Selasa, 10 Juni 2014

Surga dalam Kegelapan

Ini adalah kali pertama aku merasakan berjalan dalam kegelapan. Bukan dalam gudang bukan juga dengan mata tertutup. Aku berusaha sekeras mungkin untuk membesarkan diameter pupilku, namun apa daya cahaya tak dapat menembus gelapnya pandanganku. Deras angin  terdengar ramai di telingaku. Aku merasa sedikit takut, jantungku berdegub sangat kencang. Aku mencoba mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi, dan kuraba seluruh badanku mulai dari kaki sampai kepala. Banyak benda yang menempel pada badanku ini. Saat sampai di kepala, aku tak sengaja menekan sesuatu yang ada di kepalaku ini, dan tiba-tiba semuanya terlihat terang. Oh mungkin ini jawaban dari Tuhan, aku masih ada dalam dunia nyata. Aku masih bisa melihat dinding-dinding yang berkilau dan seperti akan menghimpit badanku ini. Batu-batu seperti digantung itu selalu meneteskan butiran air terasa dingin. Dan benar informasi dari telingaku tadi, aliran sungai terasa di kakiku lumayan deras.

Aku berjalan menyusuri ruang gelap ini, barangkali aku bisa menemukan jalan untuk kembali ke duniaku. Sambil melihat kanan-kiri, batuan yang indah bagaikan ukiran Kayu Jepara. Ingin sekali aku membawanya pulang, namun sesaat aku ingat seseorang berkata bahwa jangan pernah mengambil sesuatu yang bukan hak kita, jadi kunikmati saja pemandanganya, cukup cerita saja untuk kubawa pulang. Walaupun aku tak tahu nantinya akan ku ceritakan dari bagian mana.




Selain bebatuan, di sana aku menemukan banyak hewan yang sedang asyik dengan tingkah lakunya masing-masing. Ada segerombolan hewan mirip semut yang tak ku ketahui sedang apa, ada juga yang mirip laba-laba dengan lincaahnya membuat sarang dengan cairan putih dan lengket.

Setelah beberapa menit aku berjalan, disana aku berhenti pada suatu ruangan besar yang kusebut itu kamar pengantin. Karena memang ruangan itu mirip sekali dengan kamar pengantin, dindingnya penuh dengan hiasan. Ada yang baru di mataku, yaitu batu mengkilat dan bentuknya menyerupai sistem sawah terasering. Aku  mencoba mendudukinya, terassa dingin di pantatku. Aku pun membenahi baju yang melekat pada tubuhku ini. Bajunya membuatku sedikit berkeringat, karena pori-porinya tidak menyerap keringatku mungkin, dan juga banyak saku-saku kecilnya. Saat aku meraih saku, ternyata ada beberapa bungkus kecil cemilan yang banyak terbuat dari keju dan cokelat. Cukup untuk mengganjal perutku yang mulai lapar ini.

Merambat di dalam gua.
Kemudian aku lanjutkan perjalananku, aku tak sabar apa lagi yang  bisa aku temui di depan. Tentunya yang unik dan tak ku temui di tempat lain. Setelah beberapa langkah, aku pun menemukan percabangan yang mirp dengan ketapel, yaitu seperti huruf “Y”, rasanya juga seperti ketapel yang akan menembak kepalaku, membuatku pusing, jalan mana yang harus ku lewati. Dengan keberanian, akhirnya aku pilih jalan yang sebelah kiri. Disana ada genangan air, dan celah yang sangat kecil diatasnya, bentuknya seperti segi tiga sama sisi, kira-kira sisinya berukuran 25 cm. Aku merasa ini keunikan yang menantangku untuk melewatinya. Di dalam air itu hanya cukup satu badan saja untuk melewati celah segi tiga diatasnya. Aku pasang badan dengan terlentang di air, tangan di dada membawa penutup kepalaku. Sedikit demi sedikit aku melewatinya, jantung berdetak semakin kencang. Ternyata hanya sekitar 1 meter aku melewatinya, aku kembali menemukan tempat yang lega seperti di depan tadi.

Dari sana aku kembali berjalan, sedikit berbelok ke kanan dan menanjak. Dan yang mengejutkan adalah, aku kembali ke kamar pengantin yang  indah ini. Itu artinya kemungkinan aku bisa kembali. Dari kamar pengantin ini juga aku mulai mengeluarkan perlatanku untuk mengukurku yang tadi ku temukan di saku-saku bajuku. Karena aku sangat penasaran seberapa jauh tadi aku berjalan. Walaupun melewati rintangan, seperti air terjun dan belokan-belokan, aku tetap mengukurnya dari tengah. Tak kuhiraukan kanan kiriku selebar apa.

Terus dan terus aku berjalan, hingga akhirnya aku menemukan sorotan cahaya dari depanku. Langsung dengan cepat aku menghampirinya. Setelah ku ketahui bahwa itu adalah duniaku, maka aku sadar, aku masih hidup, dan yang tadi itu nyata, aku tak sedang bermimpi. Dan aku sadar, bahwa dari tadi aku ada di sebuah gua, aku memakai perlengkapan yang aman untuk masuk ke gua. Tidak hanya berjalan, tapi aku melihat banyak ornamen gua yang mirip seperti apa yang di paparkan di internet, aku juga melakukan pengukuran. Semua itu asyik dan menantang. Ingin aku kembali lagi ke dalam gua suatu saat nanti.

Gua sangat menarik bagiku, disana damai, sejuk, dan teratur nan alami, terutama desain  ornamennya. Pesan saya, mari kita jaga salah satu ciptaan Tuhan ini, jangan pernah merusak sedikitpun apa yang ada di dalam maupun di luarnya. Agar kita masih dapat tetap melihat jika kita berkesempatan untuk mengunjunginya lagi.

Berikut ini adalah  pengukuran yang kami lakukan secara sederhana :

no
rute
panjang (m)
sudut (derajat)
1
chamber-stasiun 1
13,1
50
2
stasiun 1 -2
8
87
3
stasiun 2 - 3
4,8
0
4
stasiun 3 - 4
3,5
10
5
stasiun 4 - 5
3,09
350
6
stasiun 5 -air terjun 1
5,4
10
7
air terjun 1 - stasiun 6
6,34
70
8
stasiun 6 - 7
2,9
510
9
stasiun 7 - 8
2,6
280
jumlah
49,23




Tidak ada komentar:

Posting Komentar