Jumat, 07 September 2018

Menuju Hari Tani Nasional 2018


Menuju Hari Tani Nasional yang diperingati pada tanggal 24 September, Indonesia mengalami pelemahan nilai rupiah. Pada 4 September 2018 malam, nilai tukar rupiah sejumlah Rp.15.029 per dolar AS. Hal ini kemudian menjadi topik panas dalam obrolan langsung maupun media sosial. Topik tersebut semakin memanas karena adanya pro kontra yang kemudian mengaitkn dengan dunia perpolitikan. Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan sendiri mengungkapkan bahwa ada banyak cara untuk menurunkan kurs tersebut, salah satunya adalah mengurangi impor terutama komodtas konsumtif seperti kedelai, jagung, gula, gandum, hingga terigu, selain itu juga kita harus meningkatkan aktivitas di sektor pariwisata.
Sebagai warga sipil yang baik seharusnya kita menemukan solusi untuk bersama-sama mengurangi keterpurukan rupiah ini. Komentar positif dan negatif memang selalu ada, namun sebaikya tidak terlalu berlebihan. Karena itu hanya akan memperburuk suasana. Biasanya yang berkomentar justru kalangan menengah ke atas, padahal yang terkena dampak buruk secara langsung adalah kalangan menengah ke bawah, yaitu menghadapi semua harga naik padahal pendapatan tetap. Cara termudah adalah mengurangi penggunaan bahan impor seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan kita.

Martani mempraktikkan hal yang sederhana namun aplikatif sehingga dapat ditiru dengan mudah. Caranya adalah mencoba memanfaatkan produk lokal yang dihasilkan oleh petani setempat dimanapun Martani berada. Penggunaan produk tersebut tidak hanya untuk sendiri, namun Martani mencoba mengenalkannya kepada masyarakat yang lebih luas bahwa setiap tempat memiliki pangan lokal khas yang dapat dikonsumsi untuk menggantikan produk impor ataupun produk yang berbahan dasar impor. Hal yang juga dilakukan adalah dengan menanam sendiri, memanfaatkan lahan seadanya sehingga menghasilkan bahan yang diperlukan, misalnya sayuran dan aneka keperluan bumbu dapur.
Namun hal itu dirasa tidak cukup. Karena hidup ini bukan hanya masalah makan, namun banyak keperluan lain yang harus diselesaikan. Misalnya adalah biaya sekolah dan biaya transportasi. Kedua hal tersebut yang belum dapat ditanggung oleh negara. Biaya sekolah yang terus meningkat membuat masyarakat resah, terutama kalangan petani. Pendapatan petani tidak cukup untuk membayar sekolah sedangkan jika tidak sekolah dianggap tidak berpendidikan. Sehingga banyak petani mencari jalan keluar dengan menjual tanahnya. Lantas pekerjaannya sebagai petani bagaimana? Beberapa dari mereka memilih untuk menyewa tanah dan digarap untuk komoditas pertanian, atau bahkan ke luar kota untuk menjadi buruh pabrikan atau pembantu rumah tangga. Kondisinya tak jauh dari hal itu, bahkan tidka dapat menyelesaikan masalah. Peran negara sebagai paying kehidupan masyarakat ternyata tidak banyak terlihat. Lagi-lagi petani terabaikan, ketika harga komoditas pertanian tinggi barulah protes.
Contoh kasus tersebut yang akhirnya ditangkap Martani, bagaimana dengan lahan yang dimiliki oleh petani dapat mencukupi kebutuhan makan dan kebutuhan lainnya yang sudah disebutkan tadi. Caranya adalah membangun jaringan untuk bersama-sama belajar dengan petani untuk mengolah hasil pertaniannya agar harga jualnya lebih tinggi. Jaringan tersebut juga yang membantu memasarkan produk hasil petani. Semakin luas pertemanan maka akan semakin luas juga jangkauan produk pertanian di masyarakat.
Selain membuat kalangan petani memiliki pendapatan yang lebih baik, cara ini juga ditujukan agar kasus petani menjual tanahnya berkurang. Karena beberapa petani mengungkapkan bahwa jika dirinya tidak memiliki sawah maka tidak tau akan berbuat apa. Hal itu menunjukkan bahwa petani memang spesialis dalam memproduksi dari lahan yang mereka miliki. Ketika berpindah profesi maka performancenya tidak terlalu baik.
Semoga hari tani tahun ini membawa kabar gembira bagi petani maupun bagi masyarakat luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar