Kamis, 30 Agustus 2018

Di Kampung Menggiling Padi, Di Kota Memakan Nasi


Musim panen telah selesai. Artinya uang memanggil para pemilik mesin giling. Karena petani mulai membutuhkan beras untuk dimasak. Kali ini Pak Sarono keliling di Dusun Karangmojo dengan mesin gilingan berasnya. Dia bertemu pelanggan pertamanya di sana. Bapak yang jenaka itu sangat menikmati pekerjaannya. Menggiling padi hanyalah sampingan untuk mengisi waktu luangnya. Kegiatan utamanya adalah bertani. Dia memiliki sawah seluas 1500m2. Setiap kali musim panen dan pekerjaan di rumahnya sudah selesai maka dia berkeliling untuk menggiling padi. Dia memiliki mesin gilingan padi sejak tahun 2013. Namun baru 3 tahun terakhir pekerjaan menggiling dirasakan tenang. Sebelumnya dia dan para penggiling lain selalu dikejar-kejar oleh polisi karena tidak memiliki izin usaha. Hal berbeda dengan tampat penggilingan padi yang menetap karena memiliki izin usaha. Namun untuk menjadi penggiling yang memiliki tempat sendiri bukanlah hal yang mudah, karena paling tidak mereka harus memiliki lahan sendiri. Artinya mereka harus mengurangi luas lahan yang digunakan untuk bertani. Terlebih jika mereka tidak memiliki tanah sendiri yang mengakibatkan harus menyewa, maka mereka pendapatan bersih mereka harus berkurang untuk membayar sewa tempat. Kurang lebih 5 sejak 5 tahun lalu, Desa Jongkangan terkenal dengan para penggiling padi keliling. “Di desa saya banyak tukang giling, ada belasan”, ungkapnya sembari memasukkan padi ke dalam mesin penggiling. Dia mendapatkan Rp350 dalam setiap kilogram beras yang sudah digiling, pemilik gabah hanya mendapatkan beras saja. Sekam dan dedak yang menjadi produk sampingan dari gabah diambil oleh pemilik mesih giling untuk pakan sapi miliknya. Namun dia juga bisa menjual sekam tersebut dengan harga Rp2.000 per karung. Begitupun jika pemilik padi yang membelinya. Pagi ini dibuka dengan gilingan yang menghasilkan beras sejumlah 98 kg. 
Proses memasukkan padi ke dalam gilingan
Klik https://www.youtube.com/watch?v=YSMSLtPAk_0 Kalau kamu mau tau caranya menggiling padi yang dilakukan Bapak Sarono.
Dia cerdas dalam menerapkan konsep hemat, yang dia akui sebagai permainan. “Begini permainannya mbak, kalau sudah bisa main semuanya gampang”, katanya setelah menjelaskan mengenai mesin gilingnya. Mesinnya dia rakit sendiri dengan bantuan teman-temannya. Hanya 1 buah mesin yang berfungsi menjadi mesin penggiling sekaligus mesin penggerak mobilnya. Hal tersebut dapat menghemat pengeluaran bahan bakar. Selain itu dia juga bercerita mengenai pendapatannya dalam setiap pekerjaan yang dia lakukan. Menurutnya menjadi petani juga harus bisa ‘bermain’. Lelaki yang berusia 45 tahun ini menggunakan sawahnya untuk menanam padi sekali saja dalam setahun. Sisa waktunya untuk menanam cabai dan sayur. Permainan itu dilakukan agar tidak rugi. Karena menurutnya dengan menanam padi terus menerus yang rugi bukan hanya dia dan keluarganya, namun tanah juga akan rugi karena kehilangan nutrisinya. Menanam padi hanyalah untuk mencukupi kebutuhan pokoknya saja, dia tidak menjual padi hasil sawahnya. Menanam cabai dan sayuran dimanfaatkan untuk dijual dan mendapatkan uang lebih banyak. karena komoditas tersebut dapat dipanen berkali-kali dalam sekali tanam, paling tidak perputaran uangnya lebih cepat.

Mendapatkan sekam padi untuk makan Sapi di rumah
Kemampuan bermainnya juga dia lakukan dalam hal berternak. Saat ini dia memiliki 8 ekor sapi. Dia menjual sapi hanya ketika musim harga tinggi saja seperti pada hari raya idul adha dan natal. Biasanya maksimal 5 ekor yang dia jual agar komposisi sapi yang ada di kandangnya beragam. Itu juga yang dia sebut sebagai permainan. Dia menyisihkan sebagian uangnya untuk membeli sapi muda yang siap dikembangkan lagi, sehingga dia harus menahan keinginan untuk membeli hal lain yang belum terlalu penting.
Pembagian lahan yang terjadi di keluarga Bapak Sarono mengikuti aturan agama yang mereka anut, yang mana lelaki lebih banyak mendapatkan bagian. Sawah yang sekarang digarap oleh Bapak Sarono adalah sebagian dari warisan dari orangtuanya. Luasan yang dimiliki sampai saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan bahkan kadang keinginannya. “Kalau tidak punya sawah saya mau makan apa?”, ungkapnya. Pekerjaan yang dia lakukan memang banyak, namun sawah tetap menjadi pemenuhan kebutuhan pokoknya. Hidup sebagai seorang petani di desa mengajarkannya untuk bersikap sederhana, namun bekerja keras itu pasti harus dilakukan. Sekeras suara mesin giling yang dia miliki, bahkan lebih. Seperti pilihannya yang hanya memiliki satu jenis mesin giling saja khusus untuk menggiling  padi menjadi beras. Ada jenis mesin lain yaitu yang memisahkan padi dengan daunnya yang digunakan dalam penggilingan padi yang baru saja dipanen. Sebetulnya jika dia mau, dia juga mampu membali atau merakit mesin jenis tersebut, namun dia menyadari bahwa membagi rejeki bukanlah hal yang buruk yang dapat dia lakukan. Tanpa memiliki 2 mesin giling sekaligus juga dia masih tetap bisa makan beras dari sawahnya. Kesederhanaan itulah yang tidak dapat ditemukan di perkotaan. Karena semua orang menjadi gila materi, jika tidak maka mereka mengira tidak akan bisa bertahan hidup. 
Salah satu mesin penggiling yang juga teman sekampung Pak Sarono

Minggu, 26 Agustus 2018

Pasar Mustokoweni Yogyakarta


Sejak Februari 2018 setiap 2 pekan sekali pada hari Sabtu di Hotel Mustokoweni selalu ramai dikunjungi orang. Penjual saling berlomba menjajakan produknya. Para pengunjung tak kalah cerdik mencari celah untuk lebih dekat dengan produk yang ditawarkan. Entah itu hanya sekedar bertanya atau bahkan membeli dalam jumlah banyak. Kurang lebih ada 20 penjual yang konsisten meramaikan pasar ini. Seluruh produk yang ditawarkan adalah produk sehat, ramah lingkungan, dan unik. Misalnya adalah makanan ringan, minuman ringan, makanan berat, bahan masakan, bumbu dapur, bahan kecantikan, herbal, kerajinan tangan, dan lain sebagainya.
Ramainya pengunjung di Pasar Mustokoweni

Pasar ini diinisiasi oleh Sarah, wanita campuran Jawa Prancis sejak bulan Mei 2016. Awalnya dia mengelola sebuah café di Sagan. Di samping itu dia memiliki keinginan agar apa yang dia miliki atau kelola harus bermafaat bagi orang lain juga. Tawaran menu yang ada di cafenya saat itu rata-rata menggunakan bahan-bahan sehat, ramah lingkungan, dan unik dari berbagai penjual, terutama di sekitar Yogyakarta. Hal itulah yang membuat dia mengenal banyak penjual. Keinginannya kemudian mengerucut agar menjadikan Sagan sebagai pasar terbuka setiap 2 pekan sekali. Di pertengahan jalan, banyak penjual dan pembeli menginginkan agar pasar tersebut lebih intens dilakukan yang akhirnya dia wujudkan dengan mengubah jadwal menjadi 1 pekan sekali. Namun lama kelamaan berubah kembali menjadi 2 pekan sekali. “Gini biar ada kangennya dulu”, alasannya sembari merapihkan produknya.
Bunga Telang Martani ada di Pasar Mustokoweni Yogyakarta

Selain sebagai ajang temu kangen bersama teman-teman sesama produser, dia juga menganggap bahwa pasar ini dapat mempercepat dan memperluas pengenalan produk dari setiap produser. Karena produk rumahan seharusnya dapat berkembang dengan baik di era sekarang. Semua orang dapat berkreasi namun jika tidak diperkealkan kepada khalayak maka tidak aka nada peminatnya. Pasar Mustokoweni adalah salah satu contoh pasar yang baik. Setiap penjual memiliki harga yang bagus langsung dari konsumen, dan konsumen juga mendapatkan produk yang berkualitas tinggi.

Jumat, 24 Agustus 2018

Lucunya Negeri (Sampah) Ini

Image result for rapat air minum dalam kemasan pejabat
Pejabat ngga mau kalah minum air minum dalam kemasan

Beberapa hari yang lalu saya mengikuti sebuah pelatihan di Jakarta. Sebuah kantor lembaga konsultan komunikasi media online. Kami dilatih untuk membuat konten yang unik sehingga banyak audience atau pembaca yang tertarik ketika kita melakukan publikasi. Saat itu salah satu kasus yang dia gunakan sebagai contoh adalah bagaimana konten yang baik untuk mengajak orang agar tidak membuang sampah di sembarang tempat. Saat itu saya tertawa dalam hati, namun sangkin lucunya membuat saya tidak bisa menahan suara cegukan keluar dari mulut saya. Presentator itu berkata “Saya juga benci sekali dengan sampah plastik, terutama kan saya suka olahraga menyelam, ketika sedang menyelam da nada plastik saya rasanya ingin marah-marah”. Awalnya tidak ada yang aneh jika hanya mendengar kalimat itu, namun yang membuat saya tisak habis pikir adalah, dii mejanya terdapat makanan ringan yang dibungkus plastik dan air mineral kemasan botol plastik yang sekal pakai. Aku bisikkan kepada teman di sebelah saya, dia masih memaklumi karena menurutnya itu adalah kepentikan presentasi. Namun saya yakin bahwa kebenciannya terhadap plastik tidak murni, itu adalah kalimat buatan yang dia harap dapat membuatnya keren di mata orang lain.

Orang Sebut Jamur Kombucha

Pertengahan bulan Agustus Martani kedatangan pemuda yang memiliki semangat belajar yang tinggi. Dia bernama Bahrul, atau biasa disebut Oge. Seorang sarjana kehutanan yang ingin menciptakan pekerjaannya sendiri ini berasal dari Ngawi, Jawa Timur. Kedatangannya ke Martani bukan baru sekali atau dua kali. Beberapa kali dia datang hingga akhrinya menetapkan diri untuk mene tap dan belajar lebih banyak di Martani, terutama mengenai pertanian dan pengolahan hasil pertanian. Setelah lulus dia masih tinggal di kota almamaternya, yaitu Bogor. Dia mencoba mengulik mengenai kopi, kombucha, hewan peliharaan, hingga menjadi investigator. Setelah perjalanan panjangnya itu akhirnya saat ini dia tertarik dengan bahan mentah yang ada di Indonesia, terutama keragaman buahnya. Beberapa waktu lalu dia sempat tinggal di Bali selama kurang lebih 4 bulan. Dia menemukan berbagai buah lokal di sana yang dihargai sangat murah. Sehingga pengalaman yang pernah didapat di Bogor untuk mengolah menjadi Bali. Selama mengolah kombucha, dia menjadi dikenal oleh banyak orang terutama komsumen kombucha. Mulai dari mahasiswa, teman di kosannya, beberapa kedai juga menyukai kombucha buatannya. Dia mengetahui bahwa di Bali juga ada beberapa pembuat kombucha, namun dia yakin bahwa setiap kombucha yang dihasilkan memiliki karakter tersendiri yang diinginkan oleh pelanggan.
Berbagai varian kombucha buah dan herbal
Kombucha adalah kumpulan bakteri baik yang berkoloni hingga membentuk struktur seperti gelatin, kemudian disebut SCOBY (Symbiotic Culture Of Bacteria and Yeast). Sekilas penampakannya seperti nata de coco dan biasanya orang menyebutnya jamur kombucha karena bentuknya yang seperti jamur. SCOBY ini dapat hidup dan berkembang biak dalam air gula, karena gula merupakan makanannya.

Jumat, 17 Agustus 2018

Ngopi di Taman Bunga

Pada tahun 2009 seorang pemuda mulai bekerja di sebuah hotel di Yogyakarta. Dia berama Yopi. Walaupun sudah berada di posisi yang lumayan tinggi, namun pada tahun 2012 dia memutuskan keluar dari pekerjaannya karena dia merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas selain pekerjaannya yang terpaku dengan kakunya jadwal. Kemudian dia memilih menjadi freelance, artinya dia bisa melakukan apa saja asal bisa paling tidak menghidupi dirinya sendiri. Tentunya melalui cara yang benar. Dia sumpat menjadi barista di beberapa kedai kopi di Yogyakarta. Kemudian akhirnya dia juga menyuplai kopi di beberapa tempat. Kegermarannya itu dilakukan hingga kini. Saat ini dia menjadi salah satu orang penting di dLumpang Cafe and Resto. Namun menjual kopi tetap dijalankannya.
Yopi membuat menu kombinasi kopi dengan bunga telang
Menjadi bagian dari sebuah cafe and resto adalah hal yang paling menyenangkan baginya saat ini. Karena dia bisa menyalurkan hobinya dalam mengolah bahan makanan dan minuman. Dia menjadi pembuat beberapa menu yang ada di cafe tersebut, terutama menu minuman. Salah satu minuman yang diminati banyak pengunjung adalah ‘blue pigeon coffee latte’. Menu unik tersebut merupakan menu kopi dengan kombinasi bunga telang pertama di Yogyakarta hasil dari keingintahuan yang tinggi dari Yopi. Dia mengatakan sendiri ketika meminum menu yang satu ini merasa seperti “ngopi di taman bunga”. Hal itu dikarenakan bunga telang ketika dikombinasikan dengan kopi maka akan lebih keluar aromanya, walaupun ketika bunga telang diseduh sendiri tidak memunculkan rasa atau aroma yang kuat. “Saya memilih ini karena lucu dan menarik gambarnya, lalu ketika pesanan datang ternyata gambarnya tidak bohong”, ucap Ais yang saat itu ditemui sedang berkunjung ke dLumpang café and resto. Temannya yang bernama Unti yang juga memesan menu minuman itu mengatakan bahwa rasanya cocok di lidah dan unik.

Jumat, 10 Agustus 2018

Organik Milik dan Untuk Siapa?

      Saat ini masyarakat sudah menyadari bahwa segala hal yang masuk ke dalam tubuhnya dapat mempengaruhi kehidupan selanjutnya. Kali ini kita berbicara mengenai pangan. Perhatian tersebut ditunjukkan dengan banyaknya permintaan produk organik di pasaran. Masyarakat sudah berani membayar mahal demi produk yang baik untuk tubuhnya. Hal yang paling mudah dilakukan adalah berbelanja bahan makanan di supermarket. Karena di sana kita bisa mendapatkan apa saja yang kita inginkan, termasuk produk organik. Mulai dari sayur, buah, bumbu, hingga kosmetik atau produk kecantikan.
Pak Wagiran sedang menanam padi
      Produk organik bagi masyarakat adalah produk yang sudah tercantum label 'sertifikat organik'. Lalu bagaimana dengan produk pertanian yang diproses secara organik namun tidak memiliki sertifikat yang disebutkan tadi? Jawabannya adalah tidak laku. Kemungkinan laku lebih rendah dari produk yang memiliki label tersebut.

Produk Pertanian menuju Kekinian

      Martani sebagai tempat belajar bagi siapa saja. Sore ini beberapa perempuan berkumpul, mulai dari anak sekolah dasar hingga ibu rumah tanga. Kali ini berkumpul untuk belajar bersama mengenai pemasaran menggunakan media online yang sekarang sedang digandrungi semua kalangan. Tingkat belanja masyarakat kali ini sangat besar terutama melalui media online, entah menggunakan media sosial maupun platform belanja lainnya. Haln tersebut terjadi karena kemudahan proses belanja itu sendiri. Berbelanja online sangat membantu bagi pembeli dan penjual, karena dimanapun kita dapat melakukan transaksi hanya dengan satu syarat, yaitu memiliki akses internet. 
      BI menyebutkan bahwa tingkat belanja online masyarakat Indonesia pada tahin 2017 mencapai Rp75 Triliun Rupiah ( https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170809151902-78-233513/belanja-online-masyarakat-indonesia-tembus-rp75-triliun ). Hal tersebut yang saat ini sedang ditangkap oleh Martani sebagai peluang agar masyarakat dapat memasarkan sendiri produk yang mereka hasilkan. Kebetulan hari ini Martani kedatangan tamu bernama Nike, seorang sarjana dari kampus ternama di Indonesia yang saat ini sedang menggeluti hobi dan pekerjaannya mengelola media online untuk berjualan. Dia sempat bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat di Bogor. Sembari bekerja, dia mulai mengelola media online nutuk berjualan ketika memiliki maktu luang. Baginya hal tersebut menjadi kesenangan tersendiri. "Apalagi waktu pertama-pertama menadapatkan orderan dari konsumen, rasanya seneng banget.", ungkapnya setelah memberikan materi.

Minggu, 05 Agustus 2018

Perempuan dan Pertanian

Perempuan kurus menjemur padi yang tak lebih dari 5 karung. Dia tidak menghitung berapa kilogram yang dia dapat. Karena memang dia tidak pernah menghitung. Biasanya kalau butuh beras tinggal dia giling saja. Tak pernah sama sekali dia menjual gabah, apalagi beras. Semua digunakan untuk keperluan makan sehari-hari di rumahnya atau dibagikan kepada anaknya. Dia baru selesai panen 2 hari yang lalu. Beberapa hari ini panasnya tidak terlalu terik sehingga padinya belum kering sempurna. Dia memprediksi 2 kali penjemuran lagi akan siap giling jika panasnya stabil seperti ini. Dia adalah Ibu Hadi. Usianya sudah 54 tahun. Namun dia setiap hari selalu pergi ke sawah. Ada saja pekerjaan yang harus dilakukan. Entah itu membersihkan rumput, mengaliri air, atau mengusir burung. Sesekali juga dia memaneh hasil sayur yang usia tanamnya hanya dalam hitungan pekan. 
Hasil panen padinya sekarang berkurang, tidak sebanyak panen musim lalu. Setelah melihat hasil panen yang seperti itu, dia memperkirakan akan membeli beras nanti di waktu ujung sebelum panen selanjutnya datang. Padinya terkena hama sejak awal penanaman, sehingga pertumbuhannya tidak maksimal. “Waktu itu kena hama yang putih-putih itu loh mba.”, ucapnya dengan nada sedih. Selain itu, ini adalah panenan padi ke 5. Sehingga bisa diduga nutrisi tanahnya sudah berkurang. Artinya setelah ini dia akan menanam palawija. Karena dia memilih malakukan penggantian komoditas berpola 5-1. Sebanyak 5 kali tanam padi, maka ada 1 kali tanam palawija. Setahun penanaman dilakukan 3 kali. Artinya pola itu dapat berputar setiap 2 tahun sekali. Biasanya dia memilih kacang, sama seperti kebanyakan petani. Dia mengaku menanam dengan cara organik. Karena tidak memakai pupuk buatan. Dia hanya menggunakan pupuk kandang saja.

Sabtu, 04 Agustus 2018

Wedang Blangkon 'Ngangetke Awak'

Hampir setiap malam tempat makan atau sekedar tempat nongkrong di setiap sudut Yogyakarta selalu ramai dikunjungi orang. Orang lokal maupun pendatang ikut meramaikannya. Banyak hal yang mereka cari, selain untuk janjian ketemuan dengan kawan juga untuk mengisi perut yang kosong, atau hanya untuk cari penghangat tubuh. “Ngangetke awak mbak.”, ucap salah satu pengunjung di Wedang Blangkon. 

Setelah sederetan tempat makan, kedai, cafe, dan lain sebagainya, terselip sebuah tempat yang unik. Bentuk tempatnya nyaris sama dengan angkringan pada umumnya, yaitu menggunakan gerobak, itu dia Wedang Blangkon. Namun jika mengamati lebih dekat, di gerobak tersebut menyajikan berbagai macam rempah-rempah seperti jahe, kunyit, kencur, sereh, jeruk nipis, dan lain-lain. Ketika masuk lebih dalam lagi kita akan dikagetkan dengan 80 jenis minuman yang disebut wedang tertulis di dalam lembar menu. Seluruh menu terbuat dari rempah-rempah. Namun ada juga rempah yang dikombinasikan dengan bahan lain seperti susu dan perasa buah. 

Pemilik memilih wedang sebagai menu utama karena kelihaiannya melihat peluang. Saat ini belum banyak warung yang menyediakan wedang sebagai menu utama, biasanya hanya menjadi menu tambahan, itupun hanya menggunakan 1 jenis rempah, misalnya wedang jahe atau wedang kencur. Sedangkan di Wedang Blangkon menyediakan banyak sekali varian rasa wedang yang merupakan hasil dari kombinasi bahan. Sehingga pengunjung memiliki kesempatan untuk meminum wedang sesuai selera. Bahkan mereka juga bisa custom komposisi apa yang mereka mau.

Kamis, 02 Agustus 2018

Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Sebagai kota pelajar tentunya Yogyakarta punya banyak tempat untuk belajar. Hingga saat ini kita masih seringkali mengartikan bahwa yang disebut belajar adalah belajar formal, yang mana terdapat status, tenggat waktu, dan berbagai aturan yang harus ditaati. Namun sesungguhnya belajar itu dimana saja. Martani Pangan Sehat hadir di Yogyakarta sejak tahun 2015 untuk menutupi kekurangan itu. Konsep belajar yang harus diperbaiki menjadi salah satu alasannya. 
Martani sedang berupaya untuk menjadi pasarnya petani. Artinya terdapat interaksi dan proses jual beli antara siapapun dengan petani. Produk yang dijual tidak terbatas jenis dan jumlah. Apapun dapat mereka jual dan beli. Martani memiliki keinginan agar produk yang dihasilkan petani dapat tersebar dan dinikmati oleh orang-orang sekitar. Hal itu berawal dari keresahan sepasang suami isteri bernama Yusup dan Rita yang seringkali melihat bahwa prosuk petani dihargai sangat murah. Selain itu mirisnya adalah produk bagus dari petani hanya dapat dimanfaatkan oleh kalangan menengah ke atas. Sehingga lagi-lagi masyarakat biasa hanya dapat menikmati sisa, yang biasanya berkualitas buruk. Kita dapat melihat, produk pertanian yang berkualitas super hanya ada di pasar modern yang mana masyarakat menengah ke bawah tidak dapat mengakses karena keterbatasan ekonomi. Padahal mereka berhak mendapatkan produk kualitas raja.