sawah, saya pun awalnya masih menerka-nerka. Kemudian bapak yang berusia 52 tahun itu meneruskan kalimatnya bahwa saat ini dia sangat berharap dengan hasil dari sawahnya. Dia tidak memiliki pekerjaan tetap namun setiap hari dia tetap ke sawah. Dia sering dipanggil orang untuk memijat. Bagi dia, bakat memijat telah dititipkan Tuhan padanya, dan dia bersyukur. Anaknya juga rupanya memiliki bakat yang diturunkan oleh ayahnya. Jadi pendapatan mereka tidak pasti, tergantung seberapa ramai permintaan pijat itu.
Tidak banyak jenis yang dia tanam. Dia memiliki sepetak tanah yang rutin ditanami padi, itu menjadi komoditas pokok yang tidak boleh digantikan. Dia juga menanam di petak yang lain berupa cabai atau tomat secara bergantian. Tanah tersebut adalah milik Pak Tri, tetangganya. Mereka memiliki kesepakatan kerjasama sendiri. Namun pendapatannya juga tidak pasti karena harga cabai dan tomat itu seringkali bergejolak. Bisa dihargai sangat rendah. Hal itu yang membuatnya berfikir untuk menanam komoditas lain.
Pak Tarno membangun harapa dari sepetak sawah
Pada suatu hari bapak beranak 4 ini berbincang dengan kawannya yang benama Pak Tri dan sekaligus pemilik tanah. Dia menyarankan agar Pak Tarno menanam bunga telang. Awalnya Pak Tarno tidak tahu sama sekali mengenai bunga telang, begitupun dengan Pak Tri yang baru tahu dari kabar mengenai Mbah Budi di Dusun Tulung. Cerita mengenai bagaimana Mbah Budi dengan bunga telangnya tidak hanya berkaitan dengan nilai materi yang didapatkan namun juga manfaat yang diberikan.

Kebun Mbah Budi

Mbah adalah sebutan untuk orang yang sudah tua. Sedangkan Mbah Budi adalah laki-laki yang tekun menanam bunga telang di Dusun Tulung, Desa Taman Martani, Kecamatan Kalasan, Yogyakarta. Lelaki yang berusia 71 tahun ini masih suka berjalan-jalan ke kebun walaupun hanya sekedar untuk mencabuti rumput atau refreshing saja. Mbah Budi telah menanam bunga telang sejak sekitar 2 tahun lalu. Saat ini tanaman bunga telangnya telah berjumlah sekitar 300. Dia hanya menyisihkan sekitar 200 msaja untuk menanam bunga telang tersebut. Tanah yang ditanami bunga telang tersebut adalah tanah yang dulu pernah digunakan untuk menanam padi. Selain bunga telang, Mbah Budi memiliki beberapa petak tanah yang dia tanami berbagai jenis tanaman seperti rosella, cabai, tomat, dan seeh wangi. Di tempat lain, Mbah Budi juga memiliki tanah yang dia tanami padi. “Saya menanam padi setahun hanya 2 kali, setelah padi lalu menanam kacang tanah atau kacang panjang.”
Mbah Budi sedang memetik bunga telang
Mbah Budi telah menjadi petani sejak muda. Saat ini dia sedang mengarahkan anak-anaknya menjadi petani juga. Namun petani seperti Mbah Budi saat ini jarang ditemui, yaitu sosok petani yang suka mencoba hal baru dan berani mengambil risiko. Buktinya dia mengerahkan sepetak tanahnya untuk menanam bunga telang, padahal dulunya dia menanam padi yang sudah jelas ada hasilnya. Sedangkan awalnya dia tidak mengetahui bunga telang itu sendiri. Risiko itu dia ambil setelah mendapatkan tawaran dari Yusup dan Rita, founder Martani Pangan Sehat agar tanahnya bisa disewa untuk menanam bunga telang. Namun Mbah Budi tidak mau dengan alasan jika tanahnya disewakan maka dia tidak bisa melakukan apa-apa. Pemikirannya sangat sederhana, karena dia memahami arti tanah bagi dirinya dan keluarganya. “Saya tidak mau sewakan tanah saya, jadi biar saya saja yang tanami bunga telang, tapi mereka (Rita dan Yusup) mencarikan bibitnya.” Sejak itulah Mbah Budi bergairah untuk melakukan hal baru.

Minggu, 29 Juli 2018

Kenapa harus beras?

Berbuka bersama sudah menjadi agenda tahunan untuk reunian. Kemarin sore, saya berbuka bersama, namun bukan dengan kawan lama, semua tidak saling mengenal. Kita bertemu tidak sengaja di Pawon Martani Pangan Sehat, karena hari sudah menjelang sore akhirnya kami memutuskan untuk berbuka bersama. 
Seperti biasa, takjil menjadi nomor satu yang dicari, mulai dari minuman segar seperti es buah, es campur, es kelapa, hingga camilan manis dan gorengan (wow, ini sih pasti wajib buat saya). Kemudian beberapa dari mereka langsung bersiap makan berat (seberat apa tuh?). Kebetulan tadi siang kami di Martani menerima orderan catering untuk makan sehat di suatu panti asuhan, jadi masih ada sisa yang sengaja untuk berbuka. Pada akhirnya semua orang makan nasi (kecuali saya ya). Ada satu orang yang terkaget karena saya tidak makan nasi. "Hah mba ngga makan nasi? Kenapa?", tanyanya buru-buru. Saya hanya senyum saja dan bilang "diverersifikasi pangan Mba". Ambil saja bahasa kerennya. Intinya lagi ingin mengurangi konsumsi nasi saja (udah ngerasa gendut banget).

Secara teori, pengertian diversifikasi pangan banyak sekali namun pada dasarnya adalah menyediakan pangan yang beragam jenis sehingga tidak mengkonsumsi hanya satu jenis pangan saja. Hal tersebut penting diperhatikan, terutama untuk kesehatan tubuh. Jika melihat lebih luas ya dampaknya pada lingkungan. Manusia membutuhkan beragam jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh, karena setiap makanan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Misalnya karnohidrat, protein, mineral, vitamin, serat, dan lain-lain. Ah saya rasa  kita sudah sama-sama tahu.

Jadi kalau makan karbohidrat ya jangan nasi saja, mentang-mentang mbahmu petani padi terus keenakan makan nasi. Pagi sarapan nasi, siang makan nasi, malam maunya nasi lagi. "Ngga makan nasi ya ngga makan itu namanya", begitu kata kebanyakan orang. Iya orang kita kalo ngga masuk nasi ya ngga kenyang, padahal udah nyemil gorengan, jongkong (kue basah khas jawa terbuat dari tepung beras), singkong rebus, dan lain-lain. 

Kenapa harus beras? Padahal beras bukan makanan pokok orang Indonesia aslinya. Sagu adalah makanan pokok kita sebenrnya. Ada sebuah riset yang mengatakan bahwa nenek moyang kita dulunya makan sagu. Dia menemukan ada peninggalan sejarah di Candi Borobudur yang tergambar orang dengan pohon sagu. Saat ini makan sagu dibilang kuno, dibilang seperti orang pedalaman. Padahal tidak sama sekali. Beras masuk ke Indonesia adalah bawaan dari pedagang dari India. Kemudian orang kita berbondong-bondong makan nasi.

Kalau mau dilihat lagi, sumber karbohidrat yang kita miliki tuh banyak loh, mulai dari umbi-umbian hingga biji-bijian selain beras. Misalnya sorgum. Selama ini sorgum masih dipandang sebagai pangan minoritas, khususnya di Asia. (Susilowati dan Saliem) sebagai produsen utama sorgum India juga sebagai konsumen terbesar sorgum di Asia secara keseluruhan.

Budi daya sorgum sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, terutama di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebetulnya sorgum sebagai pangan alternatif di Indonesia cukup potensial dikembangkan dalam rangka diversifikasi pangan lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi terigu sebagai bahan pangan impor.


The main reason why do we choose sorghum as the main business is sorghum has so many function for human health: to keep human digestion system, to protect from cancer, diabetic control, health bone, to raise circulation and production of red cell bloods, and other.

Angkringan Sehat Mba Mar

Setiap sore, aroma masakan Mba Maryati selalu menggoda. Hal inilah yang selalu menggagalkan orang untuk melakukan diet. Mba Maryati adalah seorang ibu dari 2 anak perempuan yang memiliki angkringan (warung makan khas Yogyakarta) di Dukuh Karangmojo, Desa Tamanmartani, Kecamatan Kalasan, Yogyakarta. Dia menjual berbagai jenis makanan seperti kerupuk, berbagai macam gorengan, nasi goreng, mie goreng, ayam goreng dengan berbagai bagian, dan tentunya nasi kucing khas Yogya yang wajib ada di semua angkringan. Selain itu dia juga menjual berbagai jenis minuman seperti jahe, jeruk, dan berbagai jenis kopi saset yang siap seduh.
Mba Mar sibuk melayani pembelinya
Pengunjung bisa makan langsung di angkringan atau dibawa pulang. Suasana angkringan mulai ramai sejak dagangannya dihidangkan. Bahkan terkadang sebelum itu pengunjung sudah memesan terlebih dahulu. Mba Mar (sebutan akrab Mba Maryati) membuka angkringannya pada pukul 3.30 sore. Dia memulai aktivitasnya di pagi buta, karena dia harus ke pasar untuk berbelanja bahan yang akan dimasaknya, melakukan tugasnya sebagai ibu dan istri untuk mempersiapkan keperluan anak-anaknya dan suaminya, serta mengurus rumah.
Ketika hari berganti menjadi malam, angkringan Mba Mar sangat ramai dukunjungi. Hal ini bertepatan dengan waktu makan malam, namun tidak menutup kemungkinan karena cuaca dingin yang mengakibatkan orang ingin menikmati makanan atau minuman hangat. Selain itu beberapa bapak-bapak juga dating hanya untuk sekedar ngopi dan berbincang dengan pengunjung lain sebagai rekreasi setelah seharian bekerja. Sebelum tengah malam, pada pukul 21.00 biasanya dagangan sudah habis. Pembelinya dari berbagai dusun, seperti bogem, keninten, karangmojo, dan sekiratnya. 
Dagangan Mba Mar tidak sepenuhnya buatan dia sendiri. Beberapa jenis kerupuk dibeli di pasar seperti kerupuk bawang dan kerambak. Rempeyek, mie goreng, dan nasi goreng adalah tititpan tetangga. Dia mengakui bahwa hubungan baik dengan tetanga tidak cukup hanya dengan beramah tamah namun juga dilakukan dengan hal yang lebih nyata seperti yang dia lakukan saat ini. Membagi ruang pasar bagi tetangga dianggapnya dapat membuat hubungan antartetangga lebih baik. Mba Mar percaya bahwa rejeki sudah ada yang mengatur, maka dia hanya menjalankan apa yang harus terjadi.

Rabu, 30 Mei 2018

From Garden to Table





We have known about the principle of primary and secondary needs since primary school. The primary human needs are food, boards, and clothing. It is repeated by our teacher many times when teaching. Food (then interpreted food and drink) is never separated from humans. But do we really understand the origin of the food we use it? It should be a big concern for us. This time I understand why the food is a staple. Without eating we can’t do anything.






Busy activity often makes us unable to control body needs. Working demands sometimes make us leave breakfast because we have to arrive at the office in the morning, also we need to counting the traffic travel happen, so we must leave even before sunrise. The rest time given by the office is not too long, so we choose fast food to get back to work on time. We also often use the time after work to eat at the restaurant, the reason is because we are already tired if we have to cooking by ourself.




Indeed we must pay close attention to everything that goes into the body, especially food. This is important because it has both short and long-term effects. Often we just realize it if we've ever experienced bad things in our body, such as illness until we need to be treated and sacrifice the time to take off absent.

Selasa, 29 Mei 2018

Sehat dengan Tepung Lokal

Kebutuhan gandum di Indonesia tergolong tinggi tinggi. Kebutuhan terbesar berada pada industri terigu. Permintaan produk mie dan roti sebagai makanan manusia, serta kebutuhan pakan ternak menjadi penyebabnya. Selain itu masyarakat Indonesia juga gemar sekali mengkonsumsi gorengan yang berbahan dasar terigu. Terigu dipilih karena rasanya yang gurih serta kemudahan untuk mendapatkan di warung-warung kecil.
Namun sayangnya gandum yang digunakan merupakan hasil impor. Gandum tersebut berasal dari antara lain dari Australia, Ukraina, Kanada, Amerika Serikat, Bulgaria, Moldova, Urugai, Rusia, dan lainnya. Tingkat impor gandum selalu meningkat. Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) mengungkapkan bahwa pada tahun 2017 volume impor gandum mengalami kenaikan 9% dari tahun sebelumnya menjadi 11.48 juta ton. Nilainya juga meningkat 9.9% dari tahun sebelumnya menjadi US$2.65 miliar. "Indonesia sekarang sudah menjadi negara pengimpor gandum terbesar di dunia, melampaui Mesir," kata Dwi Andreas Santoso sebagai guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Maret 2018.
Pada kenyataannya, Indonesia memiliki sumber daya lain untuk menggantikan gandum sebagai bahan dasar terigu/ tepung. Kita memiliki singkong, ganyong, beras, pisang, garut, kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai, dan berbagai macam bahan lainnya. Kemudian jika dikombinasikan dengan komposisi tertentu akan menghasilkan rasa dan tekstur yang mirip dengan tepung berbahan dasar gandum.

Senin, 28 Mei 2018

Sticky Friendship

The sticky rice is a type of seeds that looks like rice (which we used to be Indonesian main food/ rice). Physical appearance can usually be distinguished from its colour. Rice looks more transparent while sticky rice has a milky white colour. Sticky rice can live in Asia, including Indonesia. But Indonesian people prefer to plant rice because rice is still considered more basic than the sticky rice, although the price of sticky rice is higher than rice. In addition, sticky rice cultivation is also relatively more difficult.
Sticky rice can be processed into various products, especially food. Indonesia has various types of snacks made from sticky rice. The serving of sticky rice into a sweet food is often chosen by people in Java. For example onde-onde, lemper, klepon, cenil, wajik, and many more. Each region has its own name and characteristics in processing it.
Martani with HMPPI

Minggu, 22 April 2018

Hari Bumi 2018


Bumi adalah satu-satunya planet di dunia yang dapat ditinggali oleh manusia. Hal itu berkaitan dengan ketersediaan oksigen, air, dan beberapa materi lain yang mendukung kelangsungan hidup manusia. Namun belakangan ini bumi sedang mengalami berbagai ancaman. Beberapa ancaman tersebut disebabkan karena kegiatan manusia.

Salah satu yang manusia lakukan adalah memproduksi sampah yang berlebihan. Samakin hari sampah semakin banyak. Selain memproduksi, manusia juga malas untuk mengelola sampah yang dihasilkan. Sehingga berujung menjadi berserakan di seluruh tempat. Seringkali ditemukan sampah yang menggantung di atas pohon, sampah yang tertumpuk di atas tanah hingga terpendam di dalam tanah tersebut, di pinggiran trotoar yang dapat mengganggu para pejalan kaki, sampah di selokan, di sungai, hingga sampah yang terdampar hingga di tengah laut.

Sabtu, 14 April 2018

Mereka Adalah Teman


Waktu bersama mereka selalu terasa cepat. Walaupun awalnya aku memang tidak pernah merasa cocok dengan mereka. Anak kecil yang bawel, banyak bertanya, suka bikin jengkel, dan segala macamnya ada dalam diri mereka. Maklum saja, mereka masih banyak ingin tahu.
Aku memang tidak pernah memikirkan untuk menjadi guru ataupun tenaga pendidik lainnya. Walaupun ibuku sangat menginginkan aku menajdi guru, mengikuti jejaknya. “Mba, jadi guru itu banyak pahalanya. Semakin banyak kamu membagi ilmu maka ilmu kamu juga semakin bertambah”, katanya. Aku tetap pada pendirianku, maunya sih punya pekerjaan sendiri, menanam kek, mengolah sesuatu kek, atau apapun itu.

Takdir berkata lain, aku dikirim ke pulau yang nun jauh dari tempat tinggalku. Ya, Sulawesi, utara lagi. Pernah sih kepikiran untuk ke sini, tapi dalam rangka liburan. Ke Bunaken kek, ke Bogani Nani kek, atau tempat lainnya yang memang terkenal keindahan di sini. Tapi Tuhan menuntunku untuk menjadi seorang edukator, tenaga pendidik yang tidak pernah terfikirkan olehku.
Ini bukanlah hal yang mudah bagiku. Pertama, aku tidak suka dengan anak-anak. Kedua, karena ini sangat menyimpang dari banyak mata kuliahku di kampus yang pada dasarnya belajar mengenai ekonomi. Akuntansi lah, sumberdaya manusia lah, manajemen proyek lah, atau manajemen pemasaran. Oke ini adalah jawaban bahwa dunia tidak sesempit itu. Menjadi seorang edukator tidak harus lulus dari jurusan pendidikan, menjadi banker tidak harus seorang sarjana ekonomi, konservasionis juga tidak harus lulusan dari fakultas kehutanan.
Banyak hal yang harus aku pelajari di sini. Awam sih engga, karena dulu untungnya pas kuliah aktif di organisasi pecinta alam. Enak kan tinggal improvisasi agar bisa ngomong sama anak-anak. Dasarnya sudah dapet. Ngomongin hutan? Tahu sih walaupun sedikit. Ngomongin laut? Ya paling ngga dulu kalo snorkeling suka nanya-nanya apa sih terumbu karang? Kenapa harus ada itu terumbu karang? Dan lain-lain. Ngomongin burung? Ya dulu suka pengamatan burung sama senior, walaupun bebal banget untuk ngapalin nama ilmiah, lidah suka keclitut. Kalo ngomongin pertanian, ya sedikit tau dong, kan almamaternya pertanian dan dulu suka menanam singkong di samping sekretariat.