Minggu, 29 Juli 2018

Kenapa harus beras?

Berbuka bersama sudah menjadi agenda tahunan untuk reunian. Kemarin sore, saya berbuka bersama, namun bukan dengan kawan lama, semua tidak saling mengenal. Kita bertemu tidak sengaja di Pawon Martani Pangan Sehat, karena hari sudah menjelang sore akhirnya kami memutuskan untuk berbuka bersama. 
Seperti biasa, takjil menjadi nomor satu yang dicari, mulai dari minuman segar seperti es buah, es campur, es kelapa, hingga camilan manis dan gorengan (wow, ini sih pasti wajib buat saya). Kemudian beberapa dari mereka langsung bersiap makan berat (seberat apa tuh?). Kebetulan tadi siang kami di Martani menerima orderan catering untuk makan sehat di suatu panti asuhan, jadi masih ada sisa yang sengaja untuk berbuka. Pada akhirnya semua orang makan nasi (kecuali saya ya). Ada satu orang yang terkaget karena saya tidak makan nasi. "Hah mba ngga makan nasi? Kenapa?", tanyanya buru-buru. Saya hanya senyum saja dan bilang "diverersifikasi pangan Mba". Ambil saja bahasa kerennya. Intinya lagi ingin mengurangi konsumsi nasi saja (udah ngerasa gendut banget).

Secara teori, pengertian diversifikasi pangan banyak sekali namun pada dasarnya adalah menyediakan pangan yang beragam jenis sehingga tidak mengkonsumsi hanya satu jenis pangan saja. Hal tersebut penting diperhatikan, terutama untuk kesehatan tubuh. Jika melihat lebih luas ya dampaknya pada lingkungan. Manusia membutuhkan beragam jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh, karena setiap makanan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Misalnya karnohidrat, protein, mineral, vitamin, serat, dan lain-lain. Ah saya rasa  kita sudah sama-sama tahu.

Jadi kalau makan karbohidrat ya jangan nasi saja, mentang-mentang mbahmu petani padi terus keenakan makan nasi. Pagi sarapan nasi, siang makan nasi, malam maunya nasi lagi. "Ngga makan nasi ya ngga makan itu namanya", begitu kata kebanyakan orang. Iya orang kita kalo ngga masuk nasi ya ngga kenyang, padahal udah nyemil gorengan, jongkong (kue basah khas jawa terbuat dari tepung beras), singkong rebus, dan lain-lain. 

Kenapa harus beras? Padahal beras bukan makanan pokok orang Indonesia aslinya. Sagu adalah makanan pokok kita sebenrnya. Ada sebuah riset yang mengatakan bahwa nenek moyang kita dulunya makan sagu. Dia menemukan ada peninggalan sejarah di Candi Borobudur yang tergambar orang dengan pohon sagu. Saat ini makan sagu dibilang kuno, dibilang seperti orang pedalaman. Padahal tidak sama sekali. Beras masuk ke Indonesia adalah bawaan dari pedagang dari India. Kemudian orang kita berbondong-bondong makan nasi.

Kalau mau dilihat lagi, sumber karbohidrat yang kita miliki tuh banyak loh, mulai dari umbi-umbian hingga biji-bijian selain beras. Misalnya sorgum. Selama ini sorgum masih dipandang sebagai pangan minoritas, khususnya di Asia. (Susilowati dan Saliem) sebagai produsen utama sorgum India juga sebagai konsumen terbesar sorgum di Asia secara keseluruhan.

Budi daya sorgum sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, terutama di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebetulnya sorgum sebagai pangan alternatif di Indonesia cukup potensial dikembangkan dalam rangka diversifikasi pangan lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi terigu sebagai bahan pangan impor.


The main reason why do we choose sorghum as the main business is sorghum has so many function for human health: to keep human digestion system, to protect from cancer, diabetic control, health bone, to raise circulation and production of red cell bloods, and other.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar