Seperti biasa, di bulan bulan Oktober ini
kita mulai didatangi hujan. Yak, musim hujan datang. Ada sebagian yang sangat
bersyukur setelah beberapa lama merasakan pahitnya kekeringan. Namun ada juga
sebagian orang yang mengeluh akan datangnya berkah Tuhan ini. Mungkin aku juga
akan sangat kesal ketika aku menjadi “hujan” karena selalu disalahkan oleh
sebagian orang tadi. Setiap aku datang, mereka berteriak karena airku
menyebabkan jalanan becek, banjir melanda, dan longsor dimana-mana. Dan ketika
aku tak datang beberapa lama, mereka semua meraung-raugn kepanasan
memohon-mohon aku untuk datang. Untungnya aku bukanlah si “hujan” yang selalu
kebingungan akan apa yang harus ia perbuat.
Beberapa hari ini hujan turun di sekitar
Bogor setiap hari. Dan menurut informasi dari ibuku hujan juga turun setiap
hari di kampungku Kalibening, Kabupaten Banjarnegara, jawa Tengah. Saat hujan
turun aku sangat menikmati keajaibannya, keajaiban itulah salah satu hal yang
mampu membuka memori terhadap apapun yang terjadi di masa lalu kita.
Hujan kali ini mengingatkanku pada sungai
di dekat rumh tinggalku di kampung sana. Sungai tersebut bernama sungai Brukah,
sungai itu adalah terusan dari sungai Sindu yang mengalir dari desa
Bedana. warga yang diselenggarai oleh
Karang Taruna Majatengah pernah melakukan permainan pukul air yang dilakukan di
sungai Brukah. Permainan itu dilakukan dengan cara dua orang pemain yang duduk
di sebuah bambu yang di lintangkan memotong arah sungai sehingga seakan-akan membagi
sungai menjadi dua bagian antara hulu dan hilir. Setiap orang membawa bantal
masing-masing yang tujuannya untuk memukul sang lawan agar terjatuh, dan bagi
pemain yang jatuh maka ia dinyataakan kalah dalam permainan.
Mereka bermain tanpa ragu, diatas sungai
yang airnya begitu jernih. Penonton pun saling menyemangati pemain yang mereka
jagokan. Stelah permainan selesai para pemain maupun penonton mulai dari anak
kecil hungga orang dewasa juga tak ragu untuk berenang maupun sekedar bermain
di sungai.