Kamis, 09 Oktober 2014

Banyak Hal yang Kami Pelajari dari Kampung Merabu Asik


Masyarakat Kampung Merabu nyaris hafal dan cekatan dalam melakukan segala hal yang harus dilakukan saat berada di dalam hutan. Hal itu alamiah terjadi karena terlalu seringnya mereka berkegiatan di dalam hutan. Hampir tujuh kali dalam seminggu mereka memasuki hutan, bahkan bisa jadi sehari keluar masuk hutan berkali-kali jika memang diperlukan. Menurut pernyataannya mereka sudah memulai kebiasaan tersebut sejak kecil. Sedangkan kami tidak sesering mereka. Sesering-seringnya kami melakukan kegiatan di hutan adalah maksimal satu kali dalam seminggu.
Kami mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman dari mereka. Mereka sangat paham cara membuat pondok untuk beristirahat, cara mencari makanan yang bisa didapatkan di hutan maupun sungai sekaligus cara mengolahnya hingga menjadi santapan lezat, cara mereka berkoordinasi, kebersamaan dan kepeduliannya yang tinggi, dan cara mereka memahami tingkah laku sesamanya maupun tingkah laku mekhluk hidup lain yang berdampingan dengan mereka.
Pondok merupakan tempat yang ditinggali saat di hutan. Biasanya kami mendirikan sebuah tenda yang biasa kami sebut dom. Namun cara kebiasaan mendirikan dom bagi kami memiliki perbedaan dengan mereka. Di sana kami diajarkan tentang membuat pondok yang mirip rumah panggung. Pondok panggung tersebut dibuat karena keadaan tanah di hutan Merabu adalah rawa. Bayangkan saja jika kami mendirikan tenda di atas tanah berrawa, hal itu sangat berbahaya untuk keselamatan kami. Banyak hewan tanah yang akan masuk ke dalam tenda. Selain itu tanahnya yang berair akan membuat kami basah dan sangat tidak nyaman.
Mereka mendirikan panggung dengan alat yang telah mereka siapkan, yaitu Mandau (golok khas Dayak). Senjata tersebut bisa dikatakan sangat penting, tanpa Mandau semua kegiatan akan terhambat. Mereka mencari kayu yang kuat, lurus, dan aman yang artinya tidak berduri dan tidak bergetah yang akan menimbulkan gatal di kulit.Mereka tidak memerlukan tali buatan maupun paku untuk menyusun kayu-kayu menjadi sebuah pondok. Mereka cukup menggunakan rotan sebagai penyatu kayunya. Awalnya kayu ditancapkan ke dalam tanah sebagi tiangnya. Setelah itu susun lagi kayu sebagai alas panggungnya, bisa langsung disusun seperti lantai. Selain itu kayu juga bisa disusun sepasang-sepasang seperti tandu dengan karung sebagi alasnya. Mereka juga terbiasa menggunakan bahan alami seperti dedaunan yang disusun sebagai atapnya. Namun seringkali mereka mempersiapkan terpal agar lebih praktis.
ikan hasil memarang di aliran sungai Bu (dok-L)
 Setelah selesai bersama-sama membuat pondok, mereka akan secara otomatis membuat api. Tujuannya adalah bisa mengusir hewan yang berbahaya, menghangatkan, serta memasak. Mereka sering kali membawa perlengkapan masak, terutama panci. Sembari istirahat biasanya sebagian dari mereka mencari bahan makanan. Ikan adalah salah satu yang digemari, karena keadaan di hutan Merabu yang memiliki banyak aliran sungai.
Ada cara yang berbeda dalam pengambilan ikan di sana. Mereka menggunakan mandau untuk memarang ikan, sangat jarang kami melihat mereka memancing. Tidak semua dari kami bisa melakukan hal itu. Pemarang ikan harus jeli melihat gerak gerik ikan, setelah paham akan tingkah laku ikan maka kecepatan tangan dalam memarang harus diterapkan. Salah memarang bisa jadi akan mengenai kaki maupun batu di sungai yang akan merusak mandau.
persiapan untuk memasak labi-labi (dok-L)
Selain bahan makanan dengan sumber protein, mereka juga membutuhkan serat. Serat yang dibutuhkan bisa didapatkan dari tumbuhan palm-palman. Setelah semua bahan makanan terkumpul, saatnya mengolah. Kami belajar banyak dalam pengolahan bahan makanan sehingga menghasilkan makanan yang lezat. Bumbu sederhana digunakan untuk menciptakan rasa yang luar biasa. Rupa-rupa masakan seperti tongseng, sup berkuah, maupun bakar selalu membuat air liur menetes.
Disamping hal-hal diatas yang diajarkan kepada kami. Mereka juga secara tidak langsung mengajarkan rasa kepedulian terhadap sesamanya. Terlihat ketika kami masih tinggal di hutan tepatnya di sekitar gua Sedepan Bu, ada salah satu dari pemuda Kampung Merabu bernama Daud yang jatuh sakit, badannya panas dan dia merasa lemas, ditambah lagi dengan sifat orang sakit yang susah untuk menelan makanan. Kala itu perhatian dari Jhonatan yang merupakan kakaknya menghampirinya. Sang kakak menawarkan makanan dan obat dengan lembut dan membujuk agar beristirahat. Memberikan air hangat dan tempat tidur yang nyaman dilakukan oleh Jhonatan. Dia juga menawarkan diri untuk mengantarkan dirinya pulnga, namun sang adik masih ingin berkegiatan hingga selesai.
               Kepribadian yang baik selalu menonjol selama kami berkegiatan bersama. Sikap sopan, saling menjaga perasaan, saling membantu, koordinasi yang tercipta secara alami, kebersamaan, dan bertanggung jawab sangat mereka junjung tinggi. Itulah ilmu yang tidak kami dapatkan teorinya di bangku sekolah.

kunjungi : https://www.facebook.com/#!/pages/Merabu-Kampung-ASIK/1437679906479497?fref=ts


Tidak ada komentar:

Posting Komentar