Sesuatu yang
menarik selalu terbayang di benak Viedela AK perempuan berusia 19 tahun ketika
dia mendengar kata “ekspedisi”. “Ekspedisi layaknya dilakukan oleh seluruh
makhluk hidup. Contohnya burung elang yang melakukan migrasi musiman. Artinya ekspedisi
adalah melakukan perjalanan ke luar dari ruang hidup dan kebiasaan kita.”,
tutur salah satu seniornya yang telah beberapa kali melakukan ekspedisi.
Ekspedisi yang dilakukan bertujuan mengetahui keadaan di luar sana, sehingga
kita bisa menilai seberapa baik dan buruk sesuatu yang telah kita kerjakan di
dalam ruang hidup kita sendiri. Harapannya dengan mengetahui hal tersebut, seseorang
bisa melakukan perbaikan di ruang hidup dan kebiasaan kita ketika pulang dari
ekspedisi yang dilakukan.
beberapa anggota tim, dari kanan Akbar, Hanif, Raycel,
Sherly, Ira, Andayani, Viedela, Sheila, dan Aziz
menuju keberangkatan ke Balikpapan (dok-L)
|
Karena
memiliki keinginan untuk belajar dan melakukan suatu hal yang sama yaitu
ekspedisi, mereka terus berbincang untuk menyusun sebuah ekspedisi yang mereka
impikan. Akhirnya mereka sepakat untuk konsisten dalam melakukan ekspedisi dari
awal hingga akhir.
Beberapa waktu
kemudian mereka memilih ekspedisi dengan tema “Menelususri Potensi Ekosistem
Karst Sangkulirang sebagai Bahan Pertimbangan Warisan Dunia” dan tempat di
Kampung Merabu Kecamatan Kelay Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur.
Tempat dan tema tersebut mereka pilih karena masih hangatnya isu tentang Karst
Sangkulirang yang akan diajukan menjadi warisan dunia. Mereka melakukan banyak
pertimbangan yang dikuatkan dengan masukan dari berbagai pihak saat akan
menentukan tema dan tempat ekspedisi.
Setelah
menentukan tema dan tempat, mereka memulai banyak persiapan sebelum berangkat.
Persipan tersebut antara lain dari segi materi dan ketrampilan, penyusunan rundown kegiatan, persiapan finansial,
pengompakan anggota, dan yang paling penting adalah penguatan mental. Setelah
dirasa cukup, mereka terlebih dahulu melakukan simulasi di beberapa tempat di
Bogor, yaitu di kars Ciampea dan Karst Jasinga. Simulasi tersebut dilakukan
dengan tujuan untuk lebih memperdalam kemampuan sesuai yang akan dilakukan saat
ekspedisi dan lebih mengeratkan ikatan
antaranggota.
Tepat pada
tanggal 1 Juli 2014 akhirnya dengan keyakinan tinggi mereka berangkat menuju
Kampung Merabu. Dan sesampainya di tempat tujuan, mereka melakukan kegiatan
yang telah direncanakan sesuai rundown.
Adapun inti kegiatan yang dilakukan adalah menelusuri gua dengan pengambilan
data untuk keperluan pembuatan peta gua dan inventarisasi biota gua, analisis
vegetasi di sekitar mulut gua, serta kegiatan sosial di kampung untuk
mengetahui sejarah, kegiatan yang dilakukan masyarakat, dan seberapa besar
ketergantungan masyarakat terhadap hutan dan sumberdaya yang ada di sekitar
mereka.
Beberapa gua
yang mereka telusuri adalaah gua Bloyot, Sedepan Bu, dan Lubang Tembus. Setiap
gua yang berada di sana memiliki keunikan masing-masing, seperti cap tangan dan
beberapa lukisan gua purba yang ada di gua Bloyot yang dipercaya milik Bunga Inu, aliran air sungai yang ada
di dalam gua Sedepan Bu, serta pancaran sinar yang unik dari jendela-jendela
gua yang ada di Lubang Tembus. Ada beberapa keunikan biota dalam gua yang mereka
temukan disana, seperti Scutigeridae dengan warna ungu dan ukurannya yang
kecil. Biota tersebut sangat langka dan belum pernah ditemukan di gua-gua di
pulau Jawa.
beberapa cap tangan di Gua Bloyot (dok-L) |
setiap upacara selalu ada tarian khas Merabu (dok-L) |
Selain kekayaan gua dan ekosistem hutan, Kampung Merabu juga memiliki kearifan lokal dan adat istiadat yang cukup tinggi. Masyarakat sangat percaya dengan sejarahnya yang berasal dari sosok bidadari cantik bernama Bunga Inu. Seringkali masyarakat Kampung Merabu melakukan pesta sebagai tanda penyambutaan dan pelepasan pengunjung yang dirasakan sendiri oleh tim ekspedisi saat datang dan saat akan pulang, pesta panen, dan masih banyak pesta lain. Kehidupan di Kampung Merabu sangat kental dengan kebersamaannya. Bersih dan nyaman selalu disuguhkan di kampung tersebut, sangat damai dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
keindahan karst yang berbentuk tower-tower nampak indah di Puncak Ketepu (dok-L) |
Setelah
selesai kegiatan inti, mereka memanfaatkan waktu untuk menelusuri potensi
wisata yang ada di Kampung Merabu. Salah satu tempat spesial kampong tersebut
yang kami kunjungi adalah Telaga Nyadeng dan Puncak Ketepu. Air di Telaga
Nyadeng berwarna biru segar dan meiliki beragam jenis ikan yang terlihat dari
permukaan air. Sedangkan dari Puncak Ketepu, keindahan yang disuguhkan adalah
hijaunya tower-tower karst yang menjulang ke langit. Selain itu masih banyak
lagi tempat unik di sekitar Kampung Merabu yang belum sempat mereka kunjungi
dikarenakan waktu yang mereka miliki sangatlah sempit seperti Danau Tebo yang konon
memiliki air sangat jernih serta hamparan lahan yang luas dengan kehidupan
flora dan fauna liar yang masih asri.
Ekspedisi yang
mereka lakukan berakhir pada tanggal 28 Juli 2014. Ekspedisi tersebut membuat mereka
merasakan puas dan bersyukur bahwa ada tempat di Indonesia yang masih asri
keberadaannya. Hal tersebut juga mengajarkan mereka betapa pentingnya melakukan
perjalanan untuk mengetahui seberapa indahnya keadaan di luar sana. “Kami tidak
akan berhenti melakukan perjalanan sampai disini, masih banyak lagi keindahan
dan kekayaan negri kami ini yang belum sempat kami lihat untuk mengaguminya.”,
pungkasan dari perempuan yang baru pertama kali melakukan ekspedisi tersebut.
oleh : ViedelaAK (@viedela_ve)
Lima perempuan keren di angkatan 50, Sherly, Ira, Andayani, Viedela dan Sheila. Selamat atas Ekspedisi Sangkulirang! Senang bisa melihat ada banyak perempuan jalan-jalan menikmati indahnya Nusantara.
BalasHapusBeneran itu gambar tangan di Gua Bloyot? Tangannya siapa...