Mba Mar sang wanita tangguh dari Kampung Merabu |
Wanita berusia sekitar ¼ abad ini terkenal dengan mana mba
Mar, dia adalah salah satu orang asli Merabu yang setia menemani perjalanan
ekspedisi kami. Dia memiliki kebiasaan sangat kental khas Dayak Lebo, terutama
logat berbicaranya yang lugas dan sopan.
Beliau yang menjadi salah satu jembatan atas segala informasi yang kami
butuhkan. Dia merupakan adik pak Asrani, yang juga membantu kakaknya menjadi
pengurus Kerima Puri sekaligus TNC. Beliau paham betul akan keadaan kampungnya.
Dia menceritakan tentang lokasi menarik yang dimiliki kampung Merabu kepada
kami di awal pertemuan kami dengannya.
dandanan mba Mar dengan celana lapangan, kemeja, dan topinya
memperlihatkan bahwa dirinya adalah orang yang sering turun ke lapangan. Hal
itu membuat diirnya terlihat tangguh dengan jiwa yang kuat dan pemberani. Benar
saja, dia sering melakukan pertemuan dengan orang-orang penting karena
pekerjaannya di TNC. Dia juga sering menjalankan tugasnya untuk ke luar kota
demi memperjuangkan kesejahteraan kampung yang dicintainya.
Kecintaannya dengan anak-anak dan remaja semakin mendongkrak
semangatnya untuk mengajar di SD Merabu, selain kenyataan bahwa gelarnya
Sarjana Pendidikan yang telah didapatkannya. mba Mar adalah sosok yang sangat
sabar menghadapi anak-anak. Hal itu terlihat saat bel masik sekolah dibunyikan
dan siswa-siswi masih asik bermain di sekitar kampung, lalu Mba Mar keliling
kampung dan memanggil mereka dengan halus untuk mengajak mereka kembali
belajar. Walaupun orang lapangaan, wanita yang satu ini terlihat begitu anggun
dengan seragam PNS yang berwarna kecoklatan, roknya panjang dengan sedikit
terbelah di belakangnya. Dia juga memakai pantofel dengan hak standarnya.
Dia bersemangat membawakan seperangkat bahan untuk
mempersiapkan pesta ulang tahun kedua ponakannya. Dia sengaja membuat satu
pesta, walaupun sebenarnya hari ulang tahun mereka jatuh di hari yang berbeda,
alasannya adalah agar pesta tersebut lebih ramai. Mba Mar mendesain ruangan
kantor Kerima Puri dibantu oleh kawan-kawan kecilnya. Meniup balon serta
menempelkan pita-pita dan hiasan lain. Ruangan bercat hijau tersebut sontak
menjadi penuh warna layaknya pelangi, seperti hati mereka yang sedang berwarna
menyamnut pesta uang tahun xxx yang berumur xxx dan xxx yang berumur xxx.
Walaupun kontribusinya yang sudah banyak untuk kampung
Merabu, namun dia tidak ingin membedakan diri dengan warga lain. Dia gemar
berkumpul dengan warga, bercerita segala sesuatu, entah hal yang ilmiah maupun
sekedar memancing orang lain untuk tertawa. Keramahannya membuat orang lain
betah untuk berbincang dengannya. Kami pun sempat mandi bersama di sungai,
bersama dengan warga lain. Dia menikmati benar akan anugerah Tuhan, berenang
gaya punggung ke tengah sungai sambil menutup matanya, mencuci pakaian sambil kembali
berbincang dengan yang lain. Setelah itu dia mengibaskan rambut yang menempel
ke lehernya dan naik untuk menyudahi aktifitas yang menurutnya menyanangkan
sembari membawa ember berisi pakaian bersihnya dengan kain yang menutupi
tubuhnya.
Air mata menetes dari ujung mata kami ketika mobil penjemput
telah bersiap mengantarkan kami kembali ke Tanjung Redeb. Tereutama melihat mba
Mar yang terlebih dahulu matanya memerah. Kami berpelukan untuk terakhir
kalinya. Mba Mar yang telah kami anggap sebagai kakak sendiri, yang
memperhatikan kondisi, makan, dan kesehatan kami. Dia mengantarkan kami sampai
di depan ketinting untuk menyebrangi sungai dan meraih mobil di sebrang. Kami
saling melambaikan tangan dan berpisah. Tidak menyangka bahwa jalannya waktu
yang terasa cepat memisahkan kami.
twitter : @viedela_ve
kerennnnnnnnn. aku share ke Mar ya
BalasHapusOke. Ya pasti sangat boleh
Hapus