Rabu, 24 Juni 2015

Apakah kamu telur? kentang? atau biji kopi?

Diantara burung yang terbang di langit
Hanya satu yang nampak gagah mengepakkan sayapnya
Dia sangat menikmati angin yang menabrak wajahnya
Paruhnya kecil namun kakinya terlihat kokoh
Matahari terbenam memantulkan cahayanya ke bulu sang burung
Biru kehitaman menegaskan bahwa ia memang menarik

Tak lama kemudian ia bertengger ke pepohonan yang telah rapuh
Matanya seolah sedang mencari suatu hal
Kanan, kiri, agak menyerong, dan semua sudut ia jelajahi dengan matanya
Sayangnya ia tak dapat memutar lehernyaa untuk melihat ke belakang
Wajahnya yang riang berubah memurung, entah apa yang ia pikirkan

Seekor burung cantik dengan kaki yang pincang diam-diam mengintai
Ia berdiri mengintip dari kejauhan belakang si Biru
Si pincang tak mengerti bagaimana mengungkapkan keinginannya
Yang ia tahu hanyalah mencintainya dari kejauhan
Tidak memikirkan si Biru yang sedang mencari apa yang dicari

Diam dan menunggu, hanya itu yang dilakukan si Pincang
Namun ia tetap berusaha menutupi kelemahannya
Ia tak pernah sedikitpun mengeluh untuk selalu sendiri
Si Biru terus berkelana melukis kisahnya di langit
Sedkiti demi sedikit ia mengumpulkan ranting dan dedaunan

Tak ada yang menyangka matanya yang menjelajah waktu itu
Ya, itu ia lakukan untuk mencari singgasana yang nyaman sebagai rumahnya
Diam-diam si Biru juga telah lama mengintai si Pincang
Niat tulusnya adalah merajut kasih dengan burung berbulu kemerahan itu
Menggendongnya untuk tinggal bersama dalam satu sarang

Mereka saling mencintai sepenuh hati
Langit menjadi kesukaan mereka
Hidup bahagia selamanya
Selama masih ada langit
Dan sarang yang nyaman di bulunya

Twitter : @viedela_ve
IG : veviedelaak
Email : veviedelaak@gmail.com
Phone : 085742283163

Selasa, 16 Juni 2015

Cahaya Bunda

Dialah yang selalu heran dengan segala perbuatanku. bermain dengan saudara kaleng tua (vespa), bercengkrama dengan kucing buluk, fokus dengan ponsel genggamku, kebiasaan susah mandi, dan sebagainya. Nampaknya dia mulai terbiasa dengan kekonyolan yang kuperbuat. Kekonyolan terbaru adalah mengajaknya untuk mendaki sebuah bukit. Ya, kua ajak dirinya untuk sejenak menikmati keindahan-Nya di sebuah bukit bernama Sikunir. Akhir-akhir ini Sikunir yang terletak di Dieng, Jawa Tengah menjadi trend pembicaraan para pemburu keidahan.

Dia selalu memuji keindahan itu dari beberapa lembar foto yang sering kuperlihatkan padanya. "Daripada hanya melihat di foto saja mending kita lihat langsung.". Tidak kusangka dia menyetujuinya. Oke waktunya bernagkat. Kebetulan ada satu kawanku yang juga ingin pergi ke sana, namanya Cepot. Lucu ya? Ya memang mukanya mirip wayang golek berwajah merah asli Tanah Sunda itu loh, bedanya Cepot yang ini mukanya coklat sawo hampir busuk. Oh ya hampir lupa, aku juga mengajak teman kecilku bernama Dasir orang ngapak yang gaya bicaranya selalu membuat orang tertawa.

Menunggu Cepot di Pertigaan Dieng

Kembali ke topik. Aku, bunda, dan Dasir berangkat dari rumah di siang hari, keadaan saat itu hujan lebat. Apakah ini pertanda buruk? Kami berjanjian dengan Cepot di pertigaan depan terminal Dieng.

Ujikesabaran pertama adalah menunggu selama berjam-jam. sampai ngantuk, lapar, dan sedikit-sedikit muncul prasangka buruk. Beda dengan Bunda yang dengan sabar untuk berprasangka baik. Beda juga dengan Dasir yang selalu bertanya "Dia sampe mana?"



Waktu menjawab pertanyaan kami, Cepot datang dengan muka tak berdosa. Yasudah lanjut saja untuk langsung ke tempat tujuan. Jalanan berkelok dengan lubang jalanan yang tidak beraturan membuat Bunda agak merasa ngeri. Dataran tinggi memang identik dengan kondisi tersebut, ditambah dengan jalanan yang naik turun. Hanya beberapa menit saja kami sampai di lapangan awal pendakian Bukit Sikunir. Pendaki dilarang untuk menginap di puncak, jadi terpaksa kami mendirikan tenda di lapangan itu.

Kali pertama bermalam dengan orang-orang tersayang, bunda dan sahabat-sahabatku. Malam itu rupanya bersahabat juga dengan kami. Sedikit demi sedikit bintang bermunculan menemani obrolan sederhana kami. Tidak lupa bercangkir-cangkir kopi dan teh hangat merasuki tubu kami. Tidak mengnal lagi kesunyian, yang ada hanya tawa yang memecah langit dan membangunkan bulan. Jika Payung Teduh punya lagu Menuju Senja, kami punya kenyataan menuju pagi. Karena mata kami enggan terpejam untuk sedikitpun melewatkan waktu kebersamaan itu (lebay kan sampai tak sedetikpun terpejam). 
 
Sebelum sang fajar datang terlebih dulu kami menjemputnya. Aku menggandeng hangat tangan bundaku untuk mendaki bersama ke Puncak Sikunir. Setengah perjalanan kami menikmati lampu-lampu yang satu per satu mulai dipadamkan. Cahaya mentari pun sedikit-sedikit menyelinap diantara dedaunan. Agak lama ya, karena bundaku sudah lumayan lemas dan harus banyak istirahat di perjalanan. Setelah sabar berjalan akhirnya bundaku sampai loh di puncak itu. Aku sangat bersyukur bunda bisa menikmatinya bukan hanya dalam lembaran fotoku, ya ngga?
Akhirnya tersenyum juga. Fb : Intan Nur Aini
Tau kan lembutnya, hangatnya, indahnya cahaya matahari pagi? Itulah kiasan untuk bundaku. Orang yang kuat, mimpi yang tinggi, tapi tetap lembut, hangat, dan cantik. 


ini bundaku, mana bundamu?
ini sahabatku, mana sahabatmu?
inilah kebahagiaan dari Tuhan.

Seseorang yang selalu bersinar di depan anaknya, selalu memberikan semangat di pagi hari, menyadarkan di siang hari, dan melelapkan di malam hari.
Maafkan aku yang hanya begini-begini saja kerjaannya. Merenung, menghayal, dan memikirkan hal yang tidak penting. Yang pasti aku tidak mau kehilangan CAHAYA BUNDA ku
twitter : @viedela_ve
IG : veviedelaak
phone : 085742283163

Surat untuk Tuhan

Ramadhan datang lagi. Aku belum mempersiapkan apapun untuk menyambutmu. Akulah si dekil, kotor, dan najis penuh dosa.  Aku malu untuk menyambut kedatanganmu tanpa sesuatu yang kuimpikan pada kehadirannmu tahun lalu. Setahun lalu kau memberikan sebuah nilai yang kujanjikan akan kupebaiki tahun ini. Seperti sebuah kompetisi yang kulakukan dengan waktu. Waktu berjalan lebih cepat dari yang kubayangkan tanpa meninggalkan kesalahan sedikitpun. Tapi aku? Banyak yang kulewatkan sampai saat ini. janjiku pada bunda, janjiku pada langit, dan janjiku pada diriku sendiri semua menjadi ingkar oleh diriku sendiri. Nyatanya aku berdusta.  Tapi mengapa tanpa dendam kau tetap mengunjungiku?  Bahkan kau rela menghapuskan dosa-dosaku tanpa pamrih. Masihkah aku pantas mendapatkannya?
Tuhan maafkan segala langkahku yang terlalu sering menyimpang. Maafkan segala pikiran busukku mengenai alam raya beserta isinya. Maafkan mataku yang selalu melirik hal bodoh yang tidak wajar dilakukan oleh seorang muslimah. Seluruh tubuhku yang melakukan yang Kau larang. Aku rela untuk dihempaskan ke dunia hitam agar aku dapat kembali ke keindahanmu dengan suci Tuhan.

Kalau ditanya apakah aku siap mati? Ah rasanya pertanyaan itu bodoh. Atau aku yang tidak berani karena aku belum punya “celengan” untuk menuju-Mu?
Aku tak lai berani untuk berjanji. aku hanya ingin melwatkan Ramadahnku bersama Tuhan, Bunda, Restu, dan sanak saudara dengan ketenangan. Marhaban Ya Ramadhan. Maafkan segala kesalahan kawan.

twitter: @viedela_ve
IG : veviedelaak
phone : 085742283163