Jumat, 23 Januari 2015

Mba Mar sang wanita tangguh dari Kampung Merabu

Mba Mar sang wanita tangguh dari Kampung Merabu
Wanita berusia sekitar ¼ abad ini terkenal dengan mana mba Mar, dia adalah salah satu orang asli Merabu yang setia menemani perjalanan ekspedisi kami. Dia memiliki kebiasaan sangat kental khas Dayak Lebo, terutama logat  berbicaranya yang lugas dan sopan. Beliau yang menjadi salah satu jembatan atas segala informasi yang kami butuhkan. Dia merupakan adik pak Asrani, yang juga membantu kakaknya menjadi pengurus Kerima Puri sekaligus TNC. Beliau paham betul akan keadaan kampungnya. Dia menceritakan tentang lokasi menarik yang dimiliki kampung Merabu kepada kami di awal pertemuan kami dengannya.
dandanan mba Mar dengan celana lapangan, kemeja, dan topinya memperlihatkan bahwa dirinya adalah orang yang sering turun ke lapangan. Hal itu membuat diirnya terlihat tangguh dengan jiwa yang kuat dan pemberani. Benar saja, dia sering melakukan pertemuan dengan orang-orang penting karena pekerjaannya di TNC. Dia juga sering menjalankan tugasnya untuk ke luar kota demi memperjuangkan kesejahteraan kampung yang dicintainya.
Kecintaannya dengan anak-anak dan remaja semakin mendongkrak semangatnya untuk mengajar di SD Merabu, selain kenyataan bahwa gelarnya Sarjana Pendidikan yang telah didapatkannya. mba Mar adalah sosok yang sangat sabar menghadapi anak-anak. Hal itu terlihat saat bel masik sekolah dibunyikan dan siswa-siswi masih asik bermain di sekitar kampung, lalu Mba Mar keliling kampung dan memanggil mereka dengan halus untuk mengajak mereka kembali belajar. Walaupun orang lapangaan, wanita yang satu ini terlihat begitu anggun dengan seragam PNS yang berwarna kecoklatan, roknya panjang dengan sedikit terbelah di belakangnya. Dia juga memakai pantofel dengan hak standarnya.
Dia bersemangat membawakan seperangkat bahan untuk mempersiapkan pesta ulang tahun kedua ponakannya. Dia sengaja membuat satu pesta, walaupun sebenarnya hari ulang tahun mereka jatuh di hari yang berbeda, alasannya adalah agar pesta tersebut lebih ramai. Mba Mar mendesain ruangan kantor Kerima Puri dibantu oleh kawan-kawan kecilnya. Meniup balon serta menempelkan pita-pita dan hiasan lain. Ruangan bercat hijau tersebut sontak menjadi penuh warna layaknya pelangi, seperti hati mereka yang sedang berwarna menyamnut pesta uang tahun xxx yang berumur xxx dan xxx yang berumur xxx.
Walaupun kontribusinya yang sudah banyak untuk kampung Merabu, namun dia tidak ingin membedakan diri dengan warga lain. Dia gemar berkumpul dengan warga, bercerita segala sesuatu, entah hal yang ilmiah maupun sekedar memancing orang lain untuk tertawa. Keramahannya membuat orang lain betah untuk berbincang dengannya. Kami pun sempat mandi bersama di sungai, bersama dengan warga lain. Dia menikmati benar akan anugerah Tuhan, berenang gaya punggung ke tengah sungai sambil menutup matanya, mencuci pakaian sambil kembali berbincang dengan yang lain. Setelah itu dia mengibaskan rambut yang menempel ke lehernya dan naik untuk menyudahi aktifitas yang menurutnya menyanangkan sembari membawa ember berisi pakaian bersihnya dengan kain yang menutupi tubuhnya.

Air mata menetes dari ujung mata kami ketika mobil penjemput telah bersiap mengantarkan kami kembali ke Tanjung Redeb. Tereutama melihat mba Mar yang terlebih dahulu matanya memerah. Kami berpelukan untuk terakhir kalinya. Mba Mar yang telah kami anggap sebagai kakak sendiri, yang memperhatikan kondisi, makan, dan kesehatan kami. Dia mengantarkan kami sampai di depan ketinting untuk menyebrangi sungai dan meraih mobil di sebrang. Kami saling melambaikan tangan dan berpisah. Tidak menyangka bahwa jalannya waktu yang terasa cepat memisahkan kami.
twitter : @viedela_ve

2 komentar: