Rabu, 05 September 2018

Si Manis Gula Batu

Gula batu terbuat dari seluruhnya gula pasir yang dimasak lagi dengan tambahan air kemudian didiamkan hingga dingin dan dipecah. Teksurnya serupa dengan kristal. Kandungan gula batu tidak jauh berbeda dengan gula pasir, karena dalam pembuatannya hanya ditambakan dengan air yang juga hanya sedikit dalam membantu pencairan saja.
Penambahan air bunga telang ke dalam gula pasir
Desa Bogem, Kecamatan Kalasan merupakan salah satu penghasil gula batu yang melimpah. Sekitar tahun 2000 hingga 2008 ada lebih dari 10 pembuat gula batu di desa tersebut. Namun sekarang hanya tersisa 3 pembuat saja. Hal itu terjadi karena persaingan pasar yang ketat. Beberapa pembuat memutuskan untuk menurunkan harga secara besar-besaran, kemudian mengalami bangkut. Ketiga pembuat yang sekarang masih ada memiliki standar harga yang sama, namun diantara mereka memiliki konsumen masing-masing. Sehingga tidak ada kekhawatiran diantara mereka.
Pemasakan gula batu biru di samping gula batu
pewarna kuning (buatan)
Salah satu pembuat gula batu di Desa Bogem adalah Pak Alan. Dia membuat gula batu sejak lulus sekolah pada tahun 2008. Dia mampu memproduksi gula baju sejumlah 1 kwintal per har. Proses pemasakan untuk gula tersebut adalah sebanyak 8 wajan. Dia memiliki 2 kompor sehingga setiap kompor dapat memasak 4 wajan dalam sehari. Sekali pemasakan hanya membutuhkan waktu 30-45 menit dengan api besar. Setelah itu didinginkan selama kurang lebih 2 jam sebelum kemudian dipecahkan sehingga berbentuk seperti batu kristal. Setiap hari dia menjual gula batunya di pasar dengan cara menitipkannya ke beberapa penjual. Dia menjual dengan harga Rp.12.000 per kg.
Proses pendinginan gula yang sudah dimasak
Masyarakat melihat makanan atau bahan makanan dari bentuk dan warnanya. Hal itu terbukti ketika gula batu berwarna kuning kecokelatan, mereka mau mengkonsumsi. Namun pada suatu waktu ketika gula batu dibuat tanpa menggunakan pewarna makanan maka konsumen tidak mau membelinya karena mengira rasanya tidak enak. Hal ini yang membuat Martani tertantang untuk mencoba hal baru dengan menambahkan bunga telang ke dalam gula sebagai pewarna alami untuk membuat gula batu. Martani tidak melakukannya sendiri, seperti biasanya, menjaring lebih banyak masyarakat terutama yang baru pernah mengenal bunga telang diajak untuk membuat bersama agar pengetahuan mengenai bunga telang menyebar semakin luas.  Respon beberapa orang ketika melihat proses pembuatan gula batu biru bunga telang agaknya sedikit sulit dipahami. Komentar yang tidak mengenakan yang berada pada unggahan Bu Miana, istri dari Pak Alan. Dia mengatakan “Apa itu? Berbahaya ga ya?” Namun diluar itu, mereka sangat senang dan terkesan dengan adanya bunga telang sehingga mereka dapat membuat kreasi warna baru pada gula batu yang mereka buat. Dia berharap nantinya gula batu yang berwarna biru dapat laku dijual di pasaran. Mereka juga mengetahu bahwa proses mengenalkan produk baru bukan hal yang mudah.
Proses pemecahan gula batu setelah dingin dan keras
Ketidaktahuan itu yang harus kita benarkan. Bunga telang hanyalah salah satu komoditas yang harus dikenalkan, masih banyak lagi produk lain yang berasal dari petani lokal yang mana harus dikenalkan ke publik agar petani sejahtera dan masyarakat umum mendapatkan manfaat kesehatan yang lebih baik dengan harga yang terjangkau. Sejauh ini Martani memahami bahwa tidak semua pengusaha/ produsen memiliki sifat terbuka. Beberapa yang tidak terbuka tersebut merasa tidak nyaman ketika proses produksinya diketahui oleh orang lain, terutama jika orang lain mengetahui komposisi yang dia gunakan. Itulah yang membuat Martani punya cara tersendii memulai sebuah kerjasama. Bukan dengan hanya melihat, namun menawarkan diri untuk menambahkan bahan tertentu. Misalnya pembuatan gula batu yang baru saja dibahas. Ketika awal Martani mengetahui bahwa Pak Alan adalah produsen gula batu dan Rita ingin melihat proses pembuatannya, namun Pak Alan tidak mencoba menutupi seolah tidak mengizinkan masuk ke ruang produksi. Namun ketika datang lagi dan menawarkan bunga telang agar ditambahkan ke gula batunya dan hasilnya akan dibeli maka ruang produksi terbuka lebar untuk Martani.Proses pembelajaran yang didapatan oleh Martani bukan hasil dari pengalaman yang singkat. Paling tidak 2 tahun hingga Martani dapat beradaptasi dengan lingkungan setelah berpindah dari kota ke desa.
Gula Batu siap konsumsi
Bagaimanapun juga konsumsi gula sebaiknya dikurangi. Karena gula adalah sumber penyakit dalam tubuh manusia. Segala penyakit akan mudah timbul jika gula dalam darah tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar