Senin, 10 Juli 2017

Kasepuhan Ciptagelar

Kasepuhan Ciptagelar adalah salah satu bagian dari Kasepuhan Banten Kidul selain Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cisitu, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Citorek, serta Kasepuhan Cibedug. Warganya masih melestarikan budaya tradisional dalam kehidupan sehari-hari, sehingga disebut Kasepuhan. Setiap hari mereka memakai baju adat berupa kebaya dan samping bagi perempuan, serta penutup kepala atau iket bagi laki-laki. Semua warga taat kepada aturan adat yang berlaku. Aturan adat tersebut dibuat oleh Abah, seorang pemimpin kasepuhan yang ditunjuk oleh leluhur. Kasepuhan Ciptagelar dipimpin oleh Abah Ugie sejak 2007. Usianya 28 tahun saat ini. Dia menggantikan ayahnya yang bernama Abah Anom yang meninggal dunia.
Abah Ugie merupakan perantara warga Kasepuhan Ciptagelar dengan leluhur. Dia sebagai pemimpin dapat menentukan segala hal sesuai dengan ajaran dan wangsit dari leluhurnya, kemudian perintah tersebut harus dijalankan warga. Warga yang tidak menjalankan perintah dari Abah akan mengalami musibah langsung dari leluhur. Jadi warga lain akan tau jika salah satu dari mereka mengalami musibah artinya diatelah melakukan kesahalan. Musibah tersebut dapat berhenti atau tidak sesuai dengan perbuatannya, serta atas ijin Abah dari wangsit yang diterimanya. Hal tersebut juga mempengaruhi pelaksanaan kegiatan religinya didominasi oleh kepercayaan adat dan tradisi yang dari para leluhur walaupun kepercayaan mereka adalah Islam.
Walaupun mereka sangat taat kepada aturan adat, namun pemikiran mereka sudah terbuka. Banyak dari mereka yang sudah mendapatkan pendidikan formal. Selain itu Kasepuhan Adat Ciptagelar sudah mulai terbuka dengan dunia luar dengan menggunakan listrik. Namun bukan dari pembangkit listrik negara, mereka membuat pembangkit listrik dari tenaga air yang disebut turbin mikrohidro yang dibuat sendiri oleh swadaya warga. Hal tersebut menunjukkan mereka sudah terbuka akan teknologi. Banyak juga warga telah menggunakan alat-alat tradisional seperti handphone, laptop, televisi, sepeda motor, dan lain-lain.
Aliran sungai digunakan untuk pembangkit listrik mikrohidro

Kasepuhan ini terletak di kaki Gunung Halimun yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Secara administratif, Kampung Ciptagelar berada di wilayah Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Jarak Kampung Ciptagelar dari Desa Sirnaresmi 14 Km, dari kota kecamatan 27 Km, dari pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi 103 Km dan dari Bandung 203 Km ke arah Barat. walaupun merupakan bagian dari administratif desa, Kampung Ciptagelar juga mempunyai pemerintahan sendiri yang dipimpin Abah Ugie. Jadi secara langsung mereka menaati dua peraturan, yaitu dari desa yang merupakan bagian sebuah negara, serta dari kasepuhan itu sendiri. Kedua peraturan dimusyawarahkan dengan baik sehingga tidak menimbulkan perselisihan.
Leuit (lumbung padi)

Selain pakaian adat, Kasepuhan Ciptagelar juga memiliki keunikan bentuk rumah. Semua rumah warga Kasepuhan Ciptagelar berbentuk panggung. Material yang digunakan untuk membuat rumah merupakan hasil alam, seperti kayu sebagai lantai, anyaman bambu sebagai dinding, serta ijuk sebagai atap rumahnya. Mereka tidak menggunakan genteng sebagai atap karena menurut mereka tidak wajar orang yang masih hidup berada di bawah tanah (genteng terbuat dari tanah), seperti kuburan. Selain itu warga tidak membuat rumah secara permanen karena Kasepuhan Ciptagelar dapat berpindah kapanpun jika ada perintah leluhur. Warga kasepuhan tidak hanya berada di wiliayah kampung tersebut, namun ada dimana-mana. Area Kasepuhan Ciptagelar yang berada di Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi merupakan pusat pemerintahan Kasepuhan Ciptagelar, warga lain yang berada di luar area tersebut dapat dikenali dari bentuk rumahnya. Walaupun hidup di aera lain namun dia adalah warga Kasepuhan Ciptagelar, pasti rumahnya panggung atau setidaknya dapurnya berbentuk panggung. Karena menurut warga Kasepuhan Ciptagelar, dapur merupakan ruangan utama bagi sebuah keluarga. Dapur memberikan mereka kahidupan, tempat untuk makan dan bersilaturahmi.
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa Kasepuhan Ciptagelar memiliki pemerintahan sendiri yang dipimpin oleh Abah. Dia tidak sendirian mengurus kasepuhan, dia dibantu beberapa bawahan dia yang disebut kolot. Ada beberapa kolot yaitu kolot Girang Serat, Sesepuh Kampung, Pamakayan (Dukun Tani), Bengkong, Juru Pantun, Indung Beurang, Dalang, Tukang Tinggar, Penghulu, Tukang Bas (kayu/bangunan), Panganteur, Tukang Bebersih, dan Kemit. Dalam melancarkan urusan di bumi ageung terdapat beberapa orang yang membantu, yaitu sebagai : Candoli, Palawari, Pangejeg, dan Tukang Potong. Setiap kolot memiliki tugas masing-masing sesuai dengan aturan dari Abah serta wangsit yang diterima. Biasanya kolot merupakan jabatan turun temurun, atau sesuai dengan wangsit yang didapatkan.
Hamparan di Ciptagelar
Kasepuhan Ciptagelar terkenal dengan sistem pertanian yang unik. Mereka sangat menjaga kelestarian alamnya sehingga tidak menggunakan bahan kimia berbahaya apapun dalam pertanian. Padi merupakan komoditas pertanian yang paling terkenal di Kasepuhan Ciptagelar. Padi hanya dipanen sekali dalam setahun. Namun mereka tidak pernah kekurangan, justru selalu berlebih. Sehingga mereka tidak pernah membeli beras dari luar, hal itu menjadi larangan bagi warga Kasepuhan Ciptagelar. Pra hingga pasca penanaman merupakan proses yang panjang. Setiap proses selalu menggunakan upacara adat. Upacara-upacara yang berkaitan dengan kegiatan bercocok tanam adalah upacara membuka ladang, upacara ngaseuk, upacara mipit/nyalin (upacara pendahuluan sebelum dilakukan panen pertama), upacara seren taun (upacara adat pasca panen), upacara nganyaran (makan nasi yang pertama kali dari hasil panen), dan upacara ngahudangkeun (membangunkan padi yang telah didiukeun di dalam leuit sebelum dipergunakan oleh pemilik leuit). Dari semua upacara tersebut, seren taun merupakan upacara yang paling ditunggu oleh warga dalam maupun luar Kasepuhan Ciptagelar.
Ibu-ibu sedang menumbuk padi

Selain upacara, padi juga diistimewakan dengan cara menyimpannya dalam lumbung. Lumbung padi dimiliki paling tidak setiap kepala rumah tangga. Lumbung padi disebut Leuit. Bentuknya seperti rumah panggung namun hanya memiliki satu ruangan. Kasepuhan Ciptagelar sendiri memiliki satu Leuit Ageng yang merupakan lumbung untuk menyimpan padi dari setiap leuit-leuit perorangan. Padi dari Leuit Ageng merupakan cadangan yang hanya digunakan untuk acara tertentu saja dengan izin Abah. Cara meletakkan dan megambil padi di leut juga sangat hati-hati, tidak sembarang orang dapat melakukannya.

Kerajinan tangan dari rotan

Padi yang dihasilkan di tanah Kasepuhan Ciptagelar adalah dari bibit turun temurun yang saat ini jumlahnya sudah lebih dari 120 jenis padi. Kebanyakan merupakan hasil kawin antara bibit padi sebelumnya. Jadi hasilnya juga berbeda dan tidak dapat ditiru dan ditanam oleh warga luar Kasepuhan Ciptagelar. Mereka tidak mengijinkan bibit lain ditanam di sana. Padi juga tidak diperjualbelikan. Mereka menggunakannya sendiri. Jika ada yang membutuhkan biasanya hanya diberikan gratis sesama warga Kasepuhan Ciptagelar. Warga luar yang menginginkan biasanya diberikan dalam bentuk yang sudah matang. Karena padi sangat dihargai oleh mereka. Mulai dari cara mereka mengupas kulit padi menjadi beras hingga memasaknya juga dengan cara yang berbeda. Padi dikupas dengan cara ditumbuk dalam lesung yang terbuat dari kayu. Penumbukan padi juga menjadi kesenian yang unik karena menghasilkan berbagai macam suara ketukan. Ibu-ibu yang menumbuk padi seringkali bernyanyi bersama lagu dengan bahas sunda. Hal itu yang ditakutkan jika beras diberikan kepada yang bukan warga Kasepuhan Ciptagelar, akan perlakukan tidak sesuai dengan cara mereka yang menjadi larangan dari kasepuhan.

Wayang golek salah satu budaya Ciptagelar
Ada juga upacara lain yang dilakukan selain yang berkaitan dengan pertanian, seperti upacara empatbelasan, upacara tersebut dilakukan setiap bulan di tanggal 14 menurut kalender perhitungan kasepuhan. Pada hari tersebut bulan selalu dalam keadaan purnama. Ada juga selamatan pemberian nama dan upacara mengubur bali (ari-ari atau tembuni), upacara masa kanak-kanak bagi anak laki-laki biasa dilakukan upacara khitanan dan upacara helaran, upacara yang berkaitan dengan perkawinan seperti lamaran, akad nikah, dan upacara yang berkaitan dengan kematian. Makanan yang disajikan dalam setiap upacara berbeda dan memiliki arti masing-masing yang menjadi kekuatan mereka. selain itu juga disuguhkan beberapa kesenian adat yang menjadi simbol bagi Kasepuhan Ciptagelar yang ditampilkan oleh warga sendiri. Hampir semua upacara dilakukan beramai-ramai dan mengundang perhatian warga lain.
Jembatan penyeberang sungai sebelum Ciptagelar

Selain pertanian, Kasepuhan Ciptagelar juga memiliki sistem pengelolaan hutan yang rapih dan berlaku hingga saat ini. Mereka membagi hutan menjadi tiga jenis hutan berdasarkan filosofi hidup mereka, yaitu hutan titipan, hutan tutupan dan hutan garapan atau bukaan. Hutan titipan adalah wilayah hutan yang dijaga dan dilindungi manusia serta roh pelindung hutan. Warga dilarang memasuki hutan titipan tanpa seijin Abah apalagi mengambil sesuatu dari sana. Hal itu menunjukkan mereka menjaga keseimbangan kehidupan dan tidak serakah menggunakan hasil alam. Hutan tutupan adalah hutan penyangga yang juga berfungsi sebagai hutan lindung. Wargahanya dapat mengambil rempah-rempah dan akar-akaran untuk keperluan pengobatan dengan jangka waktu terstentu. Hutan tutupan dapat dibuka menjadi lahan garapan pertanian jika keadaan mendesak untuk kepentingan seluruh masyarakat adat Kasepuhan dan atas izin Abah. Sedangkan di hutan bukaan atau garapan, masyarakat hanya boleh beraktivitas untuk bersawah, berladang, berkebun, membangun rumah, membuat jalan, membangun tempat ibadah, pemakaman, penggembalaan dan sebagainya.
Hutan tetap diistimewakan dengan adanya aturan untuk memasuki dan memperlakukan hutan dengan baik. Sesekali ada gotong royong untuk membersihkan hutan. Hal itu juga menunjukkan kepedulian warga Kasepuhan Ciptagelar terhadap keberlangsungan hidup keturunannya.

Hal diatas sudah menjelaskan beberapa keunikan dari Kasepuhan Ciptagelar yang akan sangat bermanfaat untuk diikuti caranya. Mereka yang menghargai dan melestarikan budayanya. Mereka melakukan segala hal secara bersama-sama tanpa pamrih. Hal yang paling penting adalah mereka yang mengelola alamnya dengan baik, menjadikan alam sebagai sahabat yang meguntungkan. Indonesia yang disebut negara agraris perlu mencontoh sistem pertanian yang dilakukan oleh Kasepuhan Ciptagelar agar tidak lagi melakukan impor hasil pertanian dari negara tetangga. Dan sebuah perbedaan setiap budaya sangat perlu dilestarikan karena Indonesia menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.
IG : ViedelaAK
Twitter : @viedela_ve
Phone : 085692226002
Nyanyi ngasal Salam dari Ciptagelar

1 komentar: