Sabtu, 13 Desember 2014

Sunrise di Puncak Merbabu, Sikunir, dan Prau

Liburan adalah saat yang sangat ditunggu-tunggu bagi setiap orang, entah itu pelajar, nahasiswa, maupun para pekerja. Dengan liburan kita dapat berekspresi sepuasnya. Ada berbagai cara untuk mengekspresikan jiwa setiap orang, ada yang sengaja bersantai di rumah hanya sekedar istirahat, makan, tidur, berkumpul bersama kerabat atau kawan lama, ada yang mengisi liburan dengan belanja, membuat suatu kreativitas, serta ada beberapa orang yang memilih untuk pergi ke suatu tempat yang menarik. Saya sendiri adalah lebih suka dengan pilihan terakhir yang disebutkan itu.
Liburan panjang semester 2 di perkuliahan kali ini saya isi dengan mendaki gunung. Di bulan Agustus adalah waktu yang sangat tepat un
tuk melakukan pendakian. Dengan kondisi yang kering, mengakibatkan langit malam akan terlihat lebih terang dipenuhi bintang.
Saya memilih melakukan pendakian, karena selain ingin melihat seperti apa tiga tempat yang akan saya tuju, juga karena saya gemar bermain di gunung. Entah itu sekedar kopdar dan nyanyi-nyanyi di dalam tenda, masak-masakan, saling berlomba kedinginan tanpa jaket di puncak gunung (walaupun hal tersbut sedikit berbahaya, karena bisa terkena hipotermia), serta mencari teman bermain yang baru.
Kegiatan pendakian tersebut sudah saya rencanakan sejak puluhan hari sebelumnya. Kebetulan teman saya yang bernama Alam Septian, salah satu anggota Lawalata juga mengajak saya untuk melakukan pendakian ke gunung. Saat itu saya memutuskan untuk bergabung bersamanya, yang ternyata ada lagi empat teman anggota Lawalata IPB yang lain serta empat orang teman Alam. Ajakan-ajakan tersebut kami lakukan hanya lewat media telepon genggam dan media sosial.
Dalam pendakian ini, kami memilih Gunung Merbabu yang berada di sekitaran Magelang, dan puncak Sikunir serta Gunung Prau yang tepat berada di dataran tinggi Dieng dengan ketinggian yang beragam.
Tanggal 8 Agustus 2014 akhirnya kami bertemu di suatu tempat di Yogyakarta, yaitu dii Benteng Vendenburg. Tempat tersebut kami pilih karena menurut kami itu adalah titik tengah antara tempat asal mula keberangkatan kami dengan tempat pertama yang akan kami tuju. Saya sendiri berangkat dari Banjarnegara, 3 orang teman saya yaitu Akbar, Galang, dan Kasrizal sudah terlebih dahulu ada di Yogyakarta, Hanif dari Purworejo, Alam dan Gigih dari Bogor, dan Afan dari Probolinggo, dan Reza dan Betseba dari Bandung.
Kami merasa sangat puas melakukan tiga kali pendakian dalam 5 hari. Walaupun perjalanan di setiap puncak adalah jalur-jalur pendek saja. Awalnya kami menuju ke gunung Merbabu melewati jalur Wekas, jadi terlebih dahulu kami harus menuju ke terminal Magelang. Saat itu biaya dari Yogyakarta sampai Magelang adalah Rp.15.000. Setelah itu barulah menuju pos pendakian yang berada di desaWekas dengan satu buah mobil angkutan. mobil tersebut sangat kuat melewati jalanannya yang berliku dan menanjak dengan beberapa badan dan ransel bawaan kami.

Untuk mencapai puncak Merbabu hanya sekitar 7 jam pendakian melewati jalur Wekas. Kala itu kami melakukan camping terlebih dahulu di pos 2 yang telah memakan waktu 2 jam dari perkampungan. Seperti yang saya inginkan dalam melakukan pendakian, kami saling berbincang dan bercengkrama, ngopi bersama, masak-masak dan makan-makan, serta yang paaling menyenangkan adalah tertawa bersama melingkar di depan peraian sambil menyerobot tempat duduk satu sama lain.
Dini hari kami melanjutkan perjalanan untuk mendapatkan pemandangan sunrise di puncak Merbabu. Dalam perjalanannya kami melewati pertigaan pos pemancar, dan disanalah kami beristirahat sembari memandang langit yang mempesona.


Setelah itu kami melanjutkan mengejar sang mentari, dan berharap dapat menyaksikan perjalanannya menuju titik tengah langit untuk menerangi bumi kita ini. Benar saja pemandangan matahari terbit di sana sangat menawan, dengan warna merahnya itu kami terkagum-kagum. Tak henti-henti untuk mengucapkan syukur kepada sang Kuasa. Pemandangan ini memang layak didapatkan ketika telah melewati sebuah perjuangan.


Beberapa jam berlalu, kami tertidur di ketinggian 3142 MDPL itu, kami merasa sangat nyaman menikmati kehangatan sang mentari. Setelah puas, baru kami turun dari puncak dan bersiap untuk melanjutkan perjlanan berikutnya. Kali ini uncak Sikunirlah yang pertama kami tuju.



Sesampainya di pos pendakian, kami langsung diantar dengan mobil bak terbuka menuju kembali ke terminal Magelang. Setelah itu beberapa orang dari kami memilih pulang dan tidak mengikuti pendakian kami selanjutnya. Yang memilih untuk mengikuti pendakian selanjutnya adalah saya, klsmd, Alam, Reza, dan Bertseba. Kami mulai menuju terminal Wonosobo dengan bis yang biayanya Rp.15.000 per orang. Di sana kami terlebih mengisi perut dengan makanan khas Wonosoboan, cita rasa yang khas melengkapi hasrat lapar kami, inilah yang namanya “mie ongklok”. Setelah itu dilanjutkan dengan bis mini menuju ke dieng, dengan tarif Rp.15.000 juga.


Bis tersebut nyatanya hanya tidak langsung sampai ke tempat yang kami tuju, kami masih harus melanjutkannya dengan bis mini lainnya dengan waktu selama 45 menit.

Tanpa ragu kami turun di pertigaan menuju desa terakhir sebelum ke puncak Sikunir. Desa tersebut bernama desa Sembungan yang merupakan desa tertinggi yang ada di pulau Jawa dengan ketinggian 2300 MDPL. Keadaan sudah sore dan sudah mulai gelap.
Namun kami tetap kokoh untuk mencapai puncak malam itu juga. Akhirnya kami terus mengikuti jalanan aspal tersebut. Dan tak lama kemudian, kami mendapat tumpangan bahkan sampai di desa terakhir yang kami tuju tersebut. Dan beruntungnya kami, tumpangan tersebut rela mengantarkan kami tanpa meminta bayaran sepeserpun.


Sampai di desa Sembungan kami beristirahat sebentar dan mengisi persediaan air di suatu Mushola. Barulah kami melanjutkan pendakian. Kurang dari satu jam ternyata kami sudah sampai di puncak Sikunir. Tak lama mencari tempat, kamipun langsung mendirikan tenda di sana. Seperti biasa, sambil menunggu sang fajar, kami bercengkrama dan beristirahat.
Fajar datang dan kami berbahagia. Akhirnya bisa juga kami melihat sunrise yang konon terindah seAsia. Ya, memang sangat indah hingga kami tak dapat mengucapkan apa-apa selain ucap syukur kepada-Nya yang telah mempertemukan paagi dengan mata kami ini.






Setelah puas, kami berbenah dan kembali berjalaan menuju pendakiaan gunung Prau, namun nyatanya kami nyangkut dulu di tempat wisata yaitu Telaga Warna Dieng. Telaga ini adalah salah satu tempat yang menarik dikunjungi di Dieng, selain wisata candi, Kawah Candradimuka, dan sumur Jalatunda. Untuk memasuki telaga warna kala itu, wisatawan lokal hanya dibebani tiket seharga Rp.50.000, sedangkan wisatawan asing adalah Rp.100.000. Biaya tersebut digunakan untuk perawatan fasilitas seperti pengelolaan sampah dan kamar kecil. Puas menikmati pemandangan telaga yang kadang berwarna biru dan berubah menjadi hijau akibat algae yang hidup di dalamnya tersebut, kami kembali menuju pos pendakian gunung Prau.


Angkutan umum semacam metro mininya jakarta adalah salah satu alat transportasi selain mobil bak terbuka. Saat itu kami menggunakan metro mini tersebut menuju pos pendakian. Hanya sekitar 15 menit kami sampai di sana. Di sana kami beristirahat sambil bertanya-tanya tentang keadaan jalur pendakian ini sebagai tambahan informasi, karena pastinya kami terlebih dahulu mencari informasi melalui media lain.




Kami memilih melakukan pendakian di malam hari setelah sholat isya. Kurang dari dua jam ternyata kami sudah sampai di puncak. Kembali lagi seperti aktivitas di gunung, yaitu mendirikan tenda, masak, makan, ngopi, ngobrol sambil menunggu sang mentari. Pukul empat pagi kami telah terbangun karena sangat dinginnya udara di ketinggian 2565 MDPL tersebut. Bintang berhamburan di langit dan kami menikmatinya.
Langit mulai memerah, inilah yang kami nantikan. Sunrise, ya betapa senangnya hari ini terlihat cerah. Ternyata pengunjung saat itu sangat banyak, mereka sama saja seperti kami yang haus akan keindahan alam. Di puncak sana dapat terlihat dengan jelas beberapa puncak gunung, seperti Sindoro, Sumbing, Slamer, Merbabu, Merapi, dan Ungaran. Kami serasa berdiri di atas awan yang empuk.



Tak ada duanya perjalanan kami yang satu ini. Bacalah apa yang ada disekitarmu. Boleh menikmati namun tetap senantiasa menjaga kelestariannya.

twitter : @viedela_ve

Tidak ada komentar:

Posting Komentar