Peserta Kenal
Medan Gunung Hutan dilaksanakan di Gunung Pesagi. Gunung tersebut memiliki
ketingian 2232 meter di atas permukaan laut
yang terletak di Lampung Barat. gunung yang memiliki hutan hujan tropis
dan bertipe lipatan ini konon memiliki menyimpan bebrapa mistis yang harus
diwaspadai oleh setiap pendaki. Setiap melakukan pendakian sebaiknya memiliki tujuan
yaang mulia agar tidaak terjadi hal yang tidak diinginkan. Tipe gunung lipatan
ini juga memiliki jalur yang menantang. Lerengnya yang landai sampai ketinggian
1000 MDPL masih aman dirasa belum sulit untuk para pendaki. namun jalur yang
bergelombang dan terjal akan didapatkan pada ketinggian 1000-1500 MDPL. Lalu
jalur yang harus diwaspadai terletak pada ketinggian 1500 MDPL sampai puncak.
Jadi sebelum melakukan pendakian, seharusanya pendaki mempersiapkan fisik dan
mental dengan matang.
Pererta yang turut
berpartisipasi berjumlah 80an orang yang terdiri dari berbagai Mahasiswa
Pencinta Alam se-Indonesia. Kenal Medan ini memberikan beberapa materi kepada
peserta dengan materi utama pemetaan tiga dimensi menggunakan software mapsources, untuk mengantarkan kepada materi pemetaan, pemateri
terlebih dahulu memberikan pengenalan mengenai hutan, gunung, identifikasi
wilayah, sosial budaya di kaki gunung, dan kondisi jalur secara umum kepada
peserta. Materi tersebut
dipresentasikan oleh Tjiong Giok Pin anggota Mapala UI. materi diberika pada
peserta pada tanggal 1 Desember 2014 pada pukul 20.00 WIB di salah satu ruang
kelas kampus Universitas Lampung. Materi yang diberikan diharapkan dapat
diterapkan pada pendakian Gunung Pesagi saat itu.
Selesai
pemberian materi, peserta dibagi menjadi beberapa kelomok kecil untuk
memudahkan koordinasi dengan panitia pelaksana, dan untuk menghindari
terjadinya jarak antar wilayah asal. Setiap kelompok diberikan logistik dengan
rata. Dengan waktu dua jam peserta mempersiapkan tasnya dengan logistik yang
diberikan. Setelah semua siap, perjalanan menujuu kaki Gunung Pesagi dilakukan.
Peserta dan panitia melakukan perjalanan menggunakan bis. Ada 4 buah bis yang
diberangkatkan. Selama delapan jam perjalanan, kami sampai di desa Hujung. Desa
tersebut memiliki ketinggian 1035 MDPL. Kekayaan kopi Lampung yang rasanya Khas
sangat melimpah di desa tersebut. Terlihat di setiap pelataran rumah warga yang
sebagian besar berbentuk panggung, terbentag terpal untuk menjemur biji kopi
mereka. Udara di desa Hujung tergolong
dingin, pagi hari terlihat beberapa kaum lelaku warga asli desa Hujung sedang
duduk di pelataran rumah sembari meminum kopi hangat dengan mengenakan sarung
dibalutkan di badannya untuk menunggu matahari datang. Para wanita sibuk di
dapurnya untuk mempersiapkan sarapan, dan anak-anak kecil mempersiapkan diri
untuk berangkat menimba ilmu.
Tanggaal 2
Desember 2014, pukul 10.00 WIB kami memulai pendakian menuju puncak Pesagi.
Kami berjalan selama 90 menit untuk sampai ke pintu rimba dengan ketinggian
1230 MDPL. Selama perjalanan tersebut kami menemukan rumah-rumah yang terdapat
di hamparan kebun kopi. Terdapat beberapa tumbuhan yang kami temukan selain
kopi, ada nagka, jambu, terong, dan cabai.sesampainya di pintu rimba kami
mengisi botol kami dengan air untuk persiapan perjalanan.
Tak lama
kemudian kami melanjutkan perjalanan. Jaalur yang relatif datar memudahkan kami
berjalan, namun harus hati-hati karena banyak akar melintang di atas tanah yang
memungkinkan kaki menyangkut pukul xxxx kami sampai di pos 4 dengan ketinggian
1494 MDPL. Di sanalah kami menginap. Tidak lama kami bentangkan tenda dan
mempersiapkan makanan. Sebenarnya pos 4 tersebut hanya cukup untuk 4-5 tenda,
namun akhirnya peserta yang datang terakhir membentangkan tendanya di bagian
atas pos 4 dan tetap mengutamakan keselamaataan. Di pos ini terdapat sumber air
berupa sungai yang terletak di lembahan. Walaupun jalurnya yang sangat terjal,
kami dapat menuju ke sana dengan bantuan webing dan tali lainnya.
Pagi hari
tanggal 3 Desember 2014 kami melanjutkan pendakian. Selama perjalanan menuju
puncak Gunung Pesagi inilah yang melelahkan. Jalurnya terjal dan licin dengan
guyuran hujan selama pendakian menguji mental dan fisik kami. Sepanjang jalur
pendakian ditemukan beberapa jamur yang berwarna-warni dengan ukuran yang
beragam.
Setalah beberapa
jam perjalanan akhirnya sampai juga di puncak dengan ketinggian 2232 MDPL. Ada
sebuah Mushola dan bebrapa pondok di puncak Pesagi. Di sanalah kami
beristirahat dan mengambil gambar sebagai kenang-kenangan. Badai datang ketika
kami sedang beristirahat. Angin kencang membawa percikan air membuat tubuh kami
menggigil kedinginan. Beberapa seng yang menjadi dinding pondok beterbangan. Di
sekitar puncak Pesagi juga terdapat tujuh sumur yang konon warisan para wali.
Dan sumur tersebut tidak pernah kering. Beberapa dari kami termasuk saya
mengunjunginya. Ada sembilan lubang sumur dengan diameter yang mirip yaitu
sekitar 25-30 cm, namum dua diantaranya kering. Dua buah lubaang tersebut
adalaah buataan manusia biasa, sehingga tidak selalu menyimpan air. Warga
percaya jika meminum air tujuh sumur tersebut sembari brdoa, mka apapun doanya
akan segera terkabul. Banyak juga warga
yang sengaja dataang untuk bertapa dan berdoa di puncak Pesagi untuk tujuan
tertentu.
Setelah diraasa
cukup, maka pukul 16.00 kami turun dengan jalur yang berbeda. Jalur tersebut bantinya
akan tembus di desa Jejawi. Butuh waktu dua jam untuk sampaai pos 3 Bahwai yang
memiliki ketinggian 1819 MDPL. Di sana kami bisa mendapatkan air, dan kebetulan
saat sampai di pos 3Bahwai, matahari sedang tenggelaam. Pemandangan yang indah
dengan merahnya memaksa kaami untuk berfoto dulu.
Setelah adzan
Maghrib dikumandangkan kaami melanjutkan perjalanan menuju pos 2. Karena di pos
2 lah kami akan bermakam. Selama 90 menit kami berjalan, akhirnya sampai di pos
2. Tempat tersebut terasa nyaman dan luas, sehingga kaami bebas mendirikan
tenda, tidak perlu menebas-nebas lahan dulu.
Pagi hari kami
melanjutkan perjalanan untuk menuju desa Jejawi. Selama 90 menit kami sampai di
pintu rimba dengan ketinggian 1295 MDPL. Tidak lama beristirahat, kami pun
menuju desa Jejawi dengan ketinggian 879 MDPL selama tiga jam. Jalur ini licin
karena tanahnya liat dan tidk ada pegangan berupa pohon seperti di dalam hutan.
Area sepanjang pintu rimba sampai desa Jejawi telah dimanfaaatkan warga sebagai
kebun kopi. Sebagian dari mereka juga rela tinggal di rumah yang didirikan di
kebun untuk menjaga kebunnya tetap aman.
Samapai di desa
Jejawi, kami membersihkan diri kami dari lumpur. Sungai yang jernih membuat
kami nyaman untuk mandi di sungai. MCK di desa tersebut juga masih sangat
kurang, hanya beberapa rumah yaang memiliki kamar mandi sendiri. Jamban yang
mereka gunakan juga masih sangat sederhana, hanya dengan membuat lubaang tanah
kemudian di atasnya di lintangkan kayu untuk pijakan kaki. Sangat disayangkan
dengan sumber air yang melimpah, warga masih kesulitan untuk mengaksesnya.
Semalam kami
mengulas materi dengan pak Tjiong Giok Pin dan asistennya. Mengetahui beragam
potensi yang didapatkan selama pendakian, dan track jalur yang dihasilkan dengan GPS dan catatan kecil kami.
Lalu kami masikkan ke dalam program. Peserta dan pemateri aktif saling tanya
jawab. Diskusi ini dilakukan di ruang kelas SD 1 Jejawi. Setelah selesai kami
pun beristirahat di dalam tenda yang didirikan bersama di lapangan SD tersebut.
Pagi harinya
kami nelakukan wisata alam ke Danau Ranau menggunakan dua buah truk. Jaraknya
yang jauh memakan waktu dua jam sampai di sana. Dari danau tersebut kami dapat
menikmati pemandangan gunung Seminung yang menjulang gagah. Beberapa dari kami
berenang bebas di danau yang luas dan air yang dingin. Sebelum hujan kami pun
beranjak untuk kembali ke desa Jejawi.
Pagi hari
senjutnya pada tanggal 6 Desember 2014 adalah hari terakhir kami di desa
Jejawi. Hari terakhir tersebut kami melakukan bakti sosial untuk memperbaiki
MCK di SD 1 Jejawi, pemberian buku kepada siswa dan memeprbaiki sanitasi
pengairan di Mushola desa jejawi dan atapnya. Kami lakukan dengan penuh
semangat. Inilah kesan terakhir dengan warga. Semua bahagia dan kami sangat
berterimaksih kepada mereka yang telah menerima kedatangan kami.
Sebelum kembali
ke kampus Universitas Lampung, kami melakukan upacara dengan warga sebagai tanda
perpisahan. Beberapa warga memberikan masukannya dan menuturkan keinginannya
untuk membantu desa Jejawi, dan bantuannya tidak putus setelah kegiatan selesai
saja.
Pada tanggal 7
Desember 2014 pagi hari pukul 08.00 kami sampai di kampus Universitas Lampung.
Setelah semua peserta Temu Wicara Kenal Medan berkumpul di Gedung Seba Guna,
penutupanpun dimulai tanda seselainya acara Temu Wicara Kenal Medan 26 Lampung.
twitter : @ viedela_ve
Tidak ada komentar:
Posting Komentar