Selasa, 31 Juli 2018

Sawah Membangun Harapan

“Sawah membangun harapan” adalah ungkapan Pak Tarno ketika mengajak saya dan teman saya yang bernama Bahrul pergi ke sawahnya. Harapan apa sih yang ada di sawah, saya pun awalnya masih menerka-nerka. Kemudian bapak yang berusia 52 tahun itu meneruskan kalimatnya bahwa saat ini dia sangat berharap dengan hasil dari sawahnya. Dia tidak memiliki pekerjaan tetap namun setiap hari dia tetap ke sawah. Dia sering dipanggil orang untuk memijat. Bagi dia, bakat memijat telah dititipkan Tuhan padanya, dan dia bersyukur. Anaknya juga rupanya memiliki bakat yang diturunkan oleh ayahnya. Jadi pendapatan mereka tidak pasti, tergantung seberapa ramai permintaan pijat itu.
Tidak banyak jenis yang dia tanam. Dia memiliki sepetak tanah yang rutin ditanami padi, itu menjadi komoditas pokok yang tidak boleh digantikan. Dia juga menanam di petak yang lain berupa cabai atau tomat secara bergantian. Tanah tersebut adalah milik Pak Tri, tetangganya. Mereka memiliki kesepakatan kerjasama sendiri. Namun pendapatannya juga tidak pasti karena harga cabai dan tomat itu seringkali bergejolak. Bisa dihargai sangat rendah. Hal itu yang membuatnya berfikir untuk menanam komoditas lain.
Pak Tarno membangun harapa dari sepetak sawah
Pada suatu hari bapak beranak 4 ini berbincang dengan kawannya yang benama Pak Tri dan sekaligus pemilik tanah. Dia menyarankan agar Pak Tarno menanam bunga telang. Awalnya Pak Tarno tidak tahu sama sekali mengenai bunga telang, begitupun dengan Pak Tri yang baru tahu dari kabar mengenai Mbah Budi di Dusun Tulung. Cerita mengenai bagaimana Mbah Budi dengan bunga telangnya tidak hanya berkaitan dengan nilai materi yang didapatkan namun juga manfaat yang diberikan.
Hal itulah yang membuat Pak Tarno tertarik ingin mencoba menanam bunga telang. Dia memulainya dengan datang menemui Mbah Budi bersama Pak Tri untuk mencari tahu bagaimana menjadi petani bunga telang yang baik. Banyak hal menarik yang dia dapatkan bahwa ternyata bertani bukan hanya mengenai uang yang didapatkan, juga harus menikmati setiap proses yang dilewati. Mulai dari menyemai, menunggu hingga berbunga, kadang terjadi serangan ulat, harus berani berinovasi, harus memperhitungkan kesehatan lingkungan, kesehatan para pengguna produk, dan lain lain. Setelah mengetahui itu semua maka Pak Tarno semakin yakin untuk menanam bunga telang.
Selain itu, Pak Tarno sudah membuktikan sendiri dengan manfaat bunga telang. Sehingga dia tidak hanya bermodal bicara nantinya. Dia mengalami katarak sejak lama. Setelah mengetahui bunga telang dapat membantu menyembuhkan maka dia mencobanya. Setiap hari dia minum air rendaman bunga telang. Dia juga meneteskan bunga telang segar yang baru dipetik kurang lebih sepekan sekali. Beberapa kali menggunakannya membuat penglihatannya merasa lebih baik. “Waktu diteteskan ke mata, kototran keluar seperti selaput gitu mba.”, katanya sambil duduk di bangku kayu. Pak Tarno yang pembawaannya selalu guyon (bercanda) itu bisa juga menjadi sangat serius. 
Sepetak lahan yang dulunya ditanami cabai atau tomat itu kemudian dibersihkan kembali dan digunakan untuk menanam bunga telang. Saat ini tanamannya masih setinggi 20 cm. dia baru menanam selama 2 pekan. Cara penanamannya adalah secara bersamaan. Satu petak tersebut terbagi menjadi 5 gundukan. Masing-masing gundukan terdapat 115 lubang yang ditanami. Sehingga total seluruh tanaman adalah 575. Suatu saat nanti harapan akan tumbuh bersama bunga telang yang mekar setiap pagi.
Pertanian bunga telang yang baru berumur 2 pekan
Inilah yang dia sebut sawah membangun harapan. Dia berharap pada hasil pannen nantinya, harapan itu tidak hanya ungkapan. Dia harus berusaha agar harapan itu terwujud. Setiap hari dia kerahkan sebagian tenaganya untuk ‘menengok’ sawahnya. Jika ada masalah maka dia akan mencoba mencari solusi. Dia tidak sendiri, tapi bersama isteri dan anak-anaknya, seringkali juga dia datang ke Rita dan Yusup untuk bertanya atau mendiskusikan solusi yang harus dicapai untuk mewujudkan harapan. Karena harapan itu tidak semata-mata untuk dirinya, namun juga untuk keluarga, teman, hingga orang yang tidak kita kenal.
Mengenai sawah dan menanam selain menjadi harapan juga sebagai latihan untuk mandiri. Setelah berkeliling ke sawahnya, kami duduk bersama di depan rumah Pak Tarno, dengan istri dan anak-anaknya. Anak sulungnya bercerita bagaimana menjadi bebas adalah pilihan. Sehari-hari dia menjadi tukang pijat, seperti yang dilakukan bapaknya. Hal itu membuat dia senang. Dia bercerita bahwa ada temannya yang sudah sukses menjalani sebuah bisnis justru melakukan langkah yang menurutnya kurang tepat. kesalahan itu terletak pada pilihannya menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan. Tak dapat dipungkiri bahwa keinginan itu muncul ketika ada tuntutan dari keluarganya. Mereka menginginkan anaknya menjadi seorang pegawai yang berpakaian rapih dan memiliki jam kerja. Padahal unit bisnisnya sudah mulai stabil. Komoditas ayam hias yang digelutinya memiliki permintaan yang tinggi. Keluarga dibaliknya tidak menyadari jika dia adalah seorang bos dari sebuah perusahaan. Fenomena ini seringkali terjadi karena kita hanya melihat orang dari sampulnya saja. Unit usaha itu masih berjalan hingga sekarang dengan bantuan dari teman yang lain yang mengurusnya. “Malah sekarang jadinya temen itu yang terkenal dimana-mana sebagai pengusaha, padahal itu milik orang lain yang tidak terurus”, ucap anak sulung Pak Tarno.
Dia tidak ingin mencontoh pada temannya. “Itu salah kaprah.”, tambahnya. Dia ingin membangun usaha sendiri yang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya yang untung saja tentunya ada dukungan dari keluarga, terutama Pak Tarno sebagai bapaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar