Hutan Merabu adalah tempat main
bapak borotot yang satu ini. Pak Rana adalah pribadi yang unik di Kampung
Merabu. Parasnya yang kekar dengan gigi yang sedikit hitam membuat
penampilannya semakin gagah, sehingga warga sering memanggilnya Rambo. Kebiasaan
tidak memakai baju adalah salah satu hal unik Pak Rana yang memudahkan kami
mengenalnya. Celana pendek dan sepatu karet cukup untuk menemaninya dalam
petualangan di hutan. Dan seperti suku Dayak pada umumnya, Pak Rana tidak
pernah lalai menggantungkan mandau di pinggangnya. “Kalau tidak bawa mandau,
aku merasa ada yang kurang.”, ucap Rambo saat membersihkan tanah dari rumput
liar.
Parasnya yang seram membuat kami
takut menatapnya saat pertemuan pertama kami. Saat itu kami beradaa di kantor
Kerima Puri sembari melakukan pembagian sumberdaya warga yang menemani kami
dalam pengambilan data di hutan. Asap rokok pekat menyebul dari mulutnya, duduk
di pojok ruangan Kantor Kerima Puri. Kami belum sempat berbincang dengannya,
hanya saja beberapa kali kami meliriknya dari kejauhan tanpa sepengetahuannya.
Betapa kagetnya kami ketika
mendengarnya tertawa, kami tertawa melihatnya tertawa. Gigi-gigi hitamnya
ditonjolkan dan matanya yang sipit semakin tak terlihat ketika beliau tertawa.
Dari hal tersebut kami tidak lagi canggung berkegiatan dengan beliau. Tergambar
jelas bahwa beliau benar-benar seorang kawan yang peduli. Kami dibuat selalu
ceria oleh Rambo yang satu ini. Hatinya begitu lembut, jauh berbeda dengan
paras seramnya.
Pak Rana adalah mertua dari
Kepala Kampung Merabu, Pak Franly Oley. Saat itu beliau sudah memiliki seorang
cucu yang berernama Jesica Oley hasil perkawinan anak perempuannya. Pak Rana
menyayangi Jesica, beliau mengabulkan semua kemauan cucu pertamanya tersebut.
Bicara tentang Merabu, tidak
lepas juga bicara tentang hutannya yang menyimpan kekayaan nan melimpah. Hutan
menjadi tempatnya unruk pulang. Karena hampir setiap hari beliau pergi ke sana.
Banyak yang ia kerjakaan, dan sangkin seringnya hingga beliau hafal semua jenis
pohon di hutan Merabu. Bukan hanya jenisnya, beliaupun paham manfaat dari
setiap pohon. Karena beliau sendiri dengan warga Kampung Merabu masih sering
menggunakan obat-obat alamiah yang diambil dari hutan. Sehingga beliau diutus
oleh pihak The Nature Concervation untuk membantu kami mengambil data pohon
dalam analisis vegetasi, untuk mengetahui nama lokal dan fungsi pohon tersebut.
Pak Rana menemani kami dalam
pengambilan data analisi vegetasi di sekitar mulut gua Bloyot, Lubang Tembus,
dan Sedepan Bu. Di Bloyot didapatkan hasil beberapa jenis pohon, yaitu petek,
kelideng, ngelo, ketek-ketek, repeh, goros. Di Lubang Tembus memiliki beberapa
jenis pohon, yaitu nayub, merenai, binang, langkor, dan ketek. Di sana juga
terdapat banyak tumbuhan liana dan rotan yang biasa dimanfaatkan warga Merabu
sebagai bahan kreatifitas. Sedangkan di gua Sedepan Bu hanya terdapat beberapa
jenis pohon saja, hal tersebut terjadi karena jenis tanahnya yang berbeda dari
Gua Bloyot dan Lubang Tembus. Tanah di Gua Sedepan Bu relatif lebih becek
(karena merupakan aliran Sungai Bu), dan berbatu. Jenis yang diamati seperti
binang dan ngelo, ukuran pohon juga relatif lebih kecil dari pohon-pohon yang
diamati di eksokarst Bloyot dan Lubang Tembus.