Kamis, 12 Juni 2014

Selamatan di Kasepuhan Ciptagelar

Banyak hal yang dapat dipelajari di Ciptagelar, sebuah Kasepuhan Adat Ciptagelar yang ada di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kasepuhan yang sangat unik sehingga lambat laun saya rasa tempat tersebut menjadi daerah wisata yang cocok untuk pembelajaran. Keunikan tampak sangat jelas saat pertama kali kaki saya melangkah di jalan bebatuan yang memang sedikit susah ditapaki. Rumah-rumah yang terlihat seragam dengan gaya rumah panggungnya, serta gubuk-gubuk kecil yang setelah saya ketahui itu disebut leuit (lumbung padi) dan bentukya agak berbeda pada bagian atapnya yang lebih runcing di depan. Atapnya yang berbeda, karena tersusun rapi dari ijuk hitam seragam. Bukan hanya itu yang saya temui, mata saya melihat jelas setiap lelaki yang lekat dengan ikatan kepalanya, serta perempuan yang anggun dengan kain yang melekat dari pinggang sampai lututnya seolah-olah mereka berseragam.
Untuk pertama kalinya saya mengetahui dan memasuki rumah besar yang ramai dikunjungi orang, ternyata rumah tersebut dinamakan “Imah Gede” karena tulisan tersebut terpampang jelas  di atas pintu rumah. Saya dan 13 orang lainya merasa masuk ke dalam istana yang begitu sejuk dan damai setelah kami membersihkan diri dan menyamakan cara berpakaian dengan mereka. Dalam ruang tamu yang kira-kira berukuran 3x5 meter kami disuguhi minuman hangat dan cemilan yang membuat kami semakin nyaman dengan obrolan kecil dengan senior serta mungkin penerima tamu Imah Gede. Yang membuat kami saling memandang dan saling tersenyum adalah ketika kami dipersilahkan untuk mengisi perut, ya kami yang lapar setelah perjalanan dari hutan Pamegpeuk tanpa makan nasi saat akan berangkat, langsung menuju ruang prasmanan untuk mengambil makananya. Saat kembali ke ruang tamu, kami dibisiki senior bahwa kami disuruh meletakan piring di lantai saat makan, sangat berbeda dengan kebiasaan kami yang saat makan sering menyangga piring di tangan agar lebih dekat dengan mulut. Hal itu sdikit membuat kami bingung, namun sementara kami jalani saja dulu perintahnya.


Sembari menunggu senior yang sedang berkumpul di belakang yang entah sedang membahas apa, kami sempatkan melihat-lihat hiasan yang tertempel di dinding-dinding ruang tamu. Di sana banyak sekali foto lelaku dengan dagu panjang dan sedikit jambang yang rapi di pipinya, serta khas dengan ikat di kepalanya.kami belum tahu mengapa sampai orang tersebut selalu ada di setiap foto yang tertempel di dinding ruang tamu. Di sana juga tampak sebuah banner yang rupanya hasil laporan tentang Kasepuhan Adat Ciptagelar. Dari sanalah kami bisa menemukan sedikit informasi, misal bahwa Kasepuhan tersebut dipimpin oleh seorang Abah. Selain itu kami temukan juga informasi mengenai adat-adat kesenian serta struktur oragansasi yang ada di sana.
Setelah beberapa saat senior dating, kami pun diberitahu bahwa foto lelaki yang membuat kami bingung adalah Abah dari Kasepuhan Ciptagelar, beliau bernama Abah Ugi. Walaupun umurnya masij muda, yaitu sekitar 24 tahun, namun beliau sangat dipatuhi warganya. Setelah itu kami diberi tugas untuk mencari tahu segala informasi tentang Kasepuhan tersebut, terutama yang membuat kami penasaran. Maka dari itu, kami yang berjumlah 14 orang akhirnya dibagi menjadi 7 kelompok untuk disebar ke 7 rumah rorokan. Yang kami dapatkan dari banner tepatnya pada struktur organisasi, kedudukan rorokan setara dengan seksi yang kami ketahui pada organisasi umumnya.
Saya berpasangan dengan Komor dan kebagian di rumah Ki Ukher, seorang rorokan keagamaan. Kami langsung menyambangi rumah beliau, dan saat memasuki rumah tersebut, kami langsung di sambut dengan ramahnya. Sembari berbincang, kami disuguhi cemilan dan segelas air putih. Perbincangan awal kami adalah mengenai identitas beliau dan keluarganya. Ternyata Ki Ukher yang berumur 52 tahun hanyalah penerima titipan mandat rorokan kragamaan dari ayahnya. Kerena untuk menjadi rorokan haruslah memiliki istri, sedangkan saat itu istri dari ayahnya telah meninggal. Selain sebagai titipan, Ki Ukher juga mengabdi pada Abah, yaitu mengurus Keramat, Keramat adalah kuburan Abah terdahulu, sesuai dengan namanya, Keramat harus benar-benar dijaga.Umi Beti, istrinya yang berumur 60 tahun, setiap harinya mengabdi kepada Abah dengan cara memasak nasi di dapur Imah Gede. Anak perempuannya yang bernama Indah, dia bertugas menjaga rumah sembari mengurus adik dan keponakanya saja. Anak lelakinya yaitu Alwi dan satu cucunya yang bernama Selvi masih belajar di tingkat SD. Terakhir adalah cucunya yang bernama Hafizah, dia belum sekolah dan kerjaanya hanya bermain saja.
Perbincangan kami mulai meruncing pada suatu pembicaraan yaitu seputar selamatan, karena mengingat Ki Ukher adalah seorang titipan rorokan keagamaan. Beliau adalah sosok yang selalu melafalkan/ memimpin doa pada setiap selamatan yang diadakan. Sebagai informasi bahwa titipan tidak akan bisa menggantikan rorokan yang sebenarnya tanpa wangsit yang diterima oleh Abah. Dengan seijin Abah, doa yang turun temurun yang harus dilafalkan tidak dapat dihafalkan oleh calon titipan walaupun dengan waktu yang lama. Namun dengan ijinnya maka doa yang digunakan dapat dihafalkan oleh Ki Ukher hanya dalam waktu satu minggu. Sangat banyak sebenarnya selamatan yang diadakan di Kasepuhan tersebut disepanjang tahunya. Mulai dari selamatan yang kecil disetiap rumah, sampai selamatan besar yang diadakan di Imah Gede. Adapun beberapa informasi selamatan yang kami dapatkan, yaitu :
1.       Tutup nyamut, yaitu selamatan yang diadakan setelah selesai segala urusan penanaman padi. Acara tersebut dilengkapi dengan cemilan dan makan besar berupa nasi.
2.       Pare nyiram/ mapag parebekah, yaitu selamatan yang dilakukan saat pengairan sawah dengan tujuan agar tanaman tetap subur dan menghasilkan buah yang baik. Makanan yang disuguhkan tetap berupa cemilan, namun makan besar diganti dengan bubur ketan putih yang disiram dengan cairan gula merah yang legit yang disana disebut sebagai kinca.
3.       Mipit/ nyiram pari/ bade panen, yaitu selamatan yang dilakukan saat akan melakukan pemanenan. Suguhannya sama seperti pada selamatan tutup nyamut.
4.       Nganyaran, yaitu selamatan yang dilakukan setelah selesai pemanenan. Namun pada saat itu padi belum dibawa pulang ke rumah. Padinya masih dikumpulkan di sepanjang lahan di sawah tersebut. Setiap padi diikat per lima-lima.
Setelah itu padi dibawa terlebih dahulu ke halaman Imah Gede. Setelah sampai pun padi tidak langsung dibawa ke rumah pemilik masing-masing. Setiap keluarga menyumbangkan padinya untuk istilahnya sebagai tabungan yang disimpan di leuit Gede. Sumbangan yang diberikan tidak menuntut banyak, karena hal tersebut dihitungnya sebagai zakat, sehingga nilainya seikhlas pihak yang memberikan.
5.       Pangdaringan, yaitu selamatan yang acaranya adalah menyimpan sesajen, namun sesajen tersebut hanya satu jenis saja.
6.       Nganyaran, yaitu selamat yang menuju selamatan besarr, sehingga memerlukan biaya yang lebih besar. Selamatan ini juga memerlukan sesajen yang jenisnya sampai belasan.

7.       Selamat yang paling besar dan menjadi sorotan semua warga Kasepuhan itu sendiri maupun masyarakat lain yang ingin menyaksikan keunikanya. Dalam selamatan ini dipertunujan berbagai kesenian tradisional, utamanya adalah kesenian angklung yang sangat khas adat disana. Selamatan ini disebut seren taun, acaranya mirip seperti pesta panen.

Masih  banyak lagi selamat lain yang diselenggarakan di Kasepuhan Ciptageler tersebut. Sama, yaitu ada selamatan yang diadakan disetiap rumah maupun selamatan di Imah Gede. Misalnya selamatan hajat sunatan (dengan syarat dilaksanakan sebelum seren taun), selamatan hajat perikahan, serta selamatan karena meninggalnya salah satu anggota keluarga. Ada sedikit yang berbeda dengan selamatan kematian, karena setiap orang meninggal akan didoakan sebanyak dua kali, yang pertama adalah dari keagamaan Islam, doanya berupa bahasa arab, karena sebagian besar dari warga Kasepuhan Ciptagelar menganut agama Islam. Kemudian kedua adalah doa yang dipimpin oleh Ki Ukher sebagai rorokan keagamaan, dengan khas doanya yang turun-temurun serta menggunakan bahasa sunda.

Setelah selesai menerima informasi yang kami butuhkan disana, kami bersiap untuk kembali ke Imah Gede untuk berkumpul dengan teman yang lain. Dengan mengucap banyak terimakasih kepada keluarga beliau atas segala yang mereka berikan kepada kami, seraya memohon maaf karena kami rasa kami telah banyak merepotkan mereka.

Segala sesuatu yang telah kami dapatkan di Kasepuhan Ciptagelar sangatlah banyak, dan mungkin masih banyak yang belum termuat oleh tulisan saya. Pesan saya adalah contohlah keteraturan, kekeluargaan, kepatuhan pada peraturan, kejujuran, kesederhanaan, komitmen, saling menghargai, dan lain sebagainya yang baik-baik. Jangan ganggu adat mereka, namun harus kita lestarikan karena merupakan kekayaan adat yang masih kita miliki disamping globalisasi yang sekarang sedang merambah luas ke seluruh negeri.


Semoga bermanfaat..
perempuan tangguh Lawalata IPB angkatan 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar