Kamis, 13 September 2018

Anjat, Budaya Menganyam Suku Dayak

Indonesia adalah negara yang kaya akan suku dan budaya. Masyarakatnya dikenal dengan kreativitas mengolah kekayaan bumi. Salah satunya adalah Suku Dayak. Suku Dayak adalah sebutan bagi suku yang berada di pedalaman Borneo yang mendiami Pulau Kalimantan. Suku Dayak sendiri terbagi dalam beberapa suku bangsa. Dayak Basap adalah salah satunya. Budaya yang terkenal dari suku ini adalah budaya menganyam. Hutan mereka yang kaya menyimpan beberapa jenis rotan. Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribusCalameae yang memiliki ratusan anggota. Kemudian masyarakat Suku Dayak memanfaatkan untuk membuat kerajinan tangan tikar, penutup kepala, maupun anjat.
Menganyam membutuhkan ketelitian dan ketekunan
Anjat adalah kerajinan tangan yang menyerupai tabung. Secara umum banyak bentuk lainnya yang juga menarik. Pada dasarnya masyarakat dayak membuat anjat karena keperluan sebagai alat membawa barang seperti alat untuk berburu, bekal makanan, hasil ladang, dan lain-lain. Namun pada perkembangannya anjat kian dilirik sebagai komoditas yang dilirik oleh masyarakat di luar dayak karena bentuk dan motifnya yang menarik. Setiap Suku Dayak memiliki motif unik yang menjadi ciri khas masing-masing. Setiap motif memiiki makna tersendiri.
Masyarakat menggunakan anjat sehari-hari

Teluk Sumbang adalah sebuah kampung yang berada di Kecamatan Biduk-Biduk, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Suku Dayak Basap merupakan penghuni asli dari kampung tersebut. Dulunya suku ini tinggal di hulu dan dianggap sebagai komunitas dayak tertinggal oleh pemerintah. Kemudian ada program pemerintah yang memindahkan suku ini lebih dekat ke perkotaan pada tahun 2009. Mereka harus mengikuti peraturan karena diancam dengan senjata. Ternyata hal itu dilakukan karena terdapat perusahaan sawit yang akan mengeksploitasi wilayah mereka. Setiap hari terlihat aktivitas ibu-ibu dan nenek-nenek menganyam. Rata-rata perempuan di sana bisa menganyam. sejak di hulu mereka sudah menganyam, sekarang untuk menganyam

Daun sebagai pewarna alami


mereka memerluhan usaha yang lebih karena sumber bahan lebih jauh masuk ke dalam hutan. Seperti yang telah disebutkan tadi bahwa beberapa alat yang mereka miliki merupakan anyaman yang dihasilkan oleh tangan sendiri. Namun terlihat beberapa ibu-ibu yang saat ini terus menganyam yang hasilnya dijual ke luar Kampung Teluk Sumbang. Hal tersebut menjadi pendapatan tambahan bagi mereka. Proses menganyam bukanlah hal yang mudah, terutama bagi orang yang pertama kali melihatnya.
Karya Mamak Martha
Menurut Mamak Martha, salah satu penganyam di Kampung Teluk Sumbang, hutan yang ada di sekitar kampung mereka memilki beberapa jenis rotan yang dapat digunakan sebagai bahan anyaman. Misalnya adalah rotan segah atau dikenal juga dengan sebutan rotan sangai. Habitatnya adalah dataran rendah. Para penganyam paham mengenai jenis rotan yang cocok untuk setiap jenis produk yang akan dibuat. Proses pembuatannya dimulai dari pengambilan rotan di dalam hutan dengan jarak 3-5 km dari kampung yang mereka (perempuan) lakukan sendiri.rata-rata suhu di sana tinggi, namun mereka tetap kuat dan bersemangat. Ini adalah contoh bahwa masyarakat kita aslinya memiliki ketangguhan tinggi yang sekarang sudah mulai pudar, terutama di perkotaan. Mengambil rotan di dalam hutan memerlukan waktu seharian, karena selain mencari dan memangkas mereka juga langsung memisahkan kulitnya agar tidak terlalu banyak bawaan mereka untuk kembali ke kampung. Setelah itu mereka menggendongnya sampai kampung. Lagi-lagi kekaguman muncul pada kekuatan fisik mereka. Keesokan harinya rotan tersebut dijemur di bawah matahari langsung agar keringnya sempurna. Karena jika tidak maka anjat yang nantinya dihasilkan akan berkualitas buruk, seperti berjamur atau lebih cepat rapuh. Proses penjemuran membutuhkan waktu 3-5 hari sesuai dengan teriknya matahari. Setelah penjemuran selesai maka saatnya mereka memecah dan meraut. Biasanya satu batang rotan dipecah menjadi 4-8 sisi sesuai dengan diameter dan kebutuhan. Pemecahan tersebut tidak berlangsung terlalu lama karena tangan mereka yang sudah terlatih. Pecahan rotan itu kemudian dimasak dengan daun sirsak selama kurang lebih 12 jam untuk mendapatkan warna hitam sempurna. Pemasakan tersebut dilakukan di atas tungku tradisional dengan kayu bakar yang sudah mereka ambil dari dalam hutan bersamaan dengan pengambilan rotan. Kemudian barulah rotan yang sudah dimasak dijemur kembali agar hitamnya meresap dan tidak luntur lagi. Penjemuran itu membutuhkan waktu seharian dengan panas matahari yang tinggi.
Memulai anyaman
Bersatulah suku dan budaya Indonesia

Menganyam sudah menjadi budaya yang mereka lakukan setiap hari, terutama bagi Mamak Martha. Walaupun menjadi sumber pendapatan yang tinggi, namun bagi mereka yang utama adalah berladang. Sehingga menganyam adalah aktivitas sampingan saja. Menganyam dapat dilakukan bersama-sama di teras rumah sembari mengobrol, sambil menunggu sore, juga sembari mengurus anak. Mereka mahir dalam mengatur waktu dan tenaga. Pembuatan anjat sendiri memakan waktu 7-10 hari sejak pengambilan rotan, tergntung jenis, ukuran, dan kerumitan motif yang dibuat. Penyebutan anjat sebenarnya digunakan untuk model tas yang dipergunakan untuk membawa bekal makanan, minuman, dan alat berladang. Mereka memerlukan rotan kurang lebih 30 hingga 40 batang setiap anjat yang dibuat, lagi-lagi sesuai dengan ukuran anjatnya. Ada juga jenis yang disebut sebagai ‘dondoy’ yaitu digunakan untuk membawa hasil lading atau hutan. Selain bentuk, perbedaan juga terdapat pada motif. Anjat adalah tas yang bermotif, sedangkan dondoy polos tanpa motif yang biasanya menggunakan rotan yang tidak diberi warna hitam. Penganyam seperti Mamak Martha biasanya sesuai dengan pesanan. Setelah pesanan selesai maka mereka membuat anjat dengan motif lain yang mereka inginkan. Bagaimanapun juga mereka masih mempertahankan motif lokal, contohnya adalah motif mata salem, mata tombak. Motif lain yang unik adalah  ‘rudian’. Sejarahnya motif ini ditemukan oleh seseorang yang dianggap memiliki kelainan jiwa di Kampung Teluk Sumbang yang bernama Rudian yang bermimpi tentang motif tersebut, kemudian dia anjat dengan motif yang ada dalam mimpinya. Itulah mengapa motif tersebut disebut motif rudian.
Patikan kamu tahu apa yang kamu mau.
Menganyam bersama adalah budaya yang menarik
Instagram: @marthaethnic.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar