Masyarakat Kampung
Merabu nyaris hafal dan cekatan dalam melakukan segala hal yang harus dilakukan
saat berada di dalam hutan. Hal itu alamiah terjadi karena terlalu seringnya mereka
berkegiatan di dalam hutan. Hampir tujuh kali dalam seminggu mereka memasuki
hutan, bahkan bisa jadi sehari keluar masuk hutan berkali-kali jika memang
diperlukan. Menurut pernyataannya mereka sudah memulai kebiasaan tersebut sejak
kecil. Sedangkan kami tidak sesering mereka. Sesering-seringnya kami melakukan
kegiatan di hutan adalah maksimal satu kali dalam seminggu.
Kami mendapatkan
banyak ilmu dan pengalaman dari mereka. Mereka sangat paham cara membuat pondok
untuk beristirahat, cara mencari makanan yang bisa didapatkan di hutan maupun
sungai sekaligus cara mengolahnya hingga menjadi santapan lezat, cara mereka
berkoordinasi, kebersamaan dan kepeduliannya yang tinggi, dan cara mereka
memahami tingkah laku sesamanya maupun tingkah laku mekhluk hidup lain yang
berdampingan dengan mereka.
Pondok merupakan
tempat yang ditinggali saat di hutan. Biasanya kami mendirikan sebuah tenda
yang biasa kami sebut dom. Namun cara kebiasaan mendirikan dom bagi kami
memiliki perbedaan dengan mereka. Di sana kami diajarkan tentang membuat pondok
yang mirip rumah panggung. Pondok panggung tersebut dibuat karena keadaan tanah
di hutan Merabu adalah rawa. Bayangkan saja jika kami mendirikan tenda di atas
tanah berrawa, hal itu sangat berbahaya untuk keselamatan kami. Banyak hewan
tanah yang akan masuk ke dalam tenda. Selain itu tanahnya yang berair akan
membuat kami basah dan sangat tidak nyaman.
Mereka
mendirikan panggung dengan alat yang telah mereka siapkan, yaitu Mandau (golok
khas Dayak). Senjata tersebut bisa dikatakan sangat penting, tanpa Mandau semua
kegiatan akan terhambat. Mereka mencari kayu yang kuat, lurus, dan aman yang
artinya tidak berduri dan tidak bergetah yang akan menimbulkan gatal di
kulit.Mereka tidak memerlukan tali buatan maupun paku untuk menyusun kayu-kayu
menjadi sebuah pondok. Mereka cukup menggunakan rotan sebagai penyatu kayunya.
Awalnya kayu ditancapkan ke dalam tanah sebagi tiangnya. Setelah itu susun lagi
kayu sebagai alas panggungnya, bisa langsung disusun seperti lantai. Selain itu
kayu juga bisa disusun sepasang-sepasang seperti tandu dengan karung sebagi
alasnya. Mereka juga terbiasa menggunakan bahan alami seperti dedaunan yang
disusun sebagai atapnya. Namun seringkali mereka mempersiapkan terpal agar
lebih praktis.
ikan hasil memarang di aliran sungai Bu (dok-L) |
Setelah selesai bersama-sama membuat pondok,
mereka akan secara otomatis membuat api. Tujuannya adalah bisa mengusir hewan
yang berbahaya, menghangatkan, serta memasak. Mereka sering kali membawa
perlengkapan masak, terutama panci. Sembari istirahat biasanya sebagian dari
mereka mencari bahan makanan. Ikan adalah salah satu yang digemari, karena keadaan
di hutan Merabu yang memiliki banyak aliran sungai.
Ada cara yang berbeda dalam pengambilan ikan di sana. Mereka menggunakan mandau untuk memarang ikan, sangat jarang kami melihat mereka memancing. Tidak semua dari kami bisa melakukan hal itu. Pemarang ikan harus jeli melihat gerak gerik ikan, setelah paham akan tingkah laku ikan maka kecepatan tangan dalam memarang harus diterapkan. Salah memarang bisa jadi akan mengenai kaki maupun batu di sungai yang akan merusak mandau.
Ada cara yang berbeda dalam pengambilan ikan di sana. Mereka menggunakan mandau untuk memarang ikan, sangat jarang kami melihat mereka memancing. Tidak semua dari kami bisa melakukan hal itu. Pemarang ikan harus jeli melihat gerak gerik ikan, setelah paham akan tingkah laku ikan maka kecepatan tangan dalam memarang harus diterapkan. Salah memarang bisa jadi akan mengenai kaki maupun batu di sungai yang akan merusak mandau.
persiapan untuk memasak labi-labi (dok-L) |
Selain bahan
makanan dengan sumber protein, mereka juga membutuhkan serat. Serat yang
dibutuhkan bisa didapatkan dari tumbuhan palm-palman. Setelah semua bahan
makanan terkumpul, saatnya mengolah. Kami belajar banyak dalam pengolahan bahan
makanan sehingga menghasilkan makanan yang lezat. Bumbu sederhana digunakan
untuk menciptakan rasa yang luar biasa. Rupa-rupa masakan seperti tongseng, sup
berkuah, maupun bakar selalu membuat air liur menetes.
Disamping hal-hal diatas yang diajarkan kepada kami. Mereka juga secara tidak langsung mengajarkan
rasa kepedulian terhadap sesamanya. Terlihat ketika kami masih tinggal di hutan
tepatnya di sekitar gua Sedepan Bu, ada salah satu dari pemuda Kampung Merabu
bernama Daud yang jatuh sakit, badannya panas dan dia merasa lemas, ditambah
lagi dengan sifat orang sakit yang susah untuk menelan makanan. Kala itu
perhatian dari Jhonatan yang merupakan kakaknya menghampirinya. Sang kakak
menawarkan makanan dan obat dengan lembut dan membujuk agar beristirahat.
Memberikan air hangat dan tempat tidur yang nyaman dilakukan oleh Jhonatan. Dia
juga menawarkan diri untuk mengantarkan dirinya pulnga, namun sang adik masih
ingin berkegiatan hingga selesai.
Kepribadian
yang baik selalu menonjol selama kami berkegiatan bersama. Sikap sopan, saling
menjaga perasaan, saling membantu, koordinasi yang tercipta secara alami,
kebersamaan, dan bertanggung jawab sangat mereka junjung tinggi. Itulah ilmu
yang tidak kami dapatkan teorinya di bangku sekolah.
kunjungi : https://www.facebook.com/#!/pages/Merabu-Kampung-ASIK/1437679906479497?fref=ts
kunjungi : https://www.facebook.com/#!/pages/Merabu-Kampung-ASIK/1437679906479497?fref=ts
Tidak ada komentar:
Posting Komentar