Sabtu, 14 April 2018

Mereka Adalah Teman


Waktu bersama mereka selalu terasa cepat. Walaupun awalnya aku memang tidak pernah merasa cocok dengan mereka. Anak kecil yang bawel, banyak bertanya, suka bikin jengkel, dan segala macamnya ada dalam diri mereka. Maklum saja, mereka masih banyak ingin tahu.
Aku memang tidak pernah memikirkan untuk menjadi guru ataupun tenaga pendidik lainnya. Walaupun ibuku sangat menginginkan aku menajdi guru, mengikuti jejaknya. “Mba, jadi guru itu banyak pahalanya. Semakin banyak kamu membagi ilmu maka ilmu kamu juga semakin bertambah”, katanya. Aku tetap pada pendirianku, maunya sih punya pekerjaan sendiri, menanam kek, mengolah sesuatu kek, atau apapun itu.

Takdir berkata lain, aku dikirim ke pulau yang nun jauh dari tempat tinggalku. Ya, Sulawesi, utara lagi. Pernah sih kepikiran untuk ke sini, tapi dalam rangka liburan. Ke Bunaken kek, ke Bogani Nani kek, atau tempat lainnya yang memang terkenal keindahan di sini. Tapi Tuhan menuntunku untuk menjadi seorang edukator, tenaga pendidik yang tidak pernah terfikirkan olehku.
Ini bukanlah hal yang mudah bagiku. Pertama, aku tidak suka dengan anak-anak. Kedua, karena ini sangat menyimpang dari banyak mata kuliahku di kampus yang pada dasarnya belajar mengenai ekonomi. Akuntansi lah, sumberdaya manusia lah, manajemen proyek lah, atau manajemen pemasaran. Oke ini adalah jawaban bahwa dunia tidak sesempit itu. Menjadi seorang edukator tidak harus lulus dari jurusan pendidikan, menjadi banker tidak harus seorang sarjana ekonomi, konservasionis juga tidak harus lulusan dari fakultas kehutanan.
Banyak hal yang harus aku pelajari di sini. Awam sih engga, karena dulu untungnya pas kuliah aktif di organisasi pecinta alam. Enak kan tinggal improvisasi agar bisa ngomong sama anak-anak. Dasarnya sudah dapet. Ngomongin hutan? Tahu sih walaupun sedikit. Ngomongin laut? Ya paling ngga dulu kalo snorkeling suka nanya-nanya apa sih terumbu karang? Kenapa harus ada itu terumbu karang? Dan lain-lain. Ngomongin burung? Ya dulu suka pengamatan burung sama senior, walaupun bebal banget untuk ngapalin nama ilmiah, lidah suka keclitut. Kalo ngomongin pertanian, ya sedikit tau dong, kan almamaternya pertanian dan dulu suka menanam singkong di samping sekretariat.

Aku tetap masih harus belajar banyak. Belajar manajemen emosi, manajemen waktu, manajemen kegiatan lagi. Tasikoki Animal Rescue and Education Centre adalah lembaga penyelamatan satwa, khususnya satwa yang dilindungi, yang mana di dalamnya ada divisi edukasi. Nah di sinilah saya bekerja. Banyak yang harus aku sampaikan kepada anak-anak lokal maupun internasional mengenai mengapa sih ada Tasikoki? Mengapa harus di Sulawesi Utara? Terus mengapa harus ada hutan? Mengapa harus ada satwa liar yang dilindungi tetap di hutan? Sampai mengapa plastik itu tidak baik? Bahkan mengenai mengapa terjadi pemanasan global? Terus apa yang bisa kita lakukan?
Banyaknya poin yang harus aku pelajari itu membuatku semakin bersemangat. Hal yang terpenting adalah jangan takut salah dan jangan malu bertanya. Hari-hari pertama tidak terlalu sibuk. Kerjaannya adalah ngisi otak dulu dengan materi. Baca jurnal sampai ketiduran itu sudah biasa. Sarapan sambil baca jurnal juga menjadi kegiatan setiap pagi. Sampai dibilang “itu mata abis ditonjok siapa mba?”, kata ibuku ketika ku kirimkan fotoku yang niatnya mauu pamer keindahan alam yang ada di sini.
Seminggu pertama masih santai. Badan sih ngga capek, otaknya yang sedikit kelelahan. Semakin membaca, semakin banyak yang ternyata tidak aku ketahui, semakin ingin banyak bertanya. Kenapa begini ya? Kenapa sih begitu banget? Ih parah banget ternyata kondisinya! Ngomel sendiri, ngomel ke orang, ngomel ke tembok itu udah biasa. Ini terjadi karena informasi atau pelajaran yang dipeajari masih numpuk di otak saja. Nanti akan lebih baik ketika sudah disampaikan ke orang lain.
Minggu ke dua, inilah jatahku. Ada sekolah lokal datang. Anak TK! Wah sempat pusing duluan dong. Bacaanku jurnal, berat sekali isinya. Gimana mau menyampaikan ke anak bawang yang belum mengerti apa-apa? Mulailah searching di google, si mbah yang serba tahu. “Cara mendidik anak-anak” “Cara menyampaikan ilmu kepada anak-anak” “Cara mengatasi anak yang susah belajar”, dan banyak lagi lainnya. Akhirnya nemu, simple banget ternyata jawabannya. Ajak aja anak-anak bermain atau buatlah dongeng untuk mereka. Oke lah kalo bermain aku jagonya, dulu pas kecil suka main lompat tali, keeling-keling kebrok, main rumah-rumahan, main layang-layang, bahkan main cebur-ceburan di sungai. Tapi ini beda, main di sini dalam arti ada edukasi yang disampaikan terutama mengenai lingkunga, konservasi, satwa liar, pokoknya tidak jauh dari itu. Lalu mendongeng, ini yang lumayan menantang. Dulu pas kecil aku tidak pernah didongengkan oleh ibu ataupun ayah, paling juga kakek yang mendongeng tentang jaman penjajahan sambil sarapan ubi bakar di depan tungku. Sekarang aku harus mendongeng tentang alam, tentang mengapa tidak boleh memelihara satwa liar.
Pertama, aku print gambar tarsius. Aku memilih tarsius karena endemic Sulawesi dan wajahnya juga lucu, pas banget dibawain buat anak-anak. Terus tempelin di kardus, potong-potong sesuai bentuk tarsius itu, terus tempelkan kayu untuk dijadikan pegangan. Kalo ini sih gampang, dulu pernah bikin wayang-wayangan sama ayah, dia suka banget mengenai dunia perwayangan, mulai dari gatot kaca, padawa, kurawa, dia hapal.
Semalaman latihan mendongeng di depan tembok, suaranya tidak boleh keras-keras karena nanti akan mengganggu orang lain yang mau tidur. Maklum saja aturan di rumah tinggal ini jam 9 sudah harus tidur, setidaknya tidak boleh ada suara ataupun lampu yang menyala.
Besok paginya mulai deg-deg an. Mendongeng di depan puluhan anak-anak, dan ibu-ibunya. Keringat bercucuran, salah satunya juga karena cuaca di sini sangat panas. Setelah masuk ke tengah dongeng ternyata mengalir begitu saja. Yes berhasil!
Selanjutnya banyak sekali sekolah lokal yang berdatangan untuk belajar mulai dari anak TK hingga yang sudah lulus SMA. Edukasi yang diberikan dilakukan dengan cara yang berbeda, sesuaikan saja dengan tingkatan usianya. Selain mendongeng, ajak mereka membuat sesuatu dari sampah, ajak mereka untuk belajar mempresentasikan pengetahuan, ajak mereka bermain, ajak juga mereka melihat langsung satwa liar yang sedang dalam proses rehabilitasi. Semakin banyak melihat, membaca, melakukan sesuatu pasti ilmu yang disampaikan akan semakin menempel dalam benak mereka.
Selain sekolah lokal juga banyak jadwal dengan sekolah internasional. Untuk mengedukasi sebuah grup, yang pasti kita kitak boleh selalu menyamakan setiap grup. Pelajari dulu pola mereka seperti apa, agar kita mudah masuk ke mereka. Serta ingat bahwa mereka dalah teman. Kita tidak boleh menjadi orang yang merasa paling tahu, jangan juga anggap mereka adalah orang yang paling tidak tahu. Fungsi kita semua adalah sama-sama belajar.
Aku senang menjadi diriku sekarang. Aku merasa lebih bermanfaat untuk sebuah kehidupan. Banyak teman baru yang aku temukan di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar