Senin, 04 September 2017

Pak Nahtim kenek nelayan Tasikmalaya


Pagi ini cuaca bersahabat dengan tim salam kaoem nelayan dan nelayan itu sendiri di Kampung Pamayang Sari, Desa Cikaung Ading, Tasikmalaya. Panasnya tidak terlalu terik namun menghangatkan, angin sepoy menghembus hingga ke pelabuhan. Di pinggir pelabuhan Pamayang Sari, Pak Nahtim (52) sedang beristirahat selepas melaut. Dia berangkat tadi jam 4 pagi dan baru sampai pelabuhan lagi jam 9 pagi. Dia mengeneki perahu milik orang lain. Ketika dapat ikan hasilnya dijual dan dia dapat 20% bersih setelah dikurangi untuk beli bensin. Sebesar 70% menjadi jatah pemilik perahu dan 10% bagi pengangkut hasil ke TPI.  Mereka punya hari libur melaut, yaitu hari Jumat. Karena mereka percaya ketika ada yang melaut hari Jumat pasti akan celaka. "Sering ada yang mati di laut hari Jumat dulu sebelum kami sadari."

Pak Nahtim merasa cukup dengan penghasilan pagi ini karena memang dia hanya menanggung hidupnya sendiri. Dia tinggal bersama anak dan cucunya. Mereka saling menutupi kebutuhan satu sama lain.
Akhir-akhir ini hasil tangkapan ikan hanya sedikit. Pagi ini satu jaring hanya berisi 25 kg saja. Ketika dilelang ke TPI Rp.15.000-20.000/ kg jika ukuran ikannya besar. Saat musim kemarau mereka bisa mendapatkan 1 kwintal ikan dalam 1 jaring. Kalau musim kemarau banyak muncul ikan layur dan cumi. Tapi beberapa tahun terakhir layur tidak ada. "Padahal harusnya sekarang musim kemarau tapi malah hujan." Musim hujan seperti saat ini jenis ikan yang ada hanyalah ikan mudin dan pepetek. Ikan kecil-kecil yang masih tersangkut di jaring biasanya diambil para pemulung ikan ketila sudah sampai pelabuhan.
Saat musim hujan tak banyak nelayan yang melaut. Walaupun banyak dari mereka yang memiliki perahu. Mereka juga memiliki kegiatan lain yaitu bertani. Pak Nahtim sendiri memiliki sawah yang dia tanami padi. Dia tak pernah menjual padi, menurutnya digunakan untuk makan sehari-hari lebih baik. Sekali panen menghasilkan 5 kwintal padi yang jika dijual harganya Rp.4.000. "Kalau dijual nanti mau makan beli lagi lebih mahal", ucapnya. Setahun biasanya mereka panen 2 kali. pekerjaan sebagai nelayan dan petani dilakukan oleh para lelaki, para istri hanya menunggu hasil di rumah. "Paling sesekali bantuin kalau panen padi", tambah Pak Nahtim.
Sejak 3 tahun terakhir nelayan tidak bisa menjual ikan ke luar. Semua wajib dijual di koperasi. Selanjutnya mereka jual kembali ke Pengandaran atau Pasar Induk Jakarta. Hal tersebut dikarenakan nelayan mendapat bantuan dari sana untuk pengadaan alat yaitu perahu beserta kelengkapannya berupa mesin dan jaring. Pelabuhan yang ada saat ini adalah bantuan dari pemerintan sejak tahun 1975. Namun renovasi tak kunjung dilakukan lagi. Padahal pinggiran sudah dangkal perlu ada pengerukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar