Jumat, 23 Januari 2015

Pesona Gunung Pesagi 2232 MDPL

Peserta Kenal Medan Gunung Hutan dilaksanakan di Gunung Pesagi. Gunung tersebut memiliki ketingian 2232 meter di atas permukaan laut  yang terletak di Lampung Barat. gunung yang memiliki hutan hujan tropis dan bertipe lipatan ini konon memiliki menyimpan bebrapa mistis yang harus diwaspadai oleh setiap pendaki. Setiap melakukan pendakian sebaiknya memiliki tujuan yaang mulia agar tidaak terjadi hal yang tidak diinginkan. Tipe gunung lipatan ini juga memiliki jalur yang menantang. Lerengnya yang landai sampai ketinggian 1000 MDPL masih aman dirasa belum sulit untuk para pendaki. namun jalur yang bergelombang dan terjal akan didapatkan pada ketinggian 1000-1500 MDPL. Lalu jalur yang harus diwaspadai terletak pada ketinggian 1500 MDPL sampai puncak. Jadi sebelum melakukan pendakian, seharusanya pendaki mempersiapkan fisik dan mental dengan matang.
Pererta yang turut berpartisipasi berjumlah 80an orang yang terdiri dari berbagai Mahasiswa Pencinta Alam se-Indonesia. Kenal Medan ini memberikan beberapa materi kepada peserta dengan materi utama pemetaan tiga dimensi menggunakan software mapsources, untuk mengantarkan kepada materi pemetaan, pemateri terlebih dahulu memberikan pengenalan mengenai hutan, gunung, identifikasi wilayah, sosial budaya di kaki gunung, dan kondisi jalur secara umum kepada peserta. Materi tersebut dipresentasikan oleh Tjiong Giok Pin anggota Mapala UI. materi diberika pada peserta pada tanggal 1 Desember 2014 pada pukul 20.00 WIB di salah satu ruang kelas kampus Universitas Lampung. Materi yang diberikan diharapkan dapat diterapkan pada pendakian Gunung Pesagi saat itu.
Selesai pemberian materi, peserta dibagi menjadi beberapa kelomok kecil untuk memudahkan koordinasi dengan panitia pelaksana, dan untuk menghindari terjadinya jarak antar wilayah asal. Setiap kelompok diberikan logistik dengan rata. Dengan waktu dua jam peserta mempersiapkan tasnya dengan logistik yang diberikan. Setelah semua siap, perjalanan menujuu kaki Gunung Pesagi dilakukan. Peserta dan panitia melakukan perjalanan menggunakan bis. Ada 4 buah bis yang diberangkatkan. Selama delapan jam perjalanan, kami sampai di desa Hujung. Desa tersebut memiliki ketinggian 1035 MDPL. Kekayaan kopi Lampung yang rasanya Khas sangat melimpah di desa tersebut. Terlihat di setiap pelataran rumah warga yang sebagian besar berbentuk panggung, terbentag terpal untuk menjemur biji kopi mereka.  Udara di desa Hujung tergolong dingin, pagi hari terlihat beberapa kaum lelaku warga asli desa Hujung sedang duduk di pelataran rumah sembari meminum kopi hangat dengan mengenakan sarung dibalutkan di badannya untuk menunggu matahari datang. Para wanita sibuk di dapurnya untuk mempersiapkan sarapan, dan anak-anak kecil mempersiapkan diri untuk berangkat menimba ilmu.
Tanggaal 2 Desember 2014, pukul 10.00 WIB kami memulai pendakian menuju puncak Pesagi. Kami berjalan selama 90 menit untuk sampai ke pintu rimba dengan ketinggian 1230 MDPL. Selama perjalanan tersebut kami menemukan rumah-rumah yang terdapat di hamparan kebun kopi. Terdapat beberapa tumbuhan yang kami temukan selain kopi, ada nagka, jambu, terong, dan cabai.sesampainya di pintu rimba kami mengisi botol kami dengan air untuk persiapan perjalanan.
Tak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan. Jaalur yang relatif datar memudahkan kami berjalan, namun harus hati-hati karena banyak akar melintang di atas tanah yang memungkinkan kaki menyangkut pukul xxxx kami sampai di pos 4 dengan ketinggian 1494 MDPL. Di sanalah kami menginap. Tidak lama kami bentangkan tenda dan mempersiapkan makanan. Sebenarnya pos 4 tersebut hanya cukup untuk 4-5 tenda, namun akhirnya peserta yang datang terakhir membentangkan tendanya di bagian atas pos 4 dan tetap mengutamakan keselamaataan. Di pos ini terdapat sumber air berupa sungai yang terletak di lembahan. Walaupun jalurnya yang sangat terjal, kami dapat menuju ke sana dengan bantuan webing dan tali lainnya.
Pagi hari tanggal 3 Desember 2014 kami melanjutkan pendakian. Selama perjalanan menuju puncak Gunung Pesagi inilah yang melelahkan. Jalurnya terjal dan licin dengan guyuran hujan selama pendakian menguji mental dan fisik kami. Sepanjang jalur pendakian ditemukan beberapa jamur yang berwarna-warni dengan ukuran yang beragam.
Setalah beberapa jam perjalanan akhirnya sampai juga di puncak dengan ketinggian 2232 MDPL. Ada sebuah Mushola dan bebrapa pondok di puncak Pesagi. Di sanalah kami beristirahat dan mengambil gambar sebagai kenang-kenangan. Badai datang ketika kami sedang beristirahat. Angin kencang membawa percikan air membuat tubuh kami menggigil kedinginan. Beberapa seng yang menjadi dinding pondok beterbangan. Di sekitar puncak Pesagi juga terdapat tujuh sumur yang konon warisan para wali. Dan sumur tersebut tidak pernah kering. Beberapa dari kami termasuk saya mengunjunginya. Ada sembilan lubang sumur dengan diameter yang mirip yaitu sekitar 25-30 cm, namum dua diantaranya kering. Dua buah lubaang tersebut adalaah buataan manusia biasa, sehingga tidak selalu menyimpan air. Warga percaya jika meminum air tujuh sumur tersebut sembari brdoa, mka apapun doanya akan segera terkabul.  Banyak juga warga yang sengaja dataang untuk bertapa dan berdoa di puncak Pesagi untuk tujuan tertentu.
Setelah diraasa cukup, maka pukul 16.00 kami turun dengan jalur yang berbeda. Jalur tersebut bantinya akan tembus di desa Jejawi. Butuh waktu dua jam untuk sampaai pos 3 Bahwai yang memiliki ketinggian 1819 MDPL. Di sana kami bisa mendapatkan air, dan kebetulan saat sampai di pos 3Bahwai, matahari sedang tenggelaam. Pemandangan yang indah dengan merahnya memaksa kaami untuk berfoto dulu.
Setelah adzan Maghrib dikumandangkan kaami melanjutkan perjalanan menuju pos 2. Karena di pos 2 lah kami akan bermakam. Selama 90 menit kami berjalan, akhirnya sampai di pos 2. Tempat tersebut terasa nyaman dan luas, sehingga kaami bebas mendirikan tenda, tidak perlu menebas-nebas lahan dulu.
Pagi hari kami melanjutkan perjalanan untuk menuju desa Jejawi. Selama 90 menit kami sampai di pintu rimba dengan ketinggian 1295 MDPL. Tidak lama beristirahat, kami pun menuju desa Jejawi dengan ketinggian 879 MDPL selama tiga jam. Jalur ini licin karena tanahnya liat dan tidk ada pegangan berupa pohon seperti di dalam hutan. Area sepanjang pintu rimba sampai desa Jejawi telah dimanfaaatkan warga sebagai kebun kopi. Sebagian dari mereka juga rela tinggal di rumah yang didirikan di kebun untuk menjaga kebunnya tetap aman.
Samapai di desa Jejawi, kami membersihkan diri kami dari lumpur. Sungai yang jernih membuat kami nyaman untuk mandi di sungai. MCK di desa tersebut juga masih sangat kurang, hanya beberapa rumah yaang memiliki kamar mandi sendiri. Jamban yang mereka gunakan juga masih sangat sederhana, hanya dengan membuat lubaang tanah kemudian di atasnya di lintangkan kayu untuk pijakan kaki. Sangat disayangkan dengan sumber air yang melimpah, warga masih kesulitan untuk mengaksesnya.
Semalam kami mengulas materi dengan pak Tjiong Giok Pin dan asistennya. Mengetahui beragam potensi yang didapatkan selama pendakian, dan track jalur yang dihasilkan dengan GPS dan catatan kecil kami. Lalu kami masikkan ke dalam program. Peserta dan pemateri aktif saling tanya jawab. Diskusi ini dilakukan di ruang kelas SD 1 Jejawi. Setelah selesai kami pun beristirahat di dalam tenda yang didirikan bersama di lapangan SD tersebut.
Pagi harinya kami nelakukan wisata alam ke Danau Ranau menggunakan dua buah truk. Jaraknya yang jauh memakan waktu dua jam sampai di sana. Dari danau tersebut kami dapat menikmati pemandangan gunung Seminung yang menjulang gagah. Beberapa dari kami berenang bebas di danau yang luas dan air yang dingin. Sebelum hujan kami pun beranjak untuk kembali ke desa Jejawi.
Pagi hari senjutnya pada tanggal 6 Desember 2014 adalah hari terakhir kami di desa Jejawi. Hari terakhir tersebut kami melakukan bakti sosial untuk memperbaiki MCK di SD 1 Jejawi, pemberian buku kepada siswa dan memeprbaiki sanitasi pengairan di Mushola desa jejawi dan atapnya. Kami lakukan dengan penuh semangat. Inilah kesan terakhir dengan warga. Semua bahagia dan kami sangat berterimaksih kepada mereka yang telah menerima kedatangan kami.
Sebelum kembali ke kampus Universitas Lampung, kami melakukan upacara dengan warga sebagai tanda perpisahan. Beberapa warga memberikan masukannya dan menuturkan keinginannya untuk membantu desa Jejawi, dan bantuannya tidak putus setelah kegiatan selesai saja. 

Pada tanggal 7 Desember 2014 pagi hari pukul 08.00 kami sampai di kampus Universitas Lampung. Setelah semua peserta Temu Wicara Kenal Medan berkumpul di Gedung Seba Guna, penutupanpun dimulai tanda seselainya acara Temu Wicara Kenal Medan 26 Lampung.
twitter : @viedela_ve

Tidak ada komentar:

Posting Komentar