Waktu bersama
mereka selalu terasa cepat. Walaupun awalnya aku memang tidak pernah merasa
cocok dengan mereka. Anak kecil yang bawel, banyak bertanya, suka bikin
jengkel, dan segala macamnya ada dalam diri mereka. Maklum saja, mereka masih
banyak ingin tahu.
Aku memang tidak
pernah memikirkan untuk menjadi guru ataupun tenaga pendidik lainnya. Walaupun ibuku
sangat menginginkan aku menajdi guru, mengikuti jejaknya. “Mba, jadi guru itu
banyak pahalanya. Semakin banyak kamu membagi ilmu maka ilmu kamu juga semakin
bertambah”, katanya. Aku tetap pada pendirianku, maunya sih punya pekerjaan
sendiri, menanam kek, mengolah sesuatu kek, atau apapun itu.
Takdir berkata
lain, aku dikirim ke pulau yang nun jauh dari tempat tinggalku. Ya, Sulawesi,
utara lagi. Pernah sih kepikiran untuk ke sini, tapi dalam rangka liburan. Ke
Bunaken kek, ke Bogani Nani kek, atau tempat lainnya yang memang terkenal
keindahan di sini. Tapi Tuhan menuntunku untuk menjadi seorang edukator, tenaga
pendidik yang tidak pernah terfikirkan olehku.
Ini bukanlah hal
yang mudah bagiku. Pertama, aku tidak suka dengan anak-anak. Kedua, karena ini
sangat menyimpang dari banyak mata kuliahku di kampus yang pada dasarnya
belajar mengenai ekonomi. Akuntansi lah, sumberdaya manusia lah, manajemen
proyek lah, atau manajemen pemasaran. Oke ini adalah jawaban bahwa dunia tidak
sesempit itu. Menjadi seorang edukator tidak harus lulus dari jurusan
pendidikan, menjadi banker tidak harus seorang sarjana ekonomi, konservasionis
juga tidak harus lulusan dari fakultas kehutanan.
Banyak hal yang
harus aku pelajari di sini. Awam sih engga, karena dulu untungnya pas kuliah
aktif di organisasi pecinta alam. Enak kan tinggal improvisasi agar bisa
ngomong sama anak-anak. Dasarnya sudah dapet. Ngomongin hutan? Tahu sih
walaupun sedikit. Ngomongin laut? Ya paling ngga dulu kalo snorkeling suka
nanya-nanya apa sih terumbu karang? Kenapa harus ada itu terumbu karang? Dan lain-lain.
Ngomongin burung? Ya dulu suka pengamatan burung sama senior, walaupun bebal
banget untuk ngapalin nama ilmiah, lidah suka keclitut. Kalo ngomongin
pertanian, ya sedikit tau dong, kan almamaternya pertanian dan dulu suka
menanam singkong di samping sekretariat.
Aku tetap masih
harus belajar banyak. Belajar manajemen emosi, manajemen waktu, manajemen
kegiatan lagi. Tasikoki Animal Rescue and Education Centre adalah lembaga
penyelamatan satwa, khususnya satwa yang dilindungi, yang mana di dalamnya ada
divisi edukasi. Nah di sinilah saya bekerja. Banyak yang harus aku sampaikan
kepada anak-anak lokal maupun internasional mengenai mengapa sih ada Tasikoki? Mengapa
harus di Sulawesi Utara? Terus mengapa harus ada hutan? Mengapa harus ada satwa
liar yang dilindungi tetap di hutan? Sampai mengapa plastik itu tidak baik?
Bahkan mengenai mengapa terjadi pemanasan global? Terus apa yang bisa kita
lakukan?
Banyaknya poin
yang harus aku pelajari itu membuatku semakin bersemangat. Hal yang terpenting
adalah jangan takut salah dan jangan malu bertanya. Hari-hari pertama tidak
terlalu sibuk. Kerjaannya adalah ngisi otak dulu dengan materi. Baca jurnal
sampai ketiduran itu sudah biasa. Sarapan sambil baca jurnal juga menjadi
kegiatan setiap pagi. Sampai dibilang “itu mata abis ditonjok siapa mba?”, kata
ibuku ketika ku kirimkan fotoku yang niatnya mauu pamer keindahan alam yang ada
di sini.
Seminggu pertama
masih santai. Badan sih ngga capek, otaknya yang sedikit kelelahan. Semakin membaca,
semakin banyak yang ternyata tidak aku ketahui, semakin ingin banyak bertanya. Kenapa
begini ya? Kenapa sih begitu banget? Ih parah banget ternyata kondisinya! Ngomel
sendiri, ngomel ke orang, ngomel ke tembok itu udah biasa. Ini terjadi karena
informasi atau pelajaran yang dipeajari masih numpuk di otak saja. Nanti akan
lebih baik ketika sudah disampaikan ke orang lain.
Minggu ke dua,
inilah jatahku. Ada sekolah lokal datang. Anak TK! Wah sempat pusing duluan
dong. Bacaanku jurnal, berat sekali isinya. Gimana mau menyampaikan ke anak
bawang yang belum mengerti apa-apa? Mulailah searching di google, si mbah yang
serba tahu. “Cara mendidik anak-anak” “Cara menyampaikan ilmu kepada anak-anak”
“Cara mengatasi anak yang susah belajar”, dan banyak lagi lainnya. Akhirnya nemu,
simple banget ternyata jawabannya. Ajak aja anak-anak bermain atau buatlah
dongeng untuk mereka. Oke lah kalo bermain aku jagonya, dulu pas kecil suka
main lompat tali, keeling-keling kebrok, main rumah-rumahan, main layang-layang,
bahkan main cebur-ceburan di sungai. Tapi ini beda, main di sini dalam arti ada
edukasi yang disampaikan terutama mengenai lingkunga, konservasi, satwa liar,
pokoknya tidak jauh dari itu. Lalu mendongeng, ini yang lumayan menantang. Dulu
pas kecil aku tidak pernah didongengkan oleh ibu ataupun ayah, paling juga
kakek yang mendongeng tentang jaman penjajahan sambil sarapan ubi bakar di
depan tungku. Sekarang aku harus mendongeng tentang alam, tentang mengapa tidak
boleh memelihara satwa liar.
Pertama, aku
print gambar tarsius. Aku memilih tarsius karena endemic Sulawesi dan wajahnya
juga lucu, pas banget dibawain buat anak-anak. Terus tempelin di kardus,
potong-potong sesuai bentuk tarsius itu, terus tempelkan kayu untuk dijadikan
pegangan. Kalo ini sih gampang, dulu pernah bikin wayang-wayangan sama ayah,
dia suka banget mengenai dunia perwayangan, mulai dari gatot kaca, padawa,
kurawa, dia hapal.
Semalaman latihan
mendongeng di depan tembok, suaranya tidak boleh keras-keras karena nanti akan
mengganggu orang lain yang mau tidur. Maklum saja aturan di rumah tinggal ini
jam 9 sudah harus tidur, setidaknya tidak boleh ada suara ataupun lampu yang
menyala.
Besok paginya
mulai deg-deg an. Mendongeng di depan puluhan anak-anak, dan ibu-ibunya. Keringat
bercucuran, salah satunya juga karena cuaca di sini sangat panas. Setelah masuk
ke tengah dongeng ternyata mengalir begitu saja. Yes berhasil!
Selanjutnya banyak
sekali sekolah lokal yang berdatangan untuk belajar mulai dari anak TK hingga
yang sudah lulus SMA. Edukasi yang diberikan dilakukan dengan cara yang
berbeda, sesuaikan saja dengan tingkatan usianya. Selain mendongeng, ajak
mereka membuat sesuatu dari sampah, ajak mereka untuk belajar mempresentasikan
pengetahuan, ajak mereka bermain, ajak juga mereka melihat langsung satwa liar
yang sedang dalam proses rehabilitasi. Semakin banyak melihat, membaca,
melakukan sesuatu pasti ilmu yang disampaikan akan semakin menempel dalam benak
mereka.
Selain sekolah
lokal juga banyak jadwal dengan sekolah internasional. Untuk mengedukasi sebuah
grup, yang pasti kita kitak boleh selalu menyamakan setiap grup. Pelajari dulu
pola mereka seperti apa, agar kita mudah masuk ke mereka. Serta ingat bahwa
mereka dalah teman. Kita tidak boleh menjadi orang yang merasa paling tahu,
jangan juga anggap mereka adalah orang yang paling tidak tahu. Fungsi kita
semua adalah sama-sama belajar.
Aku senang
menjadi diriku sekarang. Aku merasa lebih bermanfaat untuk sebuah kehidupan. Banyak
teman baru yang aku temukan di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar